Perbedaan Teori tentang Rumpun Bahasa Austronesia yang Dikemukakan Salzner dan Isore Dyen

Green and Orange Minimalist Watercolor Thank You Card (1)

Bahasa-bahasa yang termasuk ke dalam rumpun Austonesia dan rumpun Austro-Asiatik di daratan Asia Tenggara disinyalir memiliki pertalian yang bersama-sama membentuk sebuah mikrofilum yang disebut Austria (Keraf, 1984: 202). Menyoal hal tersebut, kita tentunya dihadapkan dengan berbagai teori yang dikemukakan oleh para ahli dari perspektif kebahasaan --lingusitik historis komparatif–. Salah dua dari para ahli tersebut ialah Salzner dan Isdore Dyen.

Menurut kamu, apa dan bagaimana perbedaan teori yang dikemukakan Salzner dan Isdore Dyen berkenaan dengan rumpun bahasa Austronesia?

Referensi:

Keraf, G. (1984). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia.

Setyawan, A. (2020). Sikap Bahasa Manusia Indonesia Sebagai Praktik Keberbahasaan Dalam Perspektif Ke-Austronesiaan*. Prosiding Seminar Nasional Arkeologi* (pp. 61-74). Bandung: Balai Arkeologi Jawa Barat. DOI:SIKAP BAHASA MANUSIA INDONESIA SEBAGAI PRAKTIK KEBERBAHASAAN DALAM PERSPEKTIF KE-AUSTRONESIAAN | Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat

Tanudirjo, D. A. (2019). Mempertanyakan Austronesia, Meneguhkan Identitas Indonesia. dalam Harry Widianto, Jejak Austronesia di Indonesia. Yogyakarta: UGM Pers.

5 Likes

Richard Salzner menyebut Rumpun Austronesia sebagai bagian dari suatu “kelompok” yang lebih besar yang disebutnya Rumpun Austris. Menurutnya, Rumpun Austris terdiri atas: (1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia); (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7) Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai. Kelompok Indonesia atau Austronesia menurut Salzner (1960) terdiri atas dua subkelompok, yaitu Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Subkelompok Indonesia Barat terdiri atas: (1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut, mencakup Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; dan (3) Indonesia Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, Muna-Buton, dan Bima-Sumba. Adapun Subkelompok Indonesia Timur terdiri atas: Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat. Jadi, Bima-Sumba yang digolongkan Esser (1938) dan juga Blust (2008 dan 2013) sebagai subkelompok yang lebih erat dengan kelompok bahasa Indonesia Timur lainnya, oleh Salzner digolongkan ke dalam Kelompok Indonesia Barat. Selain itu, Salzner (1960) membantah Esser (1938) tentang jumlah bahasa yang ada di Indonesia. Menurut Salzner (1960) bahasa daerah di Indonesia hanya berjumlah 96.

Sementara sumbangan pemikiran Isodore Dyen terhadap linguistik historis Austronesia dan Indonesia sebagai berikut. Pertama, dengan menelaah kembali karya Dempwolff, menyempurnakan dalam beberapa fonem proto yang direkonstruksi Dempwolff, misalnya PAN: Z, D, R, dan bunyi laringal dan penemuan beberapa fonem baru dalam bahasa Formusa. Kedua, melanjutkan usaha Dempwolff dengan membuat silsilah kekerabatan Rumpun Austronesia, mulai dari bahasa protonya, pengelompokan, serta perubahannya hingga menjadi bahasa-bahasa yang ada sekarang oleh bangsa-bangsa yang tersebar di seluruh kepulauan antara Benua Asia dan Australia. Pada tahun 1965, berdasarkan data pada 245 bahasa Austronesia dan analisis leksikostatistik, Isidore Dyen menyimpulkan bahwa keluarga bahasa Austronesia terdiri atas 15 cabang, yang kemudian kelima belas cabang tersebut menurunkan 40 kelompok dan paling banyak kelompok kecil di Melanesia. Tahun 1978, Dyen memodifikasi hasil analisis datanya, ia mengusulkan bahwa bahasa Austronesia terbagi menjadi dua, yaitu Kelompok Oseania dan Kelompok Non-Oseania (Collins, 1980). Dengan klasifikasi tersebut, ia menyatakan bahwa istilah Austronesia digunakan untuk semua anggota keluarga bahasa, sedangkan istilah Melayu-Polinesia mengacu pada sekelompok bahasa yang secara leksikostatistik terdefinisikan. Berdasarkan perhitungan leksikostatistik, Dyen (1965) membagi semua wilayah Austronesia menjadi 4 wilayah, yaitu (1) Barat: Indonesia, Serawak, Daratan Asia Tenggara, dan Madagaskar, (2) Barat Laut: Taiwan, Filipina, Kalimantan Utara, dan Brunei, (3) Utara dan Timur: Mikronesia dan Melanesia, dan (4) Tengah: Irian Timur dan Melanesia (Keraf, 1996). Ketiga, menentukan tanah asal rumpun Austronesia. Menurut Dyen (1971) berdasarkan hasil perhitungan leksikostatistik tanah asal rumpun Austronesia harus dicari di sekitar Papua dan Kepulauan Bismarck (Cheng-Tang Cheng, 2009). Di samping menggunakan leksikostatistik, ia juga menggunakan evidensi-evidensi tambahan sebagai kemungkinan yang perlu dipertimbangkan. Ia berpendapat bahwa penentuan tanah asal-usul penutur Austronesia ditentukan oleh perbedaan antara bahasa-bahasa yang ada.

Referensi
Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikirannya. Yogyakarta: Ruas Media.

1 Like

Perbedaan teori rumpun bahasa Austronesia menurut Salzner dan isdore Dyen yaitu:

Salzner adalah sarjana bahasa berkebangsaan Jerman. Kaitan dengan linguistik historis Austronesia dan Indonesia, Salzner memiliki kontribusi besar bagi pengelompokkan bahasa-bahasa di Indonesia seperti yang tertuang dalam bukunya berjudul Sprachenatlas des Indopazifischen Raumes tahun 1960. Dalam buku tersebut, Salzner menyebut Rumpun Austronesia sebagai bagian dari suatu “kelompok” yang lebih besar yang disebutnya Rumpun Austris. Menurutnya, Rumpun Austris terdiri atas, yaitu: (1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia); (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7) Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai.

Sedangkan menurut Isdore Dyen (1971) berdasarkan kajian leksikostastiknya, Dyen membagi rumpun bahasa Austronesia menjadi dua kelompok yaitu Melayu Polinesia dan Irian Timur Melanesia. Kemudian dalam bahasa Melayu Polinesia masih dipilah lagi menjadi tiga bagian yaitu Hesperonesia, Maluku, dan Heonesia. Bahasa-bahasa Indonesia Barat, Filipina, Formosa, Madagaskar ditempatkannya dalam kelompok Hesperonesia. Bahasa Bima di Sumbawa Timur, sejumlah bahasa di Flores, Timor, sumba, dan Maluku ditempatkannya dalam kelompok Maluku (Moluccan Linkage). Selanjutnya bahasa-bahasa Polinesia, Melanesia, dan Mikronesia dimasukkannya ke dalam ketompok Heonesia.

Sumber referensi :
Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). TOKOH LINGUISTIK HISTORIS INDONESIA DAN PEMIKIRANNYA. Yogyakarta: Ruas Media.
Mbete, A. M. (2016). SEKILAS TENTANG LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF .

1 Like

Adapun, berdasarkan perbandingan Leksikostatistik, Indore Dyen membagi bahasa-bahasa Austronesia atas (Keraf, 1984: 205):

  1. Bahasa-bahasa Irian Timur dan Melanesia
  2. Bahasa-bahasa Melayu-Polinesia
    Bahasa ini dibagi lagi atas tiga subkelompok, yaitu:

a. Bahasa-bahasa Hesperonesia (Bahasa-bahasa Indonesia Barat).
b. Bahasa-bahasa Maluku (mencakup bahasa-bahasa Maluku, Flores, dan Timor).
c. Bahasa-bahasa Heonesia (mencakup hulasa Polinesia dan Mikronesia)

Salzner menempatkan Austronesia Barat dan Oseania sebagai bahasa-bahasa yang sederajat, sementara Dyen menempatkan bahasa-bahasa Melanesia sederajat dengan bahasa-bahasa Melayu-Polinesia, Di pihak lain, Melayu-Polinesia membawahi tiga kelompok yang sederajat, yaitu Hespremeria (Bahasa-bahasa Indonesia Barat), Maluku dan Heonesia (Polinesia dan Mikronesia); demikian menurut Dyen. Salzner menempatkan Mikronesia sebagai bagian dari Melanesia (Keraf, 1984: 205).

Karena Dyen mempergunakan dasar yang seragam (kosa kata dasar) dan mengadakan komputasi secara leksikostatistik, maka hasil yang diperoleh tentu saja jauh lebih akurat dan meyakinkan. Prosentase kekerabatan yang lebih kecil antara dua bahasa kerabat menunjukkan bahwa bahasa-bahasa itu lebih dulu berpisah bila dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain yang prosentase kata kerabatnya lebih tinggi. Berdasarkan prosentase kekerabatan itulah Dyen mengadakan suatu pengelompokan lain dari yang sudah lazim, vaitu menempatkan bahasa-bahasa Melanesia sederajat dengan Melayu-Polinesia. Apa yang dikemukakan Dyen dapat diterima sejauh perkembangan bahasa-bahasa itu (divergensi) terjadi secara alamiah (Keraf, 1984: 206).

Ada peluang yang tidak kecil, bahwa rendahnya prosentase kata kerabat antara bahasa-bahasa Meilanesia di satu pihak dan bahasa-bahasa Melayu-Polinesia di pihak lain bukan terjadi karena perkembangan genetis (divergensi) yang terjadi jauh lebih dulu tetapi terjadi karena dilusi. Bila demikian halnya, maka pembagian bahasa Austronesia atas bahasa-hahasa Austronesia Barat (yang menurut istilah Dyen: Hesperonesia dan Maluku) dan Polinesia (Heonesia) yang lazim diterima haruslah tetap berlaku dengan catatan bahwa bahasa-bahasa Melanesia berpisah dari Polinesia karena pengaruh hahasa-bahasa Irian. Demikian pula halnya dengan bahasa-bahasa Maluku (Timor-Ambon). Sesuai dengan hipotesa yang “Indonesia sebagai Negeri Asal”, maka bahasa-bahasa Timor-Ambon sebenarnya merupakan bahasa Austronesia yang sudah dipengaruhi oleh unsur-unsur bahasa-bahasa Irian. Sehingga dalam garis besarnya pembagian lama tetap berlaku dengan catatan-catatan seperti dikemukakan di atas (Keraf, 1984: 206).

pengelompokan bahasa-bahasa Austronesia tetap mengikuti kerangka dasar Salzuer, yang akan dilengkapi dengan catatan-catatan yang diajukan oleh Dyen. Bahasa Austronesia dengan dasar yang demikian dapat dikelompokkan sebagai berikut.

  1. Bahasa-bahasa Austronesia Barat atau disebut juga bahasa-bahasa Indonesia atau bahasa-bahasa Melayu.
    a. Bahasa-bahasa Hesperonesia (Indonesia Barat).
    b. Bahasa-bahasa Indonesia Timur (Maluku).

  2. Bahasa-bahasa Austronesia Timur atau disebut juga bahasa-bahasa Oseania atau Bahasa-bahasa Polinesia (Keraf, 1984: 217-225).
    a. Bahasa-bahasa Heonesia (Polinesia dan Mikronesia)
    b. Bahasa-bahasa Melanesia (Melanesia dan Pantai Timur Irian).

Referensi

Keraf, G. (1984). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia.

1 Like

Menurut Burhanudin et al. (2021) Salzner memiliki peranan besar terkait dengan pengelompokkan bahasa-bahasa di Indonesia seperti yang tertuang dalam bukunya berjudul Sprachenatlas des Indopazifischen Raumes tahun 1960. Dalam buku tersebut, Salzner menyebut Rumpun Austronesia sebagai bagian dari suatu “kelompok” yang lebih besar yang disebutnya Rumpun Austris. Menurutnya, Rumpun Austris terdiri atas, yaitu: (1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia); (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7) Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai. Kelompok Indonesia atau Austronesia menurut Salzner (1960) terdiri atas dua subkelompok, yaitu Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Subkelompok Indonesia Barat terdiri atas: (1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut, mencakup Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; dan (3) Indonesia Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, Muna- Buton, dan Bima-Sumba. Adapun Subkelompok Indonesia Timur terdiri atas: Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat. Jadi, Bima-Sumba yang digolongkan Esser (1938) dan juga Blust (2008 dan 2013) sebagai subkelompok yang lebih erat dengan kelompok bahasa Indonesia Timur lainnya, oleh Salzner digolongkan ke dalam Kelompok Indonesia Barat. Selain itu, Salzner (1960) membantah Esser (1938) tentang jumlah bahasa yang ada di Indonesia. Menurut Salzner (1960), menyatakan bahwa bahasa daerah di Indonesia hanya berjumlah 96. Salah satu karya Richard Salzner adalah Sprachenatlas des Indopazifischen Raumes yang dipublikasi tahun 1960.

Menurut Burhanudin et al. (2021), Sekitar 1930-an Isdore Dyen memusatkan perhatiannya kepada bahasa Melayu tahun 1948 ketika sudah di Yale University kemudian menjadi Profesor Perbandingan Bahasa Melayu-Polinesia yang sekarang dikenal Rumpun Austronesia. Sumbangan pemikiran Isodore Dyen terhadap linguistik historis AN dan Indonesia antara lain (1) dengan menelaah kembali karya Dempwolff, menyempurnakan dalam beberapa fonem proto yang direkonstruksi Dempwolff, misalnya PAN: *Z, *D, *R, dan bunyi laringal dan penemuan beberapa fonem baru dalam bahasa Formusa. Untuk tujuan ini, pertama-tama, Dyen (1947a) menyarankan agar etimon *Duva yang direkonstruksi Dempwolff diubah menjadi Dewha ‘dua’. Seperti dikutip dalam Blust (2013), pada awalnya Dyen memperkenalkan ortografi secara tipografi untuk memudahkan rekonstruksi AN termasuk perubahan simbol meskipun sebagian besar simbol lain Dempwolff tetap dipertahankan. Perubahan ortografis Dempwolff yang berkaitan dengan bunyi /-‘/, /g/, /’-/, /’/, dan /h/ masing-masing pada tahun 1947, 1949, 1949, 1951, dan 1951 secara berturut-turut diubah menjadi /h/, /j/, /?/, /h/, dan /h/. Bunyi /-‘/ oleh Dyen (1949) kemudian diubah kembali menjadi /ø/. Di samping itu, dalam beberapa hal, Isidore Dyen tidak mengubah jumlah tetapi mengubah lambang bunyi /e/ pepet > /e/, bunyi /d/ > /D/, bunyi /d/ pada posisi awal dan tengah menjadi /z/, bunyi /g/ pada posisi tengah dan akhir menjadi /j/, bunyi /j/ dan pada posisi awal dan tengah menjadi /aj/ pada posisi akhir menjadi /y/, bunyi /k/ pada posisi awal dan tengah menjadi /c/, bunyi /l/ > /r/, bunyi /t/ pada posisi awal dan tengah menjadi T, bunyi /w/ menjadi bunyi /w/ dan /Z/ karena masing-masing memiliki realisasi yang berbeda pada masing-masing posisi, sedangkan bunyi /nd/ > /nD/. (2) Pada tahun 1965, berdasarkan data pada 245 bahasa AN dan analisis leksikostatistik, Isidore Dyen menyimpulkan bahwa keluarga bahasa AN terdiri atas 15 cabang, yang kemudian kelima belas cabang tersebut menurunkan 40 kelompok dan paling banyak kelompok kecil di Melanesia. Tahun 1978, Dyen memodifikasi hasil analisis datanya, ia mengusulkan bahwa bahasa AN terbagi menjadi dua, yaitu Kelompok Oseania dan Kelompok Non-Oseania (Collins, 1980). Dengan klasifikasi tersebut, ia menyatakan bahwa istilah AN digunakan untuk semua anggota keluarga bahasa sedangkan istilah Melayu-Polinesia mengacu pada sekelompok bahasa yang secara leksikostatistik terdefinisikan. Menurutnya, AN terdiri atas 15 subkeluarga: Atayal, Melayu Polinesia, Biga, Sarmi, Teluk Cenderawasih, Holandia, Carolina, Hassim, Uvolik, Buka, Choseul, New Georgia, Layalty, New Kaledonia Utara, dan New Kaledonia Selatan. Lalu, secara keseluruhan 10 subkeluarga tersebut terbagi dalam 40 kelompok. (3) Menentukan tanah asal rumpun Austronesia. Menurut Dyen (1971) berdasarkan hasil perhitungan leksikostatistik tanah asal rumpun AN harus dicari di sekitar Papua dan Kepulauan Bismarck (Cheng- Tang Cheng, 2009). Di samping menggunakan leksikostatistik, ia juga menggunakan evidensi-evidensi tambahan sebagai kemungkinan yang perlu dipertimbangkan. Ia berpendapat bahwa penentuan tanah asal-usul penutur AN ditentukan oleh perbedaan antara bahasa-bahasa yang ada. Berdasarkan hasil leksikostatistik, Dyen mengajukan empat tanah asal AN, yaitu (1) Melanesia dan Irian Timur, (2) sebelah Barat Irian, (3) Formusa, dan (4) Mentawai sekitarnya. Penentuan Wilayah Melanesia sebagai tanah asal karena tingginya keberagaman, sehingga menurutnya diversifikasi tersebut disimpulkan ada migrasi awal dari bahasa yang mapan di pantai Utara Irian, di Daerah Nassim dan di Pulau-pulau di dekatnya, New Kaledonia, Kepulauan Loyalty dan Hew Hebrida, yang urut-urutannya tidak jelas. Melalui hipotesis ini diperkirakan gerakan migrasi yang masuk ke Indonesia terjadi dari dua penjuru yang mungkin terjadi dalam waktu yang bersamaan. Yang pertama lewat Indonesia bagian timur hingga Flores. Yang lain mungkin lewat Palau dan atau Guam, bermukim di Sulawesi Utara dan juga Kalimantan dan Mindanau Selatan. Bahasa Gorontalo mungkin penutur yang kemudian di Sulawesi Utara yang datang dari arah Filipina. Serupa dengan itu, bahasa Murut dan bahasa Dusun di Kalimantan Utara ialah penutur yang datang dari arah kelompok bahasa Filipina di Formusa merupakan gelombang migrasi awal, begitu juga dengan bahasa Toba diperkirakan dari Formusa melalui Filipina. Dari daerah-daerah tersebut kemudian menyebar ke pulau-pulau atau daerah-daerah di sekitarnya.

Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikirannya . Yogyakarta: Ruas Media.

1 Like

Salzner menyebutkan bahwa Rumpun Austronesia sebagai bagian dari suatu “kelompok” yang lebih besar yang disebutnya Rumpun Austris. Menurutnya, Rumpun Austris terdiri atas (1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia); (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7) Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai. Kelompok Indonesia atau Austronesia menurut Salzner (1960) terdiri atas dua subkelompok, yaitu Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Subkelompok Indonesia Barat terdiri atas: (1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut, mencakup Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; dan (3) Indonesia Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, MunaButon, dan Bima-Sumba. Adapun Subkelompok Indonesia Timur terdiri atas: Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat. Jadi, Bima-Sumba yang digolongkan Esser (1938) dan juga Blust (2008 dan 2013) sebagai subkelompok yang lebih erat dengan kelompok bahasa Indonesia Timur lainnya, oleh Salzner digolongkan ke dalam Kelompok Indonesia Barat. Selain itu, Salzner (1960) membantah Esser (1938) tentang jumlah bahasa yang ada di Indonesia. Menurut Salzner (1960), menyatakan bahwa bahasa daerah di Indonesia hanya berjumlah 96.

Kemudian berdasarkan hasil leksikostatistik, Dyen mengajukan empat tanah asal AN, yaitu (1) Melanesia dan Irian Timur, (2) sebelah Barat Irian, (3) Formusa, dan (4) Mentawai sekitarnya. Penentuan Wilayah Melanesia sebagai tanah asal karena tingginya keberagaman, sehingga menurutnya diversifikasi tersebut disimpulkan ada migrasi awal dari bahasa yang mapan di pantai Utara Irian, di Daerah Nassim dan di Pulau-pulau di dekatnya, New Kaledonia, Kepulauan Loyalty dan Hew Hebrida, yang urut-urutannya tidak jelas.

Referensi:
Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikirannya. Yogyakarta: Ruas Media.

1 Like

Perbedaan teori rumpun bahasa Austronesia menurut Salzner dan Isdore Dyen yakni:

Richad Salzner adalah tokoh yang memiliki kontribusi dalam pengelompokkan bahasa-bahasa di Indonesia. Salzner menyebut Rumpun Austronesia sebagai bagian dari suatu “kelompok” yang lebih besar yang disebutnya Rumpun Austris. Menurutnya, Rumpun Austris terdiri atas, yaitu: (1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia); (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7) Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai. Kelompok Indonesia atau Austronesia menurut Salzner (1960) terdiri atas dua subkelompok, yaitu Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Subkelompok Indonesia Barat terdiri atas: (1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut, mencakup Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; dan (3) Indonesia Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, MunaButon, dan Bima-Sumba. Adapun Subkelompok Indonesia Timur terdiri atas: Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat. Salzner membatah Esser mengenai jumlah bahasa di Indonesia, Salzner mengatakan bahwa jumlah bahasa di Indonesia berjumlah 96.

Isdore Dyen adalah tokoh linguis Amerika Serikat, Ia yang memulai karirnya sebagai komparatifis telah menulis disertasi tentang Tatabahasa Bahasa Sansekerta di University of Pennsylvania tahun 1939 (Blust, 2013). Teori Dyen sendiri dibedakan menjadi 2 yakni Migrasi berdasarkan Leksikostatistik dan Migrasi berdasarkan Evidensi Tambahan. Berdasarkan perhitungan leksikostatistik, Dyen membagi seluruh wilayah bahasa Austronesia atas empat wilayah, yaitu: 1) wilayah barat, yang meliputi Indonesia, Serawak, daratan Asia Tenggara, dan Madagaskar; 2) wilayah barat laut, yang meliputi Taiwan, Filipina, Kalimantan Utara, dan Brunei; 3) Utara dan Timur, yang meliputi Mikronesia dan Polinesia; dan 4) Wilayah Tengah meliputi daerah Irian Timur dan Melanesia.

Referensi

Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikirannya. Yogyakarta: Ruas Media.

1 Like

Berkenaan dengan rumpun bahasa Austronesia, perbedaan teori yang menonjol antara Salzner dan Isdore Dyen yakni pada pengelompokkan bahasa Austronesia. Salzner mengkategorikan rumpun Austronesia sebagai bagian dari Austris, sedangkan Isdore Dyne berdasarkan kajian leksikostatistiknya mengemukakan bahwa rumpun Austronesia terbagi menjadi rumpun Melayu Polinesia dan rumpun Irian Timur Melanesia. Salzner menempatkan Austronesia Barat serta Oseania sebagai bahasa-bahasa yang sederajat, sementara Dyen menempatkan bahasa-bahasa Melanesia sederajat dengan bahasa Melayu-Polinesia. Di lain sisi, Melayu-Polinesia membawahi tiga kelompok yang sederajat, yaitu Hespremeria (Bahasa-bahasa Indonesia Barat), Maluku, serta Heonesia (Polinesia dan Mikronesia), sedangkan Salzner menempatkan Mikronesia bagian dari Melanesia (Keraf, 1984).

Perbedaan pada proses perumusan teori terletak pada dasar yang digunakan Isdore Dyen seragam yakni menggunakan kosakata dasar kemudian dikomputasi menggunakan kajian leksikostatistik sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat. Dyen juga menggunakan prosentasi kekerabatan untuk mengelompokkan bahasa dan menghasilkan bahasa-bahasa Melanesia sederajat dengan bahasa Melayu-Polinesia (Keraf, 1984). Selain itu, Isdore Dyen menelaah kembali karya Dempwolff, menyempurnakan dalam beberapa fonem proto yang direkonstruksi Dempwolff, membuat silsilah kekerabatan Rumpun AN, mulai dari bahasa protonya, pengelompokan, serta perubahannya hingga menjadi bahasa-bahasa yang ada sekarang. Dyen juga berpendapat bahasa-bahasa Formusa merupakan anggota dari Subrumpun Melayu-Polinesia Barat yang disebutnya Hesperonesia dan berkerabat dekat dengan bahasa Filipina sedangkan sebagian besar ahli linguistik historis AN menempatkannya sebagai kelompok yang terpisah (Burhanuddin, 2021).

Namun perbedaan teori antara Salzner dan Isdore Dyen menghasilkan temuan yang dijadikan dasar pengelompokkan rumpun bahasa Austronesia dengan mengkolaborasikan kedua pendapat. Bahasa Austronesia tetap mengikuti kerangka dasar Salzuer, yang akan dilengkapi dengan catatan-catatan yang diajukan oleh Dyen.

Referensi

Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikirannya. Yogyakarta: Ruas Media.

Keraf, G. (1984). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia.

1 Like

Indore Dyen membagi bahasa-bahasa Austronesia atas (Keraf, 1984: 205):

  1. Bahasa-bahasa Irian Timur dan Melanesia
  2. Bahasa-bahasa Melayu-Polinesia
    Bahasa ini dibagi lagi atas tiga subkelompok, yaitu:
    a. Bahasa-bahasa Hesperonesia (Bahasa-bahasa Indonesia Barat).
    b. Bahasa-bahasa Maluku (mencakup bahasa-bahasa Maluku, Flores, dan Timor).
    c. Bahasa-bahasa Heonesia (mencakup hulasa Polinesia dan Mikronesia)

Tampak bahwa dalam pengelompokan yang besar ini sudah terdapat perbedaan yang tidak kecil mengenai cabang-cabang utama tersebut, walaupun mungkin anggota-anggota tiap kelompok tetap sama. Salzner menempatkan Austronesia Barat dan Oseania sebagai bahasa-bahasa yang sederajat, sementara Dyen menempatkan bahasa-bahasa Melanesia sederajat dengan bahasa-bahasa Melayu-Polinesia, Di pihak lain, Melayu-Polinesia membawahi tiga kelompok yang sederajat, yaitu Hespremeria (Bahasa-bahasa Indonesia Barat), Maluku dan Heonesia (Polinesia dan Mikronesia); demikian menurut Dyen. Salzner menempatkan Mikronesia sebagai bagian dari Melanesia (Keraf, 1984: 205).

Sumber: Keraf, G. (1984). Linguistik Bandingan Historis . Jakarta: Gramedia.

1 Like

Salzner atau Rochard Salzner menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Sprachenatlas des Indopazifschen Raumes tahun 1960 bahwa Rumpun Austronesia merupakan bagian dari suatu “kelompok” yang lebih besar yang disebut Rumpun Austris :
(1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia); (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7) Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai.

Kelompok Austronesia atau Indonesia dibagi menjadi dua bagian yaitu Indonesia barat dan Indonesia Timur. Kelompok Indonesia Barat : 1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut, mencakup Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; dan (3) Indonesia Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, Muna- Buton, dan Bima-Sumba. Sedangkan kelompok Indonesia Timur : Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat.

Teori di atas berbeda dengan teori Rumpun Bahasa Austronesia yang dikemukakan oleh Isdore Dyen. Keraf (dalam Burhanuddin, 2021) menjelaskan bahwa Dyen melakukan perhitungan leksikostatistik yang membagi wilayah Austronesia menjadi 4 wilayah, yaitu (1) Barat: Indonesia, Serawak, Daratan Asia Tenggara, dan Madagaskar, (2) Barat Laut: Taiwan, Filipina, Kalimantan Utara, dan Brunei, (3) Utara dan Timur : Mikronesia dan Melanesia, dan (4) Tengah: Irian Timur dan Melanesia.

Referensi
Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikirannya. Yogyakarta: Ruas Media.

1 Like

Firmansyah, dkk (2018) menyatakan bahwa rumpun bahasa Melayu ialah bahasa Indonesia, bahasa Melayu Brunei, bahasa Melayu Malaysia, dan bahasa Melayu Singapura. Keempat bahasa dari negara tersebut dapat dikatakan juga sebagai satu kelompok rumpun bahasa yang disebut Austronesia. Maka dari itu, terdapat kosakata yang sama dalam pelafalan antara bahasa Melayu Malaysia dengan bahasa Indonesia.

Mengenai bahasa Austronesia, terdapat dua ahli yakni Richard Salzner dan Isidore Dyen memiliki teori pendapat yang berbeda.

Menurut Salzner, bahasa Austronesia juga disebut sebagai “Rumpun Austris” yang terdiri dari: (1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia); (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7) Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai.

Burhanuddin, dkk (2021) menjelaskan bahwa Salzner membagi kelompok Indonesia dan Austronesia menjadi dua yakni Indonesia barat dan Timur. Bagian Indonesia Barat terdiri atas: (1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut, mencakup Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; dan (3) Indonesia Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, Muna-Buton, dan Bima-Sumba. Sedangkan, bagian Indonesia Timur terdiri atas: Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat. Selain itu, Salzner juga mengungkapkan bahwa bahasa di Indonesia hanya berjumlah 96 bahasa saja.

Dilain sisi, terdapat juga pendapat dari Isidore Dyen. Dyen menerangkan mengenai rumpun bahasa Austronesia dengan menggunakan kajian leksikostatistik miliknya dan membagi kelompok Austronesia menjadi dua yakni Kelompok Oseania dan Kelompok Non-Oseania.

Dyen juga membagi daerah wilayah Austronesia menjadi 4 yang terdiri atas: (1) Barat: Indonesia, Serawak, Daratan Asia Tenggara, dan Madagaskar, (2) Barat Laut: Taiwan, Filipina, Kalimantan Utara, dan Brunei, (3) Utara dan Timur: Mikronesia dan Melanesia, dan (4) Tengah: Irian Timur dan Melanesia.

Berdasarkan hasil leksikostatistik, Dyen mengajukan empat tanah asal Austronesia, yaitu (1) Melanesia dan Irian Timur, (2) sebelah Barat Irian, (3) Formusa, dan (4) Mentawai sekitarnya.

REFERENSI

Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikirannya. Yogyakarta: Ruas Media.

Firmansyah, Romi, dkk. 2018. PERBANDINGAN KAJIAN SEMANTIK RUMPUN BAHASA MELAYU. Parole, 1(3), 435-440

1 Like

Izin menanggapi terkait dengan perbedaan antara teori Salzner dan Dyen dalam hal rumpun bahasa Austronesia.

Menurut Salzner rumpun bahasa Austronesia dibedakan menjadi dua, yaitu Austronesia Barat dan Oseania sebagai bahasa-bahasa yang sederajat. Salzner juga menyebutkan bahwa rumpun Austronesia ini dapat disebut dengan istilah rumpun Austris. Rumpun ini terdapat 10 kelompok yang tergabung sebagai rumpun Austris, yaitu (1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia); (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7) Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai.

Menurut Dyen rumpun bahasa yang tegabung dalam Austronesia jika dilihat dari diagram kekerabatan dapat dibedakan atas dua cabang primer, yaitu kelompok bahasa Formosa dan Melayo-Polinesia. Di dalam penelusuran lebih lanjut kelompok tersebut dibagi lagi menjadi subkelompok bahasa Oceania dan Non-Oceania. Beliau juga membagi daerah wilayah bahasa Austronesia menjadi 4 bagian, yaitu: (1) Barat: Indonesia, Serawak, Daratan Asia Tenggara, dan Madagaskar, (2) Barat Laut: Taiwan, Filipina, Kalimantan Utara, dan Brunei, (3) Utara dan Timur: Mikronesia dan Melanesia, dan (4) Tengah: Irian Timur dan Melanesia. Untuk hasil leksikostatistik, Dyen mengajukan empat tanah asal Austronesia, yaitu (1) Melanesia dan Irian Timur, (2) sebelah Barat Irian, (3) Formusa, dan (4) Mentawai sekitarnya. Contoh diagram kekerabatan rumpun bahasa Austronesia.
AN

Formosa MP

NOC		OC

Untuk penjelasannya AN merupakan rumpun bahasa Austronesia dan MP ialah simpai bipartit primer kelompok bahasa Melayu-Polinesia. Formosa merupakan simpai bipartit primer kelompok bahasa Formosa. OC merupakan simpai bipartit sekunder subkelompok bahasa Oceania. NOC merupakan simpai bipartit sekunder subkelompok bahasa Non-Oceania.

Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). TOKOH LINGUISTIK HISTORIS INDONESIA DAN PEMIKIRANNYA. Yogyakarta: Ruas Media.

Dyen, Isidore. 1982. The Present Status of Some Austronesian Subgrouping Hypothesis. In A. Halim et.al (Eds.). Paper from the TICAL. PL Series C, No 75, Vol. 2:31-35.

1 Like

Richard Salzner menuangkan pendapatnya mengenai rumpun bahasa Austronesia dalam bukunya yang berjudul Sprachenatlas des Indopazifischen Raumes (1960). Dalam buku tersebut, Salzner berpendapat bahwa Rumpun Austronesia merupakan bagian dari suatu “kelompok” yang lebih besar yang disebutnya sebagai Rumpun Austris. Menurutnya, Rumpun Austris terdiri atas 10 bagian yakni sebagai berikut.

  • Austroasiatis;
  • Indonesia (Austronesia);
  • Melanesia (Oseania);
  • Polinesia;
  • Halmahera Utara;
  • Papua;
  • Australia;
  • Andaman;
  • Malaka;
  • Kadai.

Kemudian untuk kelompok Indonesia atau Austronesia sendiri menurut Salzner (1960) terdiri atas dua subkelompok, yaitu Indonesia Barat dan Indonesia Timur.

Subkelompok Indonesia Barat terdiri atas:

  • Malagasi;
  • Indonesia Barat-Laut mencakup Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa;
  • Indonesia Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, Muna-Buton, dan Bima-Sumba.

Adapun Subkelompok Indonesia Timur terdiri atas:

  • Ambon-Timor,
  • Sula-Bacan,
  • Halmahera Selatan-Papua Barat.

Hal tersebut berbeda dengan pendapat Isidore Dyen (1965) membagi semua wilayah Austronesia (AN) menjadi 4 wilayah (Keraf, 1996), yakni sebagai berikut.

  • Barat: Indonesia, Serawak, Daratan Asia Tenggara, dan Madagaskar,
  • Barat Laut: Taiwan, Filipina, Kalimantan Utara, dan Brunei,
  • Utara dan Timur: Mikronesia dan Melanesia,
  • Tengah: Irian Timur dan Melanesia.

Pada tahun 1965, berdasarkan data pada 245 bahasa AN dan analisis leksikostatistik, Dyen menyimpulkan bahwa keluarga bahasa AN terdiri dari 15 cabang, yang kemudian menurunkan 40 kelompok dan yang paling banyak adalah kelompok kecil di Melanesia. Pada tahun 1978, Dyen memodifikasi hasil analisis datanya, ia mengusulkan bahwa bahasa AN terbagi menjadi dua, yaitu Kelompok Oseania dan Kelompok Non-Oseania (Collins, 1980). Dengan klasifikasi tersebut, ia menyatakan bahwa istilah AN digunakan untuk semua anggota keluarga bahasa sedangkan istilah Melayu-Polinesia mengacu pada sekelompok bahasa yang secara leksikostatistik terdefinisikan. Menurut Dyen, AN terdiri atas 15 subkeluarga: Atayal, Melayu Polinesia, Biga, Sarmi, Teluk Cenderawasih, Holandia, Carolina, Hassim, Uvolik, Buka, Choseul, New Georgia, Layalty, New Kaledonia Utara, dan New Kaledonia Selatan. Lalu, secara keseluruhan 10 subkeluarga tersebut terbagi lagi ke dalam 40 kelompok.

Dyen (1971) menentukan tanah asal rumpun Austronesia berdasarkan hasil perhitungan leksikostatistik. Ia berpendapat bahwa asal rumpun AN ini harus dicari di sekitar Papua dan Kepulauan Bismarck (Cheng-Tang Cheng, 2009). Kemudian berdasarkan hasil leksikostatistik, Dyen mengajukan empat tanah asal AN, yaitu sebagai berikut.

  • Melanesia dan Irian Timur,
  • Sebelah Barat Irian,
  • Formusa,
  • Mentawai sekitarnya.

Di samping menggunakan leksikostatistik, ia juga menggunakan bukti-bukti nyata (evidensi-evidensi) tambahan sebagai kemungkinan yang perlu dipertimbangkan. Menurutnya, penentuan tanah asal-usul penutur AN ditentukan oleh perbedaan antara bahasa-bahasa yang ada. Penentuan tanah asal harus dicari di wilayah yang memiliki banyak bahasa dengan perbedaan besar karena kelompok bahasa yang berbeda-beda tidak akan bermigrasi bersama-sama ke daerah yang sama dan perbedaan antarbahasa tersebut terjadi sedikit demi sedikit sehingga menjadi berbeda dengan tanah asalnya. Teori migrasi semacam ini menurut Isidore Dyen akan menjadi lemah apabila terdapat beberapa tempat yang menunjukkan gejala serupa.

Referensi:
Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikirannya. Yogyakarta: Ruas Media.
Keraf, G. (1984). Linguistik Bandingan Historis . Jakarta: Gramedia.

1 Like

Menurut Dyen (dalam Marsono, 2018) rumpun bahasa Austronesia yaitu sebagian bahasa Nusantara yang kecil-kecil sudah punah, sedangkan bahasa Nusantara yang didukung oleh jumlah penutur yang besar dan mempunyai sejarah budaya yang cukup tua, bahasa-bahasa itu tetap terpakai. Adapun bahasa Nusantara yang masih tetap terpakai di antaranya Jawa, Sunda, Melayu, Madura, Bugis/Makassar, Minangkabau, Batak, Bali, Aceh, dan Sasak. Dyen (dalam Mbete) melakukan pengelompokkan percabangan dengan dwipilah. Berdasarkan perbandingan leksikostatikstinya. Isore Dyen membagi bahasa-bahasa Austronesia menjadi berpola tripilah yaitu Proto-Austronesia menjadi atas bahasa-bahasa Irian Timur-Melanesia dan bahasa-bahasa Melayu-Polinesia yang dibagi menjadi 3 yaitu Hesperonesia, Maluku, dan Heonesia. Menurut Salzner, bahasa Austronesia juga disebut sebagai “Rumpun Austris” yang terdiri dari: (1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia); (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7) Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai.

Dalam bukunya, Salzner membagi rumpun bahasa-bahasa Austronesia dalam dua sub-rumpun sebar yaitu bahasa-bahasa Indonesia (Austronesia Barat, atau disebut juga bahasa-bahasa Melayu) dan bahasa-bahasa Oseania (Austronesia Timur atau disebut juga bahasa-bahasa Polinesia. Salzner menempatkan Austronesia Barat dan Oseania sebagai bahasa-bahasa yang sederajat, sementara Dyen menempatkan bahasa-bahasa Melanesia sederajat dengan bahasa-bahasa Melayu-Polinesia, Di pihak lain, Melayu Polinesia membawahi tiga kelompok yang sederajat, yaitu Hespremeria (Bahasa-bahasa Indonesia Barat), Maluku, dan Heonesia (Polinesia dan Mikronesia); demikian menurut Dyen. Salzner menempatkan Mikronesia sebagai bagian dari Melanesia (Keraf, 1984: 205). Pengelompokan bahasa-bahasa Austronesia tetap mengikuti kerangka dasar Salzner, yang akan dilengkapi dengan catatan-catatan yang diajukan oleh Dyen.

Referensi
Marsono. (2018). Morfologi Bahas Indonesia dan Nusantara. Yogyakarta: UGM Press.
Mbete, A. M. (2016). SEKILAS TENTANG LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF

1 Like

Teori Tentang Rumpun Bhasa Austronesia (Salzner)

  1. Bahasa-bahasa Indonesia (Autronesia Barat atau disebut juga bahasa-bahasa Melayu)
  2. Bahasa-bahasa Oseania (Austronesia Timur atau disebut juga bahasa-bahasa Polinesia) yang biasanya dibagi lagi atas : bahasa-bahasa polinesia dan bahasa-bahasa Melanesia.
    Salzner menyebut Rumpun Austronesia sebagai bagian dari suatu “kelompok” yang lebih besar yang disebutnya Rumpun Austris. Menurutnya, Rumpun Austris terdiri atas, yaitu: (1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia); (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7) Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai. Kelompok Indonesia atau Austronesia menurut Salzner (1960) terdiri atas dua subkelompok, yaitu Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Subkelompok Indonesia Barat terdiri atas: (1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut, mencakup Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; dan (3) Indonesia Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, MunaButon, dan Bima-Sumba. Adapun Subkelompok Indonesia Timur terdiri atas: Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat. Jadi, Bima-Sumba yang digolongkan Esser (1938) dan juga Blust (2008 dan 2013) sebagai subkelompok yang lebih erat dengan kelompok bahasa Indonesia Timur lainnya, oleh Salzner digolongkan ke dalam Kelompok Indonesia Barat. Selain itu, Salzner (1960) membantah Esser (1938) tentang jumlah bahasa yang ada di Indonesia. Menurut Salzner (1960), menyatakan bahwa bahasa daerah di Indonesia hanya berjumlah 96. Salah satu karya Richard Salzner adalah Sprachenatlas des Indopazifischen Raumes yang dipublikasi tahun 1960.

Teori Tentang Rumpun Bhasa Austronesia ( Dyen)

Dyen (1965) telah melakukan suatu penelitian yang mencakup dua ratus empat puluh lima bahasa Autronesia. Dyen mengelompokkan bahasa Autronesia menjadi dua kelompok besar. Dyen memilih bahasa Austronesia dengan pola dua kelompok yaitu kelompok MelayuPolinesia dan Irian Timur-Melanesia. Pada tahapan kedua, dyen membagi masing-masing kelompok itu berdasarkan pola tripilah. Pola tripilah ini bisa dilihat pada pengelompokan Melayu Polinesia menjadi kelompok Hespersonesia, Maluku dan Heonesia. Kemudian kelompok Sula-Bacan, Ambon Timur, dan Halmahera Selatan-Irian Barat. Dyen membagi wilayah bahasa Austronesia atas empat wilayah. Pada wilayah barat, bahasa Austronesia meliputi Indonesia, Serawak, daratan Asia Tenggara, dan Madagaskar.

Sumber :
Burhanudin. (2021). Tokoh Linguistik Historis dan Pemikirannya. Yogyakarta: Ruas Media.
Hilmi. (2017). Leksikostatistik Bahasa (Sasambo) Bahasa Sasak, Bahasa Sumbawa/Samawa, Dan Bahasa Bima/Mbojo. Kajian Linguistik Komparatif, 166-167.
Nastiti, D. (2014). Analisis Kesamaan Rumpun Bahasa Bi Dan Malagasi Sebagai Alat Bantu Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (Bipa). Mabasan, 2-3.

1 Like

Berikut adalah teori yang dikemukakan Salzner dan Isdore Dyen tentang rumpun bahasa Austronesia.

Salzner mengungkapkan bahwa Rumpun Austronesia adalah bagian dari suatu “kelompok” yang lebih besar yang disebutnya Rumpun Austris. Menurutnya, Rumpun Austris terdiri atas, yaitu: (1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia); (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7) Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai. Kelompok Indonesia atau Austronesia menurut Salzner (1960) terdiri atas dua sub-kelompok, yaitu Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Sub-kelompok Indonesia Barat terdiri atas: (1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut, mencakup Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; dan (3) Indonesia Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, Muna-Buton, dan Bima-Sumba. Adapun Subkelompok Indonesia Timur terdiri atas: Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat. Jadi, Bima-Sumba yang digolongkan Esser (1938) dan juga Blust (2008 dan 2013) sebagai subkelompok yang lebih erat dengan kelompok bahasa Indonesia Timur lainnya, oleh Salzner digolongkan ke dalam Kelompok Indonesia Barat.

Menurut Isdore Dyen, berdasatkan hasil
leksikostatistik, Dyen mengajukan empat tanah asal AN, yaitu (1) Melanesia dan Irian Timur, (2) sebelah Barat Irian, (3) Formusa, dan (4) Mentawai sekitarnya. Penentuan Wilayah Melanesia sebagai tanah asal karena tingginya keberagaman, sehingga menurutnya diversifikasi tersebut disimpulkan ada migrasi awal dari bahasa yang mapan di pantai Utara Irian, di Daerah Nassim dan di Pulau-pulau di dekatnya, New Kaledonia, Kepulauan Loyalty dan Hew Hebrida, yang urut-urutannya tidak jelas. Melalui hipotesis ini diperkirakan gerakan migrasi yang masuk ke Indonesia terjadi dari dua penjuru yang mungkin terjadi dalam waktu yang bersamaan. Yang pertama lewat Indonesia bagian timur hingga Flores. Yang lain mungkin lewat Palau dan atau Guam, bermukim di Sulawesi Utara dan juga Kalimantan dan Mindanau Selatan.

Sumber :

Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikirannya . Yogyakarta: Ruas Media.

1 Like

Dalam bukunya yang berjudul Sprachenatlas des Indopazifischen Raumes tahun 1960, Richard Salzner memiliki kontribusi besar bagi pengelompokkan bahasa-bahasa di Indonesia. Menurutnya, Rumpun Austris terdiri atas, yaitu: (1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia); (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7) Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai. Kelompok Indonesia atau Austronesia menurut Salzner (1960) terdiri atas dua subkelompok, yaitu Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Subkelompok Indonesia Barat terdiri atas: (1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut, mencakup Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; dan (3) Indonesia Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, Muna-Buton, dan Bima-Sumba. Adapun Subkelompok Indonesia Timur terdiri atas: Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat.

Sumbangan pemikiran Isodore Dyen terhadap linguistik historis AN dan Indonesia sebagai berikut. Pertama, dengan menelaah kembali karya Dempwolff, menyempurnakan dalam beberapa fonem proto yang direkonstruksi Dempwolff, misalnya PAN: *Z, *D, *R, dan bunyi laringal dan penemuan beberapa fonem baru dalam bahasa Formusa. Untuk tujuan ini, pertama-tama, Dyen (1947a) menyarankan agar etimon *Duva yang direkonstruksi Dempwolff diubah menjadi Dewha ‘dua’. Perubahan ortografis Dempwolff yang berkaitan dengan bunyi /-‘/, /g/, /’-/, /’/, dan /h/ masing-masing pada tahun 1947, 1949, 1949, 1951, dan 1951 secara berturut-turut diubah menjadi /h/, /j/, /?/, /h/, dan /h/. Bunyi /-‘/ oleh Dyen (1949) kemudian diubah kembali menjadi /ø/. Di samping itu, dalam beberapa hal, Isidore Dyen tidak mengubah jumlah tetapi mengubah lambang bunyi /e/ pepet > /e/, bunyi /d/ > /D/, bunyi /d/ pada posisi awal dan tengah menjadi /z/, bunyi /g/ pada posisi tengah dan akhir menjadi /j/, bunyi /j/ dan pada posisi awal dan tengah menjadi /aj/ pada posisi akhir menjadi /y/, bunyi /k/ pada posisi awal dan tengah menjadi /c/, bunyi /l/ > /r/, bunyi /t/ pada posisi awal dan tengah menjadi T, bunyi /w/ menjadi bunyi /w/ dan /Z/ karena masing-masing memiliki realisasi yang berbeda pada masing-masing posisi, sedangkan bunyi /nd/ > /nD/.

Burhanudin, Maryuni, & Sukri. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikirannya. Yogyakarta: Ruas Media.

1 Like

Terdapat beberapa teori mengenai rumpun bahasa Austronesia, diantaranya pendapat dari Isodore Dyen dan Richard Salzner. Setiap ahli memiliki pendapat dari sudut pandang dan hasil penelitiannya. Pendapat kedua ahli tersebut mengenai rumpun bahasa Austronesia juga memiliki perbedaan. Jadi apakah berbedaan antara keduanya?

Isodore Dyen menghasilkan pemikiran yang lahir dari hasilnya menelaah kembali karya Dempwolff dan menyempurnakan beberapa fonem proto yang direkonstruksi oleh Dempwolff. Penyempurnaan tersebut diantaranya adalah PAN: Z, D, R, dan bunyi laringal serta penemuan beberapa fonem baru dalam bahasa Formusa. Selanjutnya Dyen melanjutkan kerja Dempwolff dengan menyusun silsilah kekerabatan rumpun bahasa Austronesia, dari bahasa protonya, pengelompokan, dan perubahannya hingga menjadi bahasa yang saat ini ada dengan tersebar di seluruh kepulauan di benua Asia dan Australia.

Berdasarkan data 245 bahasa Austronesia dan analisis leksikostatistik pada 1965, Dyen menyimpulkan bahwa keluarga Austronesia terdiri dari 15 cabang yang menurunkan 40 kelompok dengan paling banyak kelompok kecil di Melanesia. Kemudian pada tahun 1978, Dyen memodifikasi hasil datanya dengan mengusulkan bahasa Austronesia terdiri dari dua, yaitu kelompok Oseania dan kelompok non-Oseania (Collins, 1980). Atas hal tersebut, Dyen menyatakan bahwa istilah Austronesia digunakan untuk semua anggota keluarga bahasa, sedangkan istrilah Melayu-Polinesia mengacu pada sekelompok bahasa yang secara leksikostatistik terdefinisikan. Berdasarkan perhitungan leksikostatistik, Dyen (1965) membagi semua wilayah Austronesia menjadi 4 wilayah, yaitu

  1. Barat: Indonesia, Serawak, Daratan Asia Tenggara, dan Madagaskar,

  2. Barat Laut: Taiwan, Filipina, Kalimantan Utara, dan Brunei,

  3. Utara dan Timur: Mikronesia dan Melanesia, dan

  4. Tengah: Irian Timur dan Melanesia (Keraf, 1996).

Selanjutnya, Dyen menentukan tanah asal rumpun Austronesia. Dyen berpendapat bahwa hasil perhitungan Leksikostatistik tanah asal rumpun Austronesia harus dicari di sekitar Papua dan Kepulauan Bismark (Cheng-Tang Cheng, 2009). Penentuan tanah asal-usul penutur Austronesia ditentukan oleh perbedaan antara bahasa-bahasa yang ada.

Sementara itu, Richard Salzer menyatakan bahwa rumpun Austronesia sebagai bagian dari sebuah kelompok yang lebih besar yang disebut rumpun Austris. Rumpun tersebut terduru dari (1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia); (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7) Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai. Kelompok Indonesia/Austrinesia menurutnya Salzner (1960) terdiri dari dua subkelompok, yaitu Indonesia Barat dan Indonesia Timur.

Subkelompok Indonesia Barat terdiri atas: (1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut (Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa); dan (3) Indonesia Barat-Daya (Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, Muna-Buton, dan Bima-Sumba). Adapun Subkelompok Indonesia Timur terdiri atas: Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat.

Dalam hal tersebut, Bima-Sumba digolongkan dalam kelompok bahasa Indonesia Barat. Salzner (1960) juga membantah Esser (1938) mengenai jumlah bahasa di Indonesia, menurutnya bahasa daerah Indonesia hanya berjumlah 96.

Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikirannya. Yogyakarta: Ruas Media.

1 Like

Perbedaan teori yang dikemukakan Richard Salzner dan Isdore Dyen yang berkenaan dengan rumpun bahasa austronesia yakni sebagai berikut:

Richard Salzner dalam bukunya yang berjudul “Sprachenatlas des Indopazifischen Raumes” tahun 1960, menyebutkan bahwa rumpun bahasa austronesia sebagai bagian dari suatu kelompok yang lebih besar yang disebutnya rumpun austris. Menurutnya, rumpun bahasa austris terdiri atas, yaitu: (1) Austroasiatis, (2) Indonesia (Austronesia), (3) Melanesia (Oseania), (4) Polinesia, (5) Halmahera Utara, (6) Papua, (7) Australia, (8) Andaman, (9) Malaka, dan (10) Kadai. Kelompok bahasa austronesia menurut Salzner (1960) terdiri atas dua sub kelompok, yaitu Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Sub kelompok Indonesia Barat terdiri atas: (1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut, mencakup Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; serta (3) Indonesia Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, MunaButon, dan Bima-Sumba. Adapun Sub kelompok Indonesia Timur terdiri atas: Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat. Menurut Salzner (1960) bahasa daerah hanya berjumlah 96 bahasa di Indonesia.

Sedangkan menurut pendapat Isore Dyen (1971) berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan melalui teknik leksikostatistik tanah asal rumpun bahasa astronesia harus dicari pada daerah sekitar Papua dan Kepulauan Bismarck (ChengTang Cheng, 2009). Berdasarkan hasil leksikostatistik, Isore Dyen telah mengajukan empat tanah asal bahasa astronesia, yaitu (1) Melanesia dan Irian Timur, (2) sebelah Barat Irian, (3) Formusa, dan (4) Mentawai sekitarnya. Berdasarkan bukti-bukti tambahan non leksikostatistik, Isore Dyen mengajukan dua hipotesis, yaitu Nugini Barat dan Formusa kemungkinan merupakan tanah asal bahasa astronesia. Dengan demikian, Isore Dyen (1965) mendapat kesimpulan bahwa tanah asal bahasa astronesia adalah Melanesia-Nugini Timur. Hal ini dikarenakan kedudukannya yang lebih kuat untuk diterima karena tempatnya yang sentral sebagai pusat penyebaran.

REFERENSI
Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikirannya. Yogyakarta: Ruas Media.

1 Like

Dalam bukunya yang berjudul Sprachenatlas des Indopazifischen Raumes tahun 1960, Richard Salzner menyebut Rumpun Austronesia sebagai bagian dari suatu “kelompok” yang lebih besar yang disebutnya Rumpun Austris. Menurutnya, Rumpun Austris terdiri atas, yaitu: (1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia); (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7) Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai. Kelompok Indonesia atau Austronesia menurut Salzner (1960) terdiri atas dua subkelompok, yaitu Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Subkelompok Indonesia Barat terdiri atas: (1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut, mencakup Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; dan (3) Indonesia Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, MunaButon, dan Bima-Sumba. Adapun Subkelompok Indonesia Timur terdiri atas: Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat. Jadi, Bima-Sumba yang digolongkan Esser (1938) dan juga Blust (2008 dan 2013) sebagai subkelompok yang lebih erat dengan kelompok bahasa Indonesia Timur lainnya, oleh Salzner digolongkan ke dalam Kelompok Indonesia Barat. Selain itu, Salzner (1960) membantah Esser (1938) tentang jumlah bahasa yang ada di Indonesia. Menurut Salzner (1960), menyatakan bahwa bahasa daerah di Indonesia hanya berjumlah 96. Salah satu karya Richard Salzner adalah Sprachenatlas des Indopazifischen Raumes yang dipublikasi tahun 1960.

Sedangkan menurut pemikiran Isodore Dyen terhadap linguistik historis Austronesia dan Indonesia sebagai berikut :

  • Pertama, dengan menelaah kembali karya Dempwolff, menyempurnakan dalam beberapa fonem proto yang direkonstruksi Dempwolf.
  • Kedua, melanjutkan usaha Dempwolff dengan membuat silsilah kekerabatan Rumpun Austronesia, mulai dari bahasa protonya, pengelompokan, serta perubahannya hingga menjadi bahasa-bahasa yang ada sekarang oleh bangsa-bangsa yang tersebar di seluruh kepulauan antara Benua Asia dan Australia.
  • Ketiga, menentukan tanah asal rumpun Austronesia. Menurut Dyen (1971) berdasarkan hasil perhitungan leksikostatistik tanah asal rumpun Austronesia harus dicari di sekitar Papua dan Kepulauan Bismarck (ChengTang Cheng, 2009).
  • Keempat, penentuan posisi bahasa Formusa dalam Rumpun Austronesia yang kemudian berbeda dengan pandangan sebagian besar ahli linguistik historis Austronesia. Menurutnya, bahasa-bahasa Formusa merupakan anggota dari Subrumpun Melayu-Polinesia Barat yang disebutnya Hesperonesia dan berkerabat dekat dengan bahasa Filipina sedangkan sebagian besar ahli linguistik historis Austronesia menempatkannya sebagai kelompok yang terpisah.
  • Kelima, ahli bahasa yang pertama kali menggunakan metode leksikostatistik untuk pengelompokan bahasa pada Rumpun Austronesia secara luas dengan melibatkan sekitar 303 bahasa. Penggunaan metode leksikostatistik secara luas tidak hanya telah berhasil mengelompokkan Austronesia tetapi berhasil menentukan tanah asal Rumpun Austronesia. Setelah dilakukan perbandingan, ternyata 58 bahasa berstatus sebagai dialek sehingga yang layak diperbandingkan hanya 245 bahasa dari 303.
  • Keenam, menentukan status semua isolek yang diperbandingkan. Sebelum dilakukan klasifikasi atau pengelompokan bahasa-bahasa yang diperbandingkan, Dyen (1965) terlebih dahulu menentukan status isolek yang diperbandingkan dengan menggunakan metode leksikostatistik 200 kosa kata dasar swadesh.
  • Ketujuh, mereview kembali hasil pengelompokan yang dilakukan Hoevell (1877) dan Stressement (1927) tentang Kelompok Ambon.

Referensi :
Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikirannya. Yogyakarta: Ruas Media.

1 Like