Persyaratan Wacana yang Perlu Diketahui

Perlu kita ketahui bersama bahwasannya pengertian dari sebuah wacana adalah satuan bahasa atau kalimat saling berkaitan, akibat dari saling berkaitan ini maka struktur kalimat itu menjadi berbed dengan waktu berdiri sendiri.

Sebenarnya dari pengertian wacana sudah diketahui bagaimana syarat wacana bisa terpenuhi agar dapat dihadirkan secara baik atau paripurna. Berdasarkan penelusuran dari beberapa artikel sebuah wacana dapat dikatakan baik syarat yang terpenuhi yaitu memperhatikan hubungan antarkalimat, sehingga terjadi keterkaitan atau kesinambungan antar kalimat (Widiatmoko, 2015). Dapat diartikan bahwa wacana yang paripurna adalah wacana yang harus memperhatikan kesinambungan antarkalimat, sehingga dapat memberikan keterkaitan antar kalimat.

Kemudian berdasarkan pandangan dari buku Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis karya Prof. Drs. M. Ramlan guru besar Fakultas Sastra UGM memberikan sebuah pernyataan bahwasannya syarat wacana agar mampu dihadirkan secara baik dapat saya simpulkan dalam penjabaran berikut (Ramlan, 2015)

  • Kohesi dan koherensi
  • Proporsional (keseimbangan makna antarkalimat)
  • Adanya sebuah tuturan
  • Topik tuturan

Sedangkan menurut penjelasan dari pendapat (Payuyasa, 2017) wacana yang disebut dengan paripurna adalah mempunyai susunan kalimat yang runtut, utuh, dan jelas kepada lawan bicaranya, sehingga tidak menimbulkan kerancuan dalam menyampaikan sebuah kalimat tuturan kepada lawan bicaranya.

Maka dapat disimpulkan syarat sebuah wacana yang baik menurut beberapa artikel dan literatur adalah adanya kohesi dan koherensi antarkalimat, sehingga terdapat kesinambungan antarkalimat dan tidak terjadi kerancuan persepsi, selain itu hubungan antarkalimat juga harus proporsional atau seimbang. Perlu diketahui juga bahwasannya penggunaan wacana yang baik digunakan supaya tidak terjadi kerancuan dalam tuturannya.

DAFTAR PUSTAKA

Payuyasa, I. N. (2017). Analisis Wacana Kritis Model Van Dijk Dalam Program Acara Mata Najwa di Metro TV. Jurnal Segara Widya, 5(November), 14–24. Analisis Wacana Kritis Model Van Dijk Dalam Program Acara Mata Najwa Di Metro Tv | Segara Widya : Jurnal Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Ramlan, M. (2005). Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono

Widiatmoko, W. (2015). ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI WACANA BERITA RUBRIK NASIONAL DI MAJALAH ONLINE DETIK. Jurnal Sastra Indo, 4(1), 1–12. View of ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI WACANA BERITA RUBRIK NASIONAL DI MAJALAH ONLINE DETIK

1 Like

Wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan didalamnya terdapat hirarki gramatikal terbesar. Sependapat dengan Busri (2018) bahwa wacana merupakan suatu unit kebahasaan yang lebih besar dari pada kalimat dan klausa, serta memiliki hubungan antara unit kebahasaan satu dengan lainnya.

Menurut Tarigan (2021) terdapat beberapa unsur penting dalam wacana yaitu ;
a. Satuan bahasa
b. Terlengkap dan terbesar/tertinggi
c. Di atas kalimat/ klausa
d. Teratur/ rapi/rasa koherensi
e. Berkesinambungan /kontinuitas
f. Rasa kohesi/ rasa kepaduan
g. Lisan dan tulis;serta
h. Awal dan akhir yang nyata

Dari beberapa unsur yang disebutkan, syarat wacana agar paripurna yaitu:

Adanya kohesi dan koherensi. Kohesi merupakan hubungan antara preposisi-preposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat-kalimat pembentuk wacana, sementara koherensi adalah keterkaitan antar preposisi dalam kalimat yang dinyatakan secara implisit atau hanya dapat dilihat pada kalimat yang mengungkapkannya (Alwi, 2010). Hubungan antara kohesi dan koherensi adalah saling terkait karena tidak membentuk wacana apabila untaian kalimat yang kohesif, tetapi tidak koheren.
Adanya topik juga dibutuhkan karena topik dapat digunakan sebagai inti pembicaraan atau pembahasan.
Pemilihan kata dalam wacana harus benar agar wacana tidak hanya kohesif, tetapi juga koheren. Sehingga referensi dan inreferensi (proses pemahaman pembaca untuk mengetahui makna wacana) juga diperlukan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa syarat wacana yang utama adalah kohesi dan koherensi, kemudian dilanjut dengan adanya topik, proposional, serta pemilihan kata dalam wacana atau referensi dan inreferensi yang diperlukan dalam wacana.

Referensi:
Alwi, H. dkk. (2010). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Busri, H. (2018). Linguistik Indonesia: pengantar memahami hakikat bahasa. Madani Media.

Taringan, H. (2021). Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa Bandung.

Dalam ilmu kebahasaan terdapat satu ilmu yang dapat dikatakan berada pada tataran tertinggi yaitu wacana. Pada setiap bidang bahasa memiliki persyaratan yang harus dipenuhi atau dipahami dengan baik sehingga dapat menghadirkan hasil yang baik pula, tak terkecuali wacana. Sebelum membahas mengenai persyaratan wacana, sebaiknya kita memahami apa yang dimaksud dengan wacana itu sendiri.

Syamsuddin berpendapat bahwa, “Pengertian dari wacana adalah sebagai rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur dan sistematis dalam satu kesatuan yang koheren, serta dibentuk dari unsur segmental maupun non-segmental bahasa” (2011: 7). Sementara Hartono (2012: 12), menjelaskan bahwa wacana adalah satuan kebahasaan yang memiliki unsur lengkap yang tersusun oleh kalimat-kalimat yang serasi, baik dalam hal pengertian maupun manifestasi fonetisnya.

Widiatmoko (2015: 2) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa penelitian yang baik harus bisa memperhatikan hubungan atau keterkaitan antarkalimat sehingga kalimat tersebut menjadi runtut. Hal tersebut didukung oleh Sumarlam (2003: 23) yang mengungkapkan bahwa sejalan dengan bahasa yang terdiri dari bentuk dan makna sehingga hubungan tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu kohesi (bentuk) dan koherensi (makna). Jadi dapat disimpulkan bahwa syarat agar suatu wacana dapat dihadirkan secara paripurna harus memperhatikan kesesuaian antarkalimat yaitu kohesi dan koherensi.

REFERENSI

Hartono, Bambang. (2012). Dasar-dasar Kajian Wacana. Pustaka Zaman.

Sumarlam. (2003). Analisis Wacana: Teori dan Praktik. Pustaka Cakra.

Syamsuddin, A. R. (2011). Studi Wacana: Teori-Analisis-Pengajaran. Geger Sunten.

Widiatmoko, Wisnu. (2015). Analisis Kohesi dan Koherensi Wacana Berita Rubrik Nasional di Majalah Online Detik. Jurnal Sastra Indonesia, 4(1), 1-12, ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI WACANA BERITA RUBRIK NASIONAL DI MAJALAH ONLINE DETIK.

1 Like

Sudaryat (2009 : 110) Wacana menurut istilah dalam bahasa Inggris yaitu discourse dan dalam bahasa Prancis yaitu le discours. Kata tersebut berasal dari discursus yang merupakan bahasa Yunani yang mempunyai arti “berlari ke sana ke mari”. Menurut pendapat Chaer (2012: 267), menjelaskan bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang lengkap dengan di dalamnya tedapat konsep, gagasan, pikiran, dan lain sebagainya yang dapat dipahami oleh pembaca. Selain itu, wacana menjadi satuan gramatikal tertinggi atau terbesar yang sebelumnya diduduki oleh kalimat. Kridalaksana (2008 : 259) memberikan definisi wacana menurutnya yaitu sebagai satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.

Menurut Oka dan Suparno (1994) terbentuknya suatu wacana apabila memenuhi tiga syarat pokok, yakni topik, tuturan pengungkap topik, serta kohesi dan koherensi. Baiknya dalam wacana yang harus mempunyai kohesi dan koherensi yang tinggi agar menjadi wacana yang utuh dan terbaca. Selain itu, wacana yang baik harus memiliki awal dan akhir yang nyata. Mulyana (2005 : 8) menjelaskan dalam analisis wacana, kata atau kalimat yang berposisi sebagai wacana disyaratkan mempunyai kelengkapan makna, informasi, dan konteks tuturan yang jelas dan mendukung. Disimpulkan bahwa dalam suatu wacana membutuhkan beberapa syarat, antara lain : topik, tuturan pengungkap topik, kohesi dan koherensi, kelengkapan makna, informasi, dan konteks tuturan yang jelas dan mendukung.

Sumber Referensi :

Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum . Jakarta: PT Rineka Cipta.

Mulyana Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja

Oka & Suparno. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sudaryat, Yayat. 2009. Makna dalam Wacana (Prinsip-prinsip Semantik dan. Pragmatik). Bandung: Yrama Widya.

1 Like

Lubis (1994:12) mendefinisikan bahwa wacana adalah kumpulan pernyataan-pernyataan yang ditulis, atau diucapkan, atau dikomunikasikan dengan menggunakan tanda-tanda.
Menurut Alwi (2000: 144) syarat terbentuknya sebuah wacana adalah kohesi dan koherensi yang mengharuskan adanya keterpaduan dan keterikatan. Syarat yang lain adalah topik yaitu sebuah gagasan atau bahasan yang nantinya akan diuraikan dalam sebuah wacana.
Sedangkan menurut Widowson (1978:22) wacana mempunyai dua hal penting, yaitu proposisi (sejajar dengan topik) artinya makna yang ingin dijabarkan dalam sebuah wacana harus seimbang, sehingga pembaca dapat memahami makna dari wacana tersebut. Yang kedua adalah tindak tutur (tuturan pengungkap topik) yaitu pengungkapan suatu gagasan atau bahasan (topik) yang dapat disampaikan berupa lisan ataupun tulis.

Referensi
Widdowson, H.G. (1978). Mengajar Bahasa sebagai Komunikasi (Oxford Applied Linguistics) (Edisi pertama). Pers Universitas Oxford.
Lubis. (1994). Filsafat Ilmu dan Penelitian. Bandung: Mandar Maju.
Alwi, Hasan, dkk. (2000). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

1 Like

Menurut Tarigan (2009:19) wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar berkedudukan di atas kalimat atau klausa dengan cirinya memiliki kohesi dan koherensi tinggi, berkesinambungan serta mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan dan tertulis.

Sehubungan dengan pernyataan tersebut, Kridalaksana (1984:208) mengungkapkan bahwa wacana dapat diartikan sebagai satuan bahasa terlengkap dalam hierarki satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.

Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa persyaratan wacana agar dapat dikatakan paripurna adalah memiliki unsur kohesi dan koherensi yang tinggi, pemilihan topik serta judul wacana yang baik. Sejalan dengan itu, Renkema (1994:23) menyebutkan ada tujuh persyaratan yang ada dalam suatu wacana, yaitu kohesi, koherensi, intensionalitas (intentionality), keberterimaan (acceptability), informatif (informatioveness), situasional (situationality), dan intelektualitas.

Referensi

Renkema, Jan. (1993). Discourse Studies An Introductory Textbook. Amsterdam:John Benjamins Publishing.

Tarigan, Henry Guntur. (2009). Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.

1 Like