Persyaratan Wacana yang Perlu Diketahui

WhatsApp Image 2022-04-22 at 8.35.54 AM

Menurut pendapat Chaer (2012: 267), wacana adalah satuan bahasa yang lengkap dengan di dalamnya tedapat konsep, gagasan, pikiran, dan lain sebagainya yang dapat dipahami oleh pembaca. Selain itu, wacana juga menjadi satuan gramatikal tertinggi atau terbesar yang sebelumnya diduduki oleh kalimat. Dalam pembentukkannya, wacana terbentuk dari satu kalimat atau lebih yang memenuhi persyaratan gramatikal. Tak hanya itu, wacana yang baik seyogyanya memenuhi persyaratan kewacanaan lainnya selain persyaratan gramatikal.

Nah! Menurut kamu, persyaratan wacana seperti apa dan bagaimana yang wajib terpenuhi agar suatu wacana dapat dihadirkan secara paripurna?

Referensi: Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum . Jakarta: PT Rineka Cipta

7 Likes

Wacana menurut Alwi (2003:419) tersusun dari rentetan kalimat yang berkaitan menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain kemudian membentuk kesatuan. Dengan demikian sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, maka suatu wacana terbentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan kewacanaan lain. Salah satu syarat kewacanaan sudah tersurat dalam definisi wacana menurut Tarigan (2009: 19) yang berpendapat bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar berkedudukan di atas kalimat atau klausa dengan cirinya memiliki kohesi dan koherensi tinggi, berkesinambungan serta mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan dan tertulis. Dari definisi tersebut memuat kalimat โ€œdengan kohesi dan koherensi yang tinggi yang berkesinambungan serta mempunyai awal dan akhir yang nyata,โ€ maka dapat dapat ditemukan syarat wacana, yakni kohesi dan koherensi.

Kohesi dan koherensi adalah aspek utama sebagai syarat suatu wacana. Namun, tidak hanya sesederhana memuat kohesi dan koherensi untuk dapat dikatakan suatu wacana. Terdapat syarat lain yang harus ada dalam suatu wacana. Oka dan Suparno (1994) menyebutkan jika suatu wacana akan terbentuk apabila memenuhi tiga syarat pokok, yakni topik, tuturan pengungkap topik, serta kohesi dan koherensi. Jauh lebih luas lagi Renkema (1994:23) menyebutkan ada tujuh persyaratan yang ada dalam suatu wacana, yaitu kohesi, koherensi, intensionalitas (intentionality), keberterimaan (acceptability), informatif (informatioveness), situasional (situationality), dan intelektualitas.

Sumber referensi:

Alwi, Hasan, dkk. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (edisi ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.

Tarigan, Henry Guntur. (2009). Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.

Santhi, Meita Sandra. (2019). Mengembangkan Wacana. Intan Pariwara.

Renkema, Jan. (1993). Discourse Studies An Introductory Textbook. Amsterdam:John Benjamins Publishing

Oka & Suparno. (1994). Linguistik Umum. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

1 Like

Wacana merupakan seperangkat proposisi yang berkaitan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau kohesi bagi penyimak atau pembaca. Kohesi atau kepaduan harus muncul dari isi wacana, tetapi rasa kepaduan yang dirasakan oleh penyimak atau pembaca harus muncul dari cara pengutaraan atau pengutaraaan wacana itu (Deese, 1984 : 72). Krisdalaksana (1984 : 208) mengungkapkan bahwa wacana dapat diartikan sebagai satuan bahasa terlengkap dalam hierarki satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.

Bersumber dari pernyataan tersebut, didapatkan adanya unsur-unsur penting wacana antara lain:
a) satuan bahasa;
b) terlengkap dan terbesar/tertinggi;
c) di atas kalimat/klausa
d) teratur/rapi/rasa koherensi;
e) berkesinambungan
f) rasa kohesi/keterpaduan;
g) awal dan akhir nyata
Dengan demikian wacana harus memiliki unsur-unsur penting di atas.

Dalam kaitanya dengan persyaratan wacana, agar wacana dapat dipahami oleh pembaca dan dikatakan paripurna, wacana harus memiliki penyajian yang baik. Syarat-syarat wacana berkaitan dengan penyajian wacana, baik secara lisan maupun tulisan, syarat tersebut adalah adanya kohesi, adanya koherensi, pemilihan tema, pemilihan topik, dan pemilihan judul wacana (Meitha, 2019).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa persyaratan wacana agar dapat dikatan paripurna, sebuah wacana harus memiliki penyajian yang baik, yaitu adanya koherensi, pemilihan tema, pemilihan topik, dan pemilihan judul wacana.

