Perbedaan Teori tentang Rumpun Bahasa Austronesia yang Dikemukakan Salzner dan Isore Dyen

Perbedaan Teori tentang Rumpun Bahasa Austronesia yang dikemukakan Salzner dan Isore Dyen

Preformatted textBerdasarkan perbandingan Leksikostatistik, Indore Dyen membagi bahasa-bahasa Austronesia menjadi dua, yaitu: (1) Bahasa-bahasa Irian Timur dan Melanesia dan (2) Bahasa-bahasa Melayu-Polinesia (Keraf, 1984, p. 205). Bahasa ini kemudian dibagi menjadi tiga subkelompok, yaitu:

a) Bahasa-bahasa Hesperonesia (Bahasa-bahasa Indonesia Barat).
b) Bahasa-bahasa Maluku (mencakup bahasa-bahasa Maluku, Flores, dan Timor).
c) Bahasa-bahasa Heonesia (mencakup hulasa Polinesia dan Mikronesia)

Preformatted textPerbedaan selanjutnya mengenai teori Rumpun Bahasa Austronesia yang dikemukakan Salzner dan Isore Dyen, adalah sebagai berikut.

  1. Salzner menempatkan Austronesia Barat dan Oseania sebagai bahasa-bahasa yang sederajat, sementara Dyen menempatkan bahasa-bahasa Melanesia sederajat dengan bahasa-bahasa Melayu-Polinesia.
  2. Menurut Dyen, Melayu-Polinesia membawahi tiga kelompok yang sederajat, yaitu Hespremeria (Bahasa-bahasa Indonesia Barat), Maluku dan Heonesia (Polinesia dan Mikronesia. Sedangkan Salzner menempatkan Mikronesia sebagai bagian dari Melanesia (Keraf, 1984, p. 205).

Referensi:

Keraf, Gorys. (1984). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia.

1 Like

Saya izin menanggapi.
Teori yang dikemukakan Salzner berkaitan dengan rumpun Austronesia sebagai bagian dari kumpulan lebih besar dikatakan sebagai rumpun austris. Rumpun Austris terbagi dari beberapa, yakni austroasiatis, Indonesia (Austronesia), Melanesia (Oseania), Polinesia, Halmahera Utara, Papua,
Australia, Andaman, Malaka, dan Kadai. Salzner (1960) berpendapat bahwa Austronesia terdiri dari dua yang meliputi Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Indonesia Barat terdiri dari Malagasi; Indonesia Barat-Laut meliputi Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; Indonesia Barat-Daya meliputi Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, Muna Buton, dan Bima-Sumba.

Sementara itu, Dyen berpendapat bahwa asal rumpun Austronesia sekitar Papua dan Kepulauan Bismarck. Dyen juga mengkaji leksikostatistik mengenai asal Austronesia, terdiri dari Melanesia dan Irian Timur, sebelah barat Irian, Formusa, dan Mentawai sekitarnya.

Sumber referensi:
Burhanuddin, B., Mahyuni, M., & Sukri, S. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikirannya. Yogyakarta: CV Genta Fisa Utama.

1 Like

Menurut saya perbedaan teori yang dikemukakan oleh Salzner dengan Isdore Dyen berkenaan dengan rumpun bahasa terletak pada bagaimana cara mereka mendudukan sejajar rumpun bahasa tersebut.

Jika Salzner mendudukan derajat yang sejajar antara Austronesia Barat dan Oseania, maka Isdore Dyen dengan hasil telaah fonem protonya memilih menempatkan bahasa Melanesia sejajar dengan bahasa Melayu - Polinesia.

Adapun bukti teori rumpun bahasa oleh Salzner yang ditulis dalam bukunya berjudul Sprachenatlas des Indopazifischen Raumes tahun 1960 yaitu

Rumpun Austronesia sebagai bagian dari suatu “kelompok” yang lebih besar yang disebutnya Rumpun Austris.