Sumber referensi:

Tarigan, Henry Guntur. (2009). Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa

Santhi, Meitha Sandra. (2019). Mengembangkan Wacana. Yogyakarta: PT Penerbit Intan Pariwara

Sebelum masuk ke dalam pembahasan, terlebih dahulu saya akan menerangkan pengertian dari wacana.

Chaer (2007) wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan didalamnya terdapat hirarki gramatikal terbesar. Sependapat dengan Busri (2018) bahwa wacana merupakan suatu unit kebahasaan yang lebih besar dari pada kalimat dan klausa, serta memiliki hubungan antara unit kebahasaan satu dengan lainnya.

Selanjutnya, ada beberapa peryaratan wacana yang wajib terpenuhi agar suatu wacana dapat dihadirkan secara paripurna. Tarigan (2009) menyebut wacana memiliki syarat dari ungkapan yang memiliki koherensi dan kohesi yang berkesinampungan memiliki awal dan akhir disampaikan secara lisan maupun tertulis. Namun Oka dan Suparno (dalam Fitriah, 2021) menyebutkan bahwa syarat wacana yang paripurna adalah yang memenuhi tiga syarat pokok, yaitu: topik, tuturan pengungkap topik, dan kohesi-koherensi. Sedangkan menurut Widowson (dalam Fitriah, 2021) wacana memiliki dua hal pokok, yaitu proposisi dan tindak tutur.

Maka, dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa persyaratan wacana yang wajib terpenuhi agar suatu wacana dapat dihadirkan secara paripurna adalah dengan memenuhi empat persyaratan, yaitu:

a. Topik
Topik dalam wacana dimaksud untuk memberikan suatu tujuan berupa penjelasan dalam suatu wacana.

b. Kohesi dan Koherensi
Adanya kepaduan antara unsur (kohesi) akan menciptakan pengertian dalam suatu wacana (koherensi).

c. Proporsional
Prporsional merupakan keseimbangan dalam ketercapaian makna yang ingin dijabarkan.

d. Tuturan
Tuturan merupakan pengungkapan suatu topik dengan melihat kohesi dan koherensi yang proporsional didalam suatu wacana.

Daftar Referensi:
Busri, H., & Badrih, M. (2018). Linguistik Indonesia: pengantar memahami hakikat bahasa. Madani Media. Lihat artikel.
Chaer, A. (2007). Linguistik Umum: Bahasa. Jakarta: Rineka Cipta.
Fitriah, Maria, dkk. (2021). Bunga Rampai Pengantar Bahasa Jurnalistik. Yogyakarta: Bintang Surya Madani.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.

1 Like

Wacana menurut Alwi (2010: 431) adalah rentetan kalimat yang saling memiliki keterkaitan yang menghubungkan antara preposisi yang satu dengan preposisi yang lain sehingga membentuk sebuah wacana. Lebih lanjut Alwi menyebut bahwa pembicaraan tentang wacana memerlukan pengetahuan tentang kalimat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kalimat. Sebelum menginjak ke persyaratan agar wacana yang dihadirkan paripurna, menurut Tarigan (2021: 24) terdapat beberapa unsur penting dalam wacana yaitu ;
a. Satuan bahasa
b. Terlengkap dan terbesar/tertinggi
c. Di atas kalimat/ klausa
d. Teratur/ rapi/rasa koherensi
e. Berkesinambungan /kontinuitas
f. Rasa kohesi/ rasa kepaduan
g. Lisan dan tulis;serta
h. Awal dan akhir yang nyata

Dari beberapa unsur yang disebutkan, syarat wacana agar paripurna yaitu;

  1. Adanya kohesi dan koherensi. Kohesi merupakan hubungan antara preposisi-preposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat-kalimat pembentuk wacana, sementara koherensi adalah keterkaitan antar preposisi dalam kalimat yang dinyatakan secara implisit atau hanya dapat dilihat pada kalimat yang mengungkapkannya (Alwi, 2010: 440). Hubungan antara kohesi dan koherensi adalah saling terkait karena tidak membentuk wacana apabila untaian kalimat yang kohesif, tetapi tidak koheren.
  2. Adanya topik juga dibutuhkan karena topik dapat digunakan sebagai inti pembicaraan atau pembahasan.
  3. Pemilihan kata dalam wacana harus benar agar wacana tidak hanya kohesif, tetapi juga koheren. Sehingga referensi dan inreferensi (proses pemahaman pembaca untuk mengetahui makna wacana) juga diperlukan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa syarat wacana yang utama adalah kohesi dan koherensi, kemudian dilanjut dengan adanya topik,proposional, serta pemilihan kata dalam wacana atau referensi dan inreferensi yang diperlukan dalam wacanana.

DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. (2010). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Taringan, Henry Guntur. (2021). Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa Bandung
Widiatmoko, Wisnu. (2015). Analisis kohesi dan koherensi wacana berita rubrik nasional di majalah online detik. Jurnal Sastra Indonesia 4.1 (5-9).

Tarigan menyatakan bahwa, wacana merupakan satuan bahasa paling lengkap dan teratas dari klausa atau kalimat yang memiliki koherensi dan kohesi yang tinggi dan berhubungan yang memiliki pendahuluan dan akhiran yang nyata diungkapkan dengan lisan dan tertulis (2009:19). Oleh karena itu, bisa terlihat bahwa wacana memiliki syarat yaitu koherensi dan kohesi.
Namun koherensi dan kohesi tidak cukup untuk memenuhi syarat dari terbentuknya wacana yang paripurna. Oka dan Suparno menyatakan bahwa ada tiga syarat pokok, yakni topik, tuturan pengungkap topik, serta kohesi dan koherensi untuk memenuhi syarat terbentuknya wacana (1994:260-270). Sedangkan menurut Widowson ada dua hal penting yang dimiliki wacana, dua hal itu adalah proposisi (sejajar dengan topik) dan tindak tutur (1978:22).
Sehingga dapat ditarik kesimpulan untuk mendapatkan sebuah wacana yang paripurna harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu topik, kohesi dan koherensi, proporsional, dan tuturan.

Referensi
Oka, & Suparno. (1994). Linguistik Umum. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tarigan, & Henry, G. (2009). Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.
Widdowson, H. G. (1978). Teaching Language as Communication. Oxford: Oxford University Press.

Tarigan (2009:24) menyatakan bahwa ada delapan unsur penting dalam wacana. Yaitu, (1) satuan tutur, (2) paling lengkap dan maksimal/tertinggi, (3) kalimat/kalimat teratas, (4) keteraturan/urutan/koherensi indrawi, (7) lisan dan tertulis, (8) sebenarnya Awal dan akhir dari.

Menurut J.S. Badudu, jika merupakan rangkaian kalimat sambung, maka bentuknya adalah wacana. Jika kalimat yang ada tidak terhubung, itu bukan wacana. Sekumpulan frasa yang menghubungkan satu frasa dengan frasa lainnya membentuk satu kesatuan yang utuh dan membentuk makna yang serasi. Satuan kebahasaan bentuk wacana ini adalah satuan kebahasaan yang paling lengkap, tertinggi atau terbesar dari suatu kalimat atau klausa. Dibandingkan dengan satuan kebahasaan lain seperti fonem, morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat.

REFERENSI :

Badudu, J.S. 2000. ๐˜’๐˜ข๐˜ฎ๐˜ถ๐˜ด ๐˜œ๐˜ฎ๐˜ถ๐˜ฎ ๐˜‰๐˜ข๐˜ฉ๐˜ข๐˜ด๐˜ข ๐˜๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ฐ๐˜ฏ๐˜ฆ๐˜ด๐˜ช๐˜ข.Jakarta: Pustaka Sinar.

Tarigan, H. G. 2009. ๐˜—๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ซ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ž๐˜ข๐˜ค๐˜ข๐˜ฏ๐˜ข.Bandung: Angkasa.

1 Like

(Cavallaro, 2004, hlm. 109-111). Menyatakan bahwa Wacana dipahami sebagai unit-unit dan bentuk-bentuk tuturan dari interaksi yang menjadi bagian dari perilaku linguistis seharihari, tetapi dapat muncul secara sama dalam lingkungan institusional. Sedangkan menurut (Busri: 2018) Wacana merupakan rekaman peristiwa yang utuh tentang komunikasi. Biasanya wacana merupakan unit kebahasaan yang labih besar dari pada kalimat dan klausa dan mempunyai hubungan antara unit kebahasaan yang satu dengan yang lain.
Jadi wacana bisa diartikan sebagi rangakaian kata yang digunakan untuk berkomunikasi dan didalamnya berisi suatu rangkaian peristiwa yang diceritakan.
Untuk menciptakan wacana yang baik dipelukan bebapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat yang pertama adalah kepaduan wacana. Kepaduan sebuah wacana akan terjadi jika rangjaian jalimat dan paragraf paragrafnya menggunakan kata yang logis dan dapat dipahami. Yang selanjutnya adlah kesatuan wacana kesatuan wacana ini dapat dilihat dari paragraf yang tersusun di dalamnya saling tersusun. Yang terakhir adalah kelengkapan wacana kelengkapan wacana dapat tercapai apabila sluruh paragraf menjadi inti dari dari pembahasan yang sedang dibahas.
Jika suatu wacana dapat memenuhi unsur unsur tersebut sebuah wacana dapat dikatakan wacana yang baik dan dapat dipahami
Refrensi
Cavallaro, D. (2004). Critical and Cultural Theory, terj. Laily Rahmawati. Yogyakarta: Niagara
Busri, H. (2018). Linguistik Indonesia: pengantar memahami hakikat bahasa. Madani media.

Wacana merupakan deretan kalimat, kata yang membentuk ujaran bentuknya bisa berbahasa tulis dan naskah. Sedangkan, pengertian menurut Renkema (1993:1) mengungkapkan bahwa wacana adalah disiplin ilmu yang mengkaji hubungan antara bentuk dan fungsi bahasa didalam komunikasi. Definisi ini menitikberatkan pada penggunaan bahasa dalam komunikasi yang membawa fungsi-fungsi tertentu. Menurut Rani (2006:242) satuan bahasa terlengkap dalam hirarki gramatikal yang adalah satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku seri, ensiklopedia), paragraf, kalimat, kata yang mempunyai amanat yang utuh. Wacana dibentuk dalam serangkaian kata yang membentuk arti tentang hal yang terjadi, akan terjadi dan sudah terjadi. Mulyana (2005: 30) menyebutkan bahwa wacana mempunyai bentuk dan proposisi yang berkesinambungan. Ada awalan dan juga akhiran yang jelas didalam sebuah wacana. Wacana dapat dikatakan baik apabila memenuhi 3 persyaratan yaitu tiga syarat utama untuk membentuk wacana yang baik, yaitu yang pertama mempunyai kepaduan wacana. Kepaduan wacana dapat tercapai jika mampu merangkai kalimat dan paragraf secara urut serta logis. Hal ini juga dapat tercapai dengan menggunakan kata hubung yang relevan. Selanjutnya, mempunyai kesatuan wacana. Kesatuan wacana dapat terpenuhi karena paragraf yang tersusun saling memiliki keterkaitan atau keterhubungan satu sama lain. Dan yang terakhir adalah memiliki kelengkapan wacana. Kelengkapan wacana dapat tercapai jika seluruh paragrafnya menjadi inti dari suatu pembahasan yang ditulis dan merujuk pada pokok pikiran wacana tersebut.

Referensi:
Mulyana. 2005. Kajian Wacana.Yogyakarta: Tiara Wacana.
Rani, Abdul. 2006. Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.
Renkema, Jan. 1993. Discourse Studies An Introductory Tekxtbook. Amsterdam:John Benjamins Publishing

1 Like

Mulyana (2005:1) menjelaskan bahwa wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung kebahasaanya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Secara singkat wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dibentuk dari rentetan kalimat yang kontiunitas, kohesif, dan koheren sesuai dengan konteks situasi. Dalam penggunaannya oleh masyarakat umum, kata wacana mengandung arti โ€œgagasan awal yang belum matang dan dengan sengaja dilontarkan untuk memperoleh tanggapanโ€ atau โ€œpercakapan atau obrolanโ€ (Ayatrohaedi 2002:12). Tarigan (2009:26) menyatakan wacana adalah satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan ataupun tertulis. Menyusun wacana harus selalu mempertimbangkan syarat-syaratnya sehingga terbentuk menjadi wacana yang utuh. Adapun tiga syarat pokok yang harus ada yakni topik, tuturan pengungkap topik, serta kohesif dan koheren. Telah disampaikan bahwa agar wacana menjadi baik, wacana harus memperhatikan persyaratan dalam pembangunannya salah satu syarat tersebut adalah wacana harus kohesif dan koheren. Bila wacana tersebut kohesif dan koheren maka terciptalah wacana yang memiliki kepaduan, kesatuan, kelengkapan. Agar wacana mencapai kepaduan maka langkah-langkah yang harus lakukan adalah kemampuan merangkai kalimat dan paragraf sehingga bertalian secara logis dan padu. Untuk mempertahankan kalimat dan paragraf agar tetap logis maka digunakanlah kata hubung. Kemudian yang dimaksud dengan prinsip kesatuan wacana adalah tiap paragraf-paragraf sebagai penyusun wacana memiliki keterkaitan yang dibahas. Dan yang terakhir wacana dikatakan lengkap apabila di dalamnya terdapat paragraf-paragraf yang menjadi inti dari suatu pembahasan yang diangkat dalam wacana tersebut secara lengkap untuk menunjuk pokok pikiran.

Sumber Referensi
Ayatrohaedi. 2002. Baru Sekadar Wacana. Dalam Surat Kabar Kompas. Sabtu, 10 Agustus 2002. Hal 12.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana.Yogyakarta: Tiara Wacana
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa

1 Like

Menurut Oka dan Suparno dalam (dalam Khusumuddin, 2015) dalam wacana yang baik harus terdapat tiga syarat pokok yaitu topik, turunan pengungkap topik, serta adanya kohesi dan koherensi. Sedangkan menurut Widowson (dalam Khusumuddin, 2015) juga menyebutkan bahwa wacana memiliki dua hal penting yang terdiri dari proposisi (sejajar dengan topik) dan tindak tutur (tuturan pengungkap topik).
Menurut Rohana dan Syamsuddin (2015: 4-5) suatu teks bisa dikatakan sebuah wacana jika memenuhi syarat sebagai berikut:

  1. Topik
    Topik merupakan sebuah pernyataan pendek namun berisi hal yang luas sehingga pendengar atau pembaca bisa memahami maknanya.
  2. Kohesi dan koherensi
    Kedua unsur tersebut merupakan sebuah kepaduan antara unsur sintaksis yang satu dengan yang lain.
  3. Tujuan (fungsi)
    Wacana bisa saja berfungsi informatif, emotif, sikap, persuatud dan asosiatif.
  4. Teks, ko-teks, dan konteks
    Ko-teks meurpakan kesejajaran, koordinatif, serta hubungan sebuah teks dengan teks lainnya. Sedangkan konteks merupakan sebuah situasi yang meliputi teks baik situasi pembicara, pembicaraan, pendengar, waktu, topik, tempat, adegan, media, peristiwa, amanat, dan kode.

Daftar Pustaka
Fitriah, Maria, dkk. 2021. Bunga Rampai Pengantar Jurnalistik. Jogjakarta: Bintang Surya Madani.
Rohana dan Syamsuddin. 2015. Analisis Wacana. Makasar: CV. Samudra Alif-MIM

Pemahan terhadap wacana terdapat bahasa yang paling lengkap dalam hierarki gramatikal tertinggi atau terbesar. Mempunyai kaidah yang ber sambung serta proporsi yang utuh tidak lupa dengan ada awalan dan akhiran yang sangat cukup kongkrit. Penyampaiannya juga sangat simpel dapat dilakukan dalam bentuk teks serta tulisan.
Mengutip dari buku Keutuhan Wacana (2010) karya Junaiyah H. M. dan E. Zaenal Arifin, wacana juga dapat diartikan sebagai unsur bahasa terlengkap dan menjadi satuan tertinggi dalam sebuah hierarki gramatikal.
Penyajiannya harus secara utuh tanpa pengurangan serta lengkap di setiap unsur unsur nya seperti dalam hubungan koherensi sebagai isi serta hubungan bahasa sebagai kohesi, keduanya harus seimbang dan kesinambungan.

Wacana yang di sebut secara paripurna yakni meliputi :

A. gramatikal
Susunannya terbentuk gramatikal dalam tata bahasa yang telah dipilih.
B. Kelengkapan
Wacana adalah kelengkapan yang masuk pada kajian linguistik dan inti bahasa
C. mempunyai hubungan proposisi
Pengungkapan nya benar dan lengkap tanpa ada nya kekeliruan dan kesalahan.
D. Wacana ada lisan dan teks
Berbentuk omongan dan berbentuk tulisan.
E. Membahas topik yang sangat penting dan kejelasan nya selali di pertanyakan.
F. Selalu kontinuitas
Disusun secara runtut dan berkesinambungan.
G. Kohesi dan koherensi selalu berhubungan
Mempunyai timbal balik unsur dalam teks dan memiliki kata-kata yang cukup logis

Referensi
Junaiyah H. M. dan E. Zaenal Arifin (2010)

Santhi, Meita Sandra. (2019). Mengembangkan Wacana. Intan Pariwara.

Renkema, Jan. (1993). Discourse Studies An Introductory Textbook. Amsterdam:John Benjamins Publishing

Oka & Suparno. (1994). Linguistik Umum. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Menurut Hasan Alwi, dkk (2000) wacana adalah rentetan kalimat berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Selaras dengan pendapat Fatimah Djajasudarma (1994) yang menyatakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang saling berkaitan dan menghubungkan proposisi satu dengan yang lain, sehingga membentuk proposisi yang berisi konsep dan kemudian membentuk pernyataan.

Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa persyaratan wacana agar dapat dihadirkan secara paripurna adalah wacana harus kohesi dan koherensif. Artinya, wacana harus ada keterpaduan antar unsur wacana sehingga membentuk makna yang serasi. Jadi, dengan adanya kohesi dan koherensi, maka wacana akan memiliki awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis. Contohnya seperti cerpen, novel, buku, surat, dsb.

Sumber Referensi:
Alwi, Hasan, dkk. (2000). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Djajasudarma, Fatimah. (1994). Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antar Unsur. Bandung: Eresco.

1 Like

Wacana menurut Djajasudarma (2012) merupakan satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan dan tulis. Hal tersebut selaras dengan pendapat Setiawati (2019) yang mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa lisan maupun tulis yang memiliki keterkaitan atau kesinambungan antarbagian (kohesi), keterpaduan (coherent), dan bermakna (meaningful) yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial.

Lebih lanjut, Setiawati (2019) menjelaskan persyaratan terbentuknya wacana adalah penggunaan bahasa, dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran) yang mempertimbangkan prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent). Dari penjelasan para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa persyaratan wacana yang baik adalah adanya kesinambungan, keutuhan, dan keterpaduan yang tinggi antar kalimat atau ujaran yang membentuk wacana tersebut. Dengan terpenuhinya persyaratan itu, maka informasi dalam wacana dapat tersampaikan dengan baik dan dimengerti oleh lawan bicara.

Referensi :
Djajasudarma, F. (2012). Wacana dan Pragmatik. Bandung: Refika Aditama.
Setiawati, E. & Rusmawati, R. (2019). Analisis Wacana: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Malang: UB Press.

1 Like

Wacana merupakan satuan bahasa paling lengkap dan tertinggi dibandingkan kalimat atau klausa. Wacana yang memiliki kohesi dan koherensi tinggi akan berkesinambungan dari awal hingga akhir sehingga terlihat aktual jika disampaikan melalui bahasa lisan atau tulis (Santhi, 2019). Dengan demikian, suatu wacana harus memenuhi beberapa persyaratan untuk memiliki keterbacaan yang tinggi. Persyaratan tersebut berhubungan dengan cara penyajian wacana baik secara lisan maupun tertulis. Berikut merupakan persyaratan wacana yang harus dipenuhi, antara lain:

  1. Adanya kohesi
    Dalam wacana, kohesi digunakan sebagai bentuk kepaduan secara struktural antarkalimat dalam sebuah paragraf yang saling berkaitan. Kepaduan tersebut memiliki kaitan erat dengan unsur-unsur kebahasaan. Sehingga kohesi merupakan kepaduan bentuk dan aspek formal bahasa. Aspek tersebut diantaranya pembentukan kata, frasa, klausa, dan kalimat. Oleh karena itu, kohesi wacana berkaitan dengan aspek sintaksis.
  2. Adanya koherensi
    Koherensi merupakan hubungan suatu wacana yang memiliki bentuk dan makna. Hubungan koherensi itu lekat dengan tataran makna yang menghubungkan suatu bagian wacana dengan wacana lain. Menurut Tarigan (2009) koherensi itu bergantung bagaimana pengarang dan pembaca dalam memahami teks wacana. Oleh karena itu, koherensi ini dapat diwujudkan dengan bantuan alat-alat kohesi. Walaupun demikian, sebuah wacana yang tidak kohesi belum tentu wacana tersebut tidak koherensi.
  3. Pemilihan tema, topik, dan judul
    Tema, topik, dan judul merupakan salah satu aspek wacana yang penting dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Apabila tema mengalami ketidakpastian sehingga wacana akan sulit dipahami dan berdampak pada topik dan judul pula. Diantara tiga aspek ini, tema merupakan aspek yang memiliki cakupan paling luas. Karena tema tersebut akan dipersempit dengan adanya topik tertentu dan topik ini akan dikhususkan dalam sebuah judul.

Referensi:
Guntur Tarigan, H. (2009). Pengajaran Wacana. PT. Angkasa.
Santhi, Meita Sandra. 2019. Mengembangkan Wacana. PT. Penerbit Intan Pariwara.

1 Like

Menurut Alwi et al (1998: 419), wacana adalah serentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan preposisi yang satu dengan preposisi yang lain yang membentuk kesatuan.
Wacana mempunyai unsur-unsur penting yaitu:
a. satuan bahasa
b. terlengkap/tertinggi/terbesar
c. di atas kalimat/klausa
d. kohesi dan koherensi tinggi
e. berkesinambungan
f. mempunyai awal dan akhir
g. lisan atau tulis.

Untuk menghadirkan suatu wacana yang paripurna harus diperlukan beberapa persyaratan. Menurut Renkema (1994:23) sebuah teks akan disebut sebagai wacana apabila memiliki tujuh persyaratan, yaitu kohesi, koherensi, intensionalitas (intentionality), keberterimaan (acceptability), informatif(informatioveness), situasional (situationality), dan intelektualitas. Sedangkan Oka dan Suparno (1994) menyebutkan jika wacana akan terbentuk bila memenuhi tiga syarat pokok, yakni topik, pengungkap topik, serta kohesi dan koherensi.

Dari beberapa syarat yang ada, kohesi dan koherensi merupakan syarat utama dalam menentukan kewacanaan. Hal tersebut dikarenakan sebuah wacana biasanya ditata serasi dan terdapat kepaduan antara satu unsur dengan unsur yang lain (kohesi), sehingga akan tercipta pengertian yang baik (koherensi).

Sumber:
Alwi et al. (1998). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Oka, I.G.N. dan Suparno. (1994). Linguistik Umum. Jakarta: Dirjen DIKTI

(Suryadi: 2010) Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks/wacana yang dapat mengungkapkan pikiran yang utuh secara linier.
(Wahyu Puji: 2019) Jika ada aturan dalam kalimat, tentu ada pula aturan dalam teks atau wacana. sebuah kalimat terikat karena kata-katanya. begitu juga pada teks atau wacana terikat menjadi satu kesatuan karena adanya ikatan antar kalimatnya. Wacana yang utuh dan antarkalimat mempunyai ikatan dengan baik maka kalimat itu koheren dan pengikat antarkalimat itu dinamakan tekstur. Tekstur adalah penghubung antar kalimat yang dapat menjadi sebuah wacana yang utuh. dalam membentuk wacana yang koheren, dibutuhkan reasoning agar menghasilkan wacana yang baik dan Utuh sesuai wacana itu juga memerlukan pedoman yang bernama tekstur. Hubungan secara formal saja yang tidak mampu dalam menganalisis sebuah wacana titik-titik kita juga memerlukan kontekstual kenyataan yang berada di luar bahasa itu titik dengan mengetahui keduanya maka penafsiran suatu wacana akan sempurna.

Daftar Pustaka
Astuti, W. P. (2019). BELAJAR WACANA KEBAHASAAN. Semarang: Penerbit Mutiara Aksara.
Suryadi, M. (2010). PERTALIAN ANALISIS SINTAKSIS PADA BENTUK WACANA BERTEKS JAWA. Journal of Linguistics and Education, 37-50.

Istilah wacana banyak digunakan oleh berbagai bidang ilmu pengetahuan mulai dari ilmu bahasa, psikologi, komunikasi, sastra, politik, sosiologi dan sebagainya. Meski demikian secara spesifik pengertian, definisi dan batasan wacana sangat beragam. Ialah perbedaan lingkup dan disiplin ilmu yang memakai istilah tersebut. Istilah wacana dipergunakan untuk mencakup bukan hanya percakapan ataupun obrolan melainkan juga pembicaraan di muka umum, tulisan serta upaya mencakup keempat tujuan penggunaan bahasa ekspresi diri, eksposisi, persuasi (Landsteen, 1976:III-2; Tarigan, 1985: 16-17) Secara luas wacana merupakan rentang ujaran yang berkesinambungan (urutan kalimat-kalimat individual). Wacana tidak hanya terdiri atas untaian ujaran atau kalimat yang secara gramatikal teratrapi (Carlson, 1983: xiii-xiv). Menurut beberapa ahli, beberapa pengertian wacana sendiri iyalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa. Dengan kata lain unit linguistik yang lebih besar daripada kalimat atau klausa, seperti halnya pertukaran percakapan atau teks tertulis. Secara singkat apa yang disebut teks bagi wacana adalah kalimat bagi ujaran atau utterance (Stubbs, 2983:10) Sedangkan menurut (Deese, 1984:72) wacana merupakan seperangkat preposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa berpaduan atau kohesi yang dapat dirasakan oleh pembaca ataupun penyimak. Kohesi sendiri harus muncul dari isi wacana tetapi banyak sekali rasa kepaduan yang dirasakan oleh penyimak ataupun pembaca yang mana harus muncul dari cara pengutaraan ataupun pengutaraan wacana itu sendiri. Dari beberapa pengertian yang dipaparkan oleh beberapa tersebut dapat kita simpulkan bahwa hal yang dapat memenuhi persyaratan an hadirnya teks wacana ialah wacana harus memiliki beberapa unsur sebagai berikut yakni satuan bahasa, lengkap, di atas kalimat atau klausa, kohesi, berkesinambungan atau kontinuitas, dan juga koherensi.

References

Badara, A. (2014). Analisis Wacana: Teori, Metode dan Penerapannya Pada Wacana Media. Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri.

Tarigan, H. G. (2021). Pengajaran Wacana. Bandung : Percetakan TITIAN ILMU.

Menurut Tarigan (dalam Djajasudarma, 1994:5), wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata. Menurut Kinneavy (dalam Supardo 1988:54) wacana pada umumnya adalah teks yang lengkap yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan yang tersusun oleh kalimat yang berkaitan, tidak harus selalu menampilkan isi yang koheren secara rasional.

Untuk mencapai wacana yang paripurna, langkah-langkah yang harus kita lakukan adalah kemampuan merangkai kalimat dan paragraf sehingga bertalian secara logis dan padu. Untuk mempertahankan kalimat dan paragraf agar tetap logis kita harus menggunakan kata hubung. Terdapat dua jenis kata hubung yaitu kata penghubung intrakalimat dan kata penghubung antarkalimat. Berikutnya, wacana adalah tiap paragraf-paragraf sebagai penyusun wacana memiliki keterkaitan yang dibahas. Sebuah wacana dikatakan lengkap apabila di dalamnya terdapat paragraf-paragraf yang menjadi inti dari suatu pembahasan yang diangkat dalam wacana tersebut secara lengkap untuk menunjuk pokok pikiran. Ciri-ciri paragraf penjelas yaitu berisi penjelasan-penjelasan berupa rincian, keterangan, dan contoh. Paragraf penjelas juga memerlukan kata penghubung, baik kata penghhubung antarkalimat maupun intrakalimat.

REFERENSI
Alwi, Hasan, dkk. (2010). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Idat, Fatimah Djajasudarma. 1994. Wacana Pemahaman dan Hubungan
Antarunsur. Bandung: PT Eresco.
Supardo, S. (1988). Bahasa Indonesia dalam Konteks. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Wacana dapat dikatakan baik setidaknya harus memperhatikan hubungan antarkalimat sehingga keterkaitan dan keruntutan dapat terpelihara. Menurut Elfina & Arkhan (2019: 192), wacana merupakan rekaman kebahasaan yang sempurna dari suatu komunikasi dan terbentuk dari relasi makna antara satu dengan yang lainnya.
Dengan demikian, wacana dikatakan tertinggi atau terbesar karena wacana dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnya (kohesi dan koherensi).
1. Kohesi
Kohesi dapat diartikan sebagai aspek formal bahasa dalam organisasi sintaksis, wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Menurut Anjani (2013: 289), kohesi secara struktural membentuk ikatan sintaktikal dan berkenaan dengan hubungan bentuk antara bagian-bagian dalam suatu wacana.
2. Koherensi
Menurut Nafiโ€™i (2015: 5), koherensi merupakan unsur isi dalam wacana sebagai organisasi semantik dan wadah gagasan-gagasan disusun dalam urutan yang logis untuk mencapai maksud dan tuturan dengan tepat

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persyaratan wacana yang wajib terpenuhi agar suatu wacana dapat dihadirkan secara paripurna yaitu tidak lepas dari adanya kohesi dan koherensi yang melekat pada wacana tersebut. Dengan kata lain, sebuah wacana dikatakan padu apabila mengandung aspek-aspek kohesif yang mendukung kekoherensian wacana. Kohesi diperlukan untuk memenuhi persyaratan gramatikal dalam wacana. Sedangkan koherensi merupakan persyaratan yang bersifat semantik substansional dalam wacana, atau persyaratan yang menuntut adanya ketersambungan maksud pada rangkaian kalimat atau ujaran.

Sumber referensi:
Anjani, E. A. (2013). Kohesi dan koherensi wacana stand up comedy Prancis dan Indonesia. Kawistara, 3(2), 288-299.

Elfiana, A., & Farkhan, M. (2019). Relasi Koherensi Wacana Tulis: Studi Kasus pada Editorial Koran The Jakarta Post. Buletin Al-Turas, 25(2), 191-208.

Harika, N. (2020). Wacana Bahasa Indonesia. OSF Journal, https://doi.org/10.31219/osf.io/3tx9b

Nafiโ€™I, W. (2015). Makna dalam wacana. Jurnal Arabia, 7(1), 1-21.