Menurutnya, Rumpun Austris terdiri atas, yaitu: 1 Austroasiatis, 2 Indonesia (Austronesia), 3 Melanesia (Oseania), 4 Polinesia, 5 Halmahera Utara, 6 Papua, 7 Australia, 8 Andaman, 9 Malaka, 10 Kadai.

Kelompok Indonesia atau Austronesia menurut Salzner (1960) terdiri atas dua sub kelompok, yaitu Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Subkelompok Indonesia Barat terdiri atas: (1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut, mencakup Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; dan (3) Indonesia Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, MunaButon, dan Bima-Sumba. Adapun Subkelompok Indonesia Timur terdiri atas: Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat. Jadi, Bima-Sumba yang digolongkan Esser (1938) dan juga Blust (2008 dan 2013) sebagai subkelompok yang lebih erat dengan kelompok bahasa Indonesia Timur lainnya, oleh Salzner digolongkan ke dalam Kelompok Indonesia Barat. Selain itu, Salzner (1960) membantah Esser (1938) tentang jumlah bahasa yang ada di Indonesia. Menurut Salzner (1960), menyatakan bahwa bahasa daerah di Indonesia hanya berjumlah 96.

Sementara itu teori rumpun bahasa Isdore Dyen dijelaskan menjadi 3 bagian yang sudah saya rangkum poin - poinnya:

Pertama, dengan menelaah kembali karya Dempwolff, menyempurnakan dalam beberapa fonem proto yang direkonstruksi Dempwolff, misalnya PAN: *Z, *D, *R, dan bunyi laringal dan penemuan beberapa fonem baru dalam bahasa Formusa.

Kedua, melanjutkan usaha Dempwolff dengan membuat silsilah kekerabatan Rumpun AN, mulai dari bahasa protonya, pengelompokan, serta perubahannya hingga menjadi bahasa-bahasa yang ada sekarang oleh bangsa-bangsa yang tersebar di seluruh kepulauan antara Benua Asia dan Australia.

Ketiga, menentukan tanah asal rumpun Austronesia. Menurut Dyen (1971) berdasarkan hasil perhitungan leksikostatistik tanah asal rumpun AN harus dicari di sekitar Papua dan Kepulauan Bismarck (ChengTang Cheng, 2009).

Berdasarkan data leksikostatistik, Dyen (1965) menyimpulkan bahwa negeri asal bahasa-bahasa Melayu Polinesia berada di Melanesia, yaitu di daerah Melanesia dan Irian Timur.
Demikian penjelasan jawaban saya, terima kasih.

Referensi :

Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikirannya. Yogyakarta: Ruas Media.

1 Like

Salzner menempatkan Austronesia Barat dan Oseania sebagai bahasa-bahasa yang sederajat, sementara Dyen menempatkan bahasa-bahasa Melanesia sederajat dengan bahasa-bahasa Melayu-Polinesia. Di pihak lain, Melayu-Polinesia membawahi tiga kelompok yang sederajat, yaitu Hespremeria (Bahasa-bahasa Indonesia Barat), Maluku dan Heonesia (Polinesia dan Mikronesia); demikian menurut Dyen. Salzner menempatkan Mikronesia sebagai bagian dari Melanesia (Keraf, 1984: 205).

Mengacu pada pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa teori Salzner dan Dyen sedikit berbeda. Namun keduanya memiliki “irisan” yang sama pada Mikronesia.

Keraf, G. (1984). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia.

1 Like

Richard Salzner adalah seorang sarjana bahasa berkebangsaan Jerman. Richard Salzner memiliki kontribusi besar bagi pengelompokkan bahasa-bahasa di Indonesia seperti yang tertuang dalam bukunya berjudul Sprachenatlas des Indopazifischen Raumes tahun 1960. Dalam bukunya itu, Salzner menyebut Rumpun Austronesia sebagai bagian dari suatu “kelompok” yang lebih besar yang disebutnya Rumpun Austris. Menurutnya, Rumpun Austris terdiri atas, yaitu: (1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia); (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7) Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai. Kelompok Indonesia atau Austronesia menurut Salzner (1960) terdiri atas dua subkelompok, yaitu Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Subkelompok Indonesia Barat terdiri atas: (1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut, mencakup Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; dan (3) Indonesia Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, MunaButon, dan Bima-Sumba. Adapun Subkelompok Indonesia Timur terdiri atas: Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat. Jadi, Bima-Sumba yang digolongkan Esser (1938) dan juga Blust (2008 dan 2013) sebagai subkelompok yang lebih erat dengan kelompok bahasa Indonesia Timur lainnya, oleh Salzner digolongkan ke dalam Kelompok Indonesia Barat. Selain itu, Salzner (1960) membantah Esser (1938) tentang jumlah bahasa yang ada di Indonesia. Menurut Salzner (1960), menyatakan bahwa bahasa daerah di Indonesia hanya berjumlah 96. Salah satu karya Richard Salzner adalah Sprachenatlas des Indopazifischen Raumes yang dipublikasi tahun 1960.

Sumbangan pemikiran Isodore Dyen terhadap linguistik historis AN dan Indonesia sebagai berikut. Pertama, dengan menelaah kembali karya Dempwolff, menyempurnakan dalam beberapa fonem proto yang direkonstruksi Dempwolff, misalnya PAN: *Z, *D, *R, dan bunyi laringal dan penemuan beberapa fonem baru dalam bahasa Formusa. Untuk tujuan ini, pertama-tama, Dyen (1947a) menyarankan agar etimon *Duva yang direkonstruksi Dempwolff diubah menjadi Dewha ‘dua’. Seperti dikutip dalam Blust (2013), pada awalnya Dyen memperkenalkan ortografi secara tipografi untuk memudahkan rekonstruksi AN termasuk perubahan simbol meskipun sebagian besar simbol lain Dempwolff tetap dipertahankan.

Teori laringal Dyen ini oleh sebagian besar ahli linguistik historis AN dianggap sebagai prestasi luar biasa yang pencapaiannya digunakan hingga saat ini. Secara filosofis menurut Blust (2013), sistem fonetis Otto Dempwolff lebih bersifat realis sedangkan Isidore Dyen lebih bersifat konstruksionis. Namun, apapun kekurangan pendekatannya, ortografi Dyen telah terbukti kepraktisannya selama bertahun-tahun dan telah digunakan untuk membahas semua rekonstruksi PAN.

Kedua, melanjutkan usaha Dempwolff dengan membuat silsilah kekerabatan Rumpun AN, mulai dari bahasa protonya, pengelompokan, serta perubahannya hingga menjadi bahasa-bahasa yang ada sekarang oleh bangsa-bangsa yang tersebar di seluruh kepulauan antara Benua Asia dan Australia. Pada tahun 1965, berdasarkan data pada 245 bahasa AN dan analisis leksikostatistik, Isidore Dyen menyimpulkan bahwa keluarga bahasa AN terdiri atas 15 cabang, yang kemudian kelima belas cabang tersebut menurunkan 40 kelompok dan paling banyak kelompok kecil di Melanesia. Tahun 1978, Dyen memodifikasi hasil analisis datanya, ia mengusulkan bahwa bahasa AN terbagi menjadi dua, yaitu Kelompok Oseania dan Kelompok Non-Oseania (Collins, 1980). Dengan klasifikasi tersebut, ia menyatakan bahwa istilah AN digunakan untuk semua anggota keluarga bahasa sedangkan istilah Melayu-Polinesia mengacu pada sekelompok bahasa yang secara leksikostatistik terdefinisikan. Menurutnya, AN terdiri atas 15 subkeluarga: Atayal, Melayu Polinesia, Biga, Sarmi, Teluk Cenderawasih, Holandia, Carolina, Hassim, Uvolik, Buka, Choseul, New Georgia, Layalty, New Kaledonia Utara, dan New Kaledonia Selatan. Lalu, secara keseluruhan 10 subkeluarga tersebut terbagi dalam 40 kelompok. Yaitu, Atayal terdiri atas: Atayal dan Sedik. Melayu Polinesia terbagi menjadi empat bagian: Formusa Timur (Ami, Paiwan, Bunan, dan Thao), Hesperonesia (Indonesia Barat (Sunda (:Jawa-Sumatra, Sasak, Bali, Gayo, dan Dayak), Batak, Cru), Sulawesi (Baree dan Bugis), dan Barat Laut (Filipina dan Gorontalo)), Heonesia (Polinesia (Polinesia Barat, Polinesia Timur, Maori, Kaping-Amarango, Nakuoro) dan Lauik), dan Maluku (Ambik: Paulohi dan Ambon). Biga terdiri atas Buli, As, dan Biga. Sarmi terdiri atas Sobeik dan Tarpia. Teluk Cenderawasih terdiri atas Biak (Biak dan Numfoor) dan Wandamen (Wandamen dan Yapen). Holandia: Tobati dan Omu. Karolina terdiri atas Ponapean, Truki, Marshall, dan Rusairai. Massim terdiri atas Wedauik dan Dobik. Uvolik terdiri atas Uvol dan Mamusik. Buka terdiri atas Buka Barat Laut, Teopik, dan Saposa. Koiseul: Ririan dan Varisian. New Georgia terdiri atas Rovianik, Marovan, Lungik. Loyalty terdiri atas Dehu, Ningoni, dan Iai. New Kaledonia Utara terdiri atas Kamuhik, Tungik, dan Paici. Adapun New Kaledonia Selatan terdiri atas Wailik, Hameha, dan Numeik (Poedjosoedarmo, tanpa tahun). Berdasarkan perhitungan leksikostatistik, Dyen (1965) membagi semua wilayah AN menjadi 4 wilayah, yaitu (1) Barat: Indonesia, Serawak, Daratan Asia Tenggara, dan Madagaskar, (2) Barat Laut: Taiwan, Filipina, Kalimantan Utara, dan Brunei, (3) Utara dan Timur: Mikronesia dan Melanesia, dan (4) Tengah: Irian Timur dan Melanesia (Keraf, 1996).

Ketiga, menentukan tanah asal rumpun Austronesia. Menurut Dyen (1971) berdasarkan hasil perhitungan leksikostatistik tanah asal rumpun AN harus dicari di sekitar Papua dan Kepulauan Bismarck (ChengTang Cheng, 2009). Di samping menggunakan leksikostatistik, ia juga menggunakan evidensi-evidensi tambahan sebagai kemungkinan yang perlu dipertimbangkan. Ia berpendapat bahwa penentuan tanah asalusul penutur AN ditentukan oleh perbedaan antara bahasa-bahasa yang ada. Penentuan tanah asal harus dicari di wilayah terdapat banyak bahasa dengan perbedaan besar karena kelompok bahasa yang berbeda-beda tidak akan bermigrasi bersama-sama ke daerah yang sama dan perbedaan antarbahasa tersebut terjadi sedikit demi sedikit sehingga menjadi berbeda dengan tanah asalnya. Teori migrasi semacam ini menurut Dyen akan menjadi lemah jika ada beberapa tempat yang menunjukkan gejala serupa. Berdasarkan hasil leksikostatistik, Dyen mengajukan empat tanah asal AN, yaitu (1) Melanesia dan Irian Timur, (2) sebelah Barat Irian, (3) Formusa, dan (4) Mentawai sekitarnya.

Keempat, penentuan posisi bahasa Formusa dalam Rumpun Austronesia yang kemudian berbeda dengan pandangan sebagian besar ahli linguistik historis AN. Menurutnya, bahasa-bahasa Formusa merupakan anggota dari Subrumpun Melayu-Polinesia Barat yang disebutnya Hesperonesia dan berkerabat dekat dengan bahasa Filipina sedangkan sebagian besar ahli linguistik historis AN menempatkannya sebagai kelompok yang terpisah.

Kelima, ahli bahasa yang pertama kali menggunakan metode leksikostatistik untuk pengelompokan bahasa pada Rumpun AN secara luas dengan melibatkan sekitar 303 bahasa. Penggunaan metode leksikostatistik secara luas tidak hanya telah berhasil mengelompokkan AN tetapi berhasil menentukan tanah asal Rumpun AN. Setelah dilakukan perbandingan, ternyata 58 bahasa berstatus sebagai dialek sehingga yang layak diperbandingkan hanya 245 bahasa dari 303.

Keenam, menentukan status semua isolek yang diperbandingkan. Sebelum dilakukan klasifikasi atau pengelompokan bahasa-bahasa yang diperbandingkan, Dyen (1965) terlebih dahulu menentukan status isolek yang diperbandingkan dengan menggunakan metode leksikostatistik 200 kosa kata dasar swadesh. Awalnya, Dyen (1965) membandingkan kirakira 303 bahasa dan ternyata 58 di antaranya berstatus sebagai dialek sehingga yang diklasifikasi/dikelompokkan hanya 245 bahasa dengan menggunakan 200 kosa kata dasar swadesh. Penentuan status sebagai dialek dilakukan dengan cara bahwa apabila di antara dua daftar masih terdapat 70% kognat atau lebih, dianggap sebagai dialek (satu bahasa yang sama). Jika lebih rendah dari itu dianggap dua bahasa yang berbeda. Selanjutnya, ia mengklasifikasi dengan diberi nama subfamily, genus, cluster, hesion, dan linkage.

Ketujuh, mereview kembali hasil pengelompokan yang dilakukan Hoevell (1877) dan Stressement (1927) tentang Kelompok Ambon. Dalam makalahnya tahun tahun 1978 dilakukan perhitungan leksikostatistik lanjutan berdasarkan data yang ditemukan dalam van Ekris (1864-1865). Tentang Sub-Seram, Sub-Ambon, dan Sub-Buru, ia mengatakan bahwa: “I am inclined to believe that the speech-types assigned to Proto-Ambon are more closely interrelated with the speech-types subgrouped under Proto-Seramic than any are with those attributed to Proto-Buru”. Dengan demikian ia menyarankan bahwa Sub-Ambon lebih dekat hubungannya dengan Sub-Seram dibandingkan dengan Sub-Buru. Sub-Ambon menurut Dyen (1978) terdiri atas tiga cabang, yaitu Alune, Hilan (Hila dan Asilulu), dan Seram Barat (Paulohi, Saparua-Nusalaut-Hatawano, Kaibobo, KariuHaruku, Kamarian-Tihulale-Rumakai).

Kedelapan, tidak sepaham dengan pandangan Blust (1977, 1978, 1982, 1983/1984) bahwa Subrumpun AN di luar Formusa, yaitu Subrumpun Melayu Polinesia terbagi dalam satu kelompok tunggal. Dengan meminjam metode leksikal yang disebut klasifikasi homomerik leksikal di mana “seperangkat perbedaan kognat didistribusikan sama persis dengan seperangkat bahasa dikatakan menjadi homomerous”, Dyen (1990: 212) mengklaim bahwa “semua klasifikasi lainnya memisahkan bahasa Filipina dari Formosa di hampir tingkat tertinggi, sedangkan bukti yang disajikan di sini mengenai bahasa Filipina sebagai kerabat terdekat dari bahasa Formosa, yang terakhir yang dianggap membentuk subkelompok tunggal”.

Burhanuddin, B., Mahyuni, M., & Sukri, S. TOKOH LINGUISTIK HISTORIS INDONESIA DAN PEMIKIRANNYA.

1 Like

Berhubungan dengan linguistik historis Austronesia dan Indonesia, Richard Salzner memiliki kontribusi besar bagi pengelompokkan bahasa-bahasa di Indonesia seperti yang tertuang dalam bukunya berjudul Sprachenatlas des Indopazifischen Raumes tahun 1960. Dalam buku tersebut, Salzner menyebut Rumpun Austronesia sebagai bagian dari suatu “kelompok” yang lebih besar yang disebutnya Rumpun Austris. Menurutnya, Rumpun Austris terdiri atas, yaitu: (1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia); (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7) Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai. Kelompok Indonesia atau Austronesia menurut Salzner (1960) terdiri atas dua subkelompok, yaitu Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Subkelompok Indonesia Barat terdiri atas: (1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut, mencakup Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; dan (3) Indonesia Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, MunaButon, dan Bima-Sumba. Adapun Subkelompok Indonesia Timur terdiri atas: Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat. Selain itu, Salzner (1960) membantah Esser (1938) tentang jumlah bahasa yang ada di Indonesia. Menurut Salzner (1960), menyatakan bahwa bahasa daerah di Indonesia hanya berjumlah 96. Salah satu karya Richard Salzner adalah Sprachenatlas des Indopazifischen Raumes yang dipublikasi tahun 1960.

Sedangkan menurut Isodore Dyen terhadap linguistik historis Austronesia dan Indonesia yaitu sebagai berikut. Pertama, dengan menelaah kembali karya Dempwolff, menyempurnakan dalam beberapa fonem proto yang direkonstruksi Dempwolf. Kedua, melanjutkan usaha Dempwolff dengan membuat silsilah kekerabatan Rumpun Austronesia, mulai dari bahasa protonya, pengelompokan, serta perubahannya hingga menjadi bahasa-bahasa yang ada sekarang oleh bangsa-bangsa yang tersebar di seluruh kepulauan antara Benua Asia dan Australia. Berdasarkan perhitungan leksikostatistik, Dyen (1965) membagi semua wilayah Austronesia menjadi 4 wilayah, yaitu (1) Barat: Indonesia, Serawak, Daratan Asia Tenggara, dan Madagaskar, (2) Barat Laut: Taiwan, Filipina, Kalimantan Utara, dan Brunei, (3) Utara dan Timur: Mikronesia dan Melanesia, dan (4) Tengah: Irian Timur dan Melanesia (Keraf, 1996). Ketiga, menentukan tanah asal rumpun Austronesia. Menurut Dyen (1971) berdasarkan hasil perhitungan leksikostatistik tanah asal rumpun Austronesia harus dicari di sekitar Papua dan Kepulauan Bismarck (ChengTang Cheng, 2009). Keempat, penentuan posisi bahasa Formusa dalam Rumpun Austronesia yang kemudian berbeda dengan pandangan sebagian besar ahli linguistik historis Austronesia. Menurutnya, bahasa-bahasa Formusa merupakan anggota dari Subrumpun Melayu-Polinesia Barat yang disebutnya Hesperonesia dan berkerabat dekat dengan bahasa Filipina sedangkan sebagian besar ahli linguistik historis Austronesia menempatkannya sebagai kelompok yang terpisah. Kelima, ahli bahasa yang pertama kali menggunakan metode leksikostatistik untuk pengelompokan bahasa pada Rumpun Austronesia secara luas dengan melibatkan sekitar 303 bahasa. Penggunaan metode leksikostatistik secara luas tidak hanya telah berhasil mengelompokkan Austronesia tetapi berhasil menentukan tanah asal Rumpun Austronesia. Setelah dilakukan perbandingan, ternyata 58 bahasa berstatus sebagai dialek sehingga yang layak diperbandingkan hanya 245 bahasa dari 303. Keenam, menentukan status semua isolek yang diperbandingkan. Sebelum dilakukan klasifikasi atau pengelompokan bahasa-bahasa yang diperbandingkan, Dyen (1965) terlebih dahulu menentukan status isolek yang diperbandingkan dengan menggunakan metode leksikostatistik 200 kosa kata dasar swadesh. Ketujuh, mereview kembali hasil pengelompokan yang dilakukan Hoevell (1877) dan Stressement (1927) tentang Kelompok Ambon. Kedelapan, tidak sepaham dengan pandangan Blust (1977, 1978, 1982, 1983/1984) bahwa Subrumpun Austronesia di luar Formusa, yaitu Subrumpun Melayu Polinesia terbagi dalam satu kelompok tunggal. Dengan meminjam metode leksikal yang disebut klasifikasi homomerik leksikal di mana “seperangkat perbedaan kognat didistribusikan sama persis dengan seperangkat bahasa dikatakan menjadi homomerous”, Dyen (1990: 212) mengklaim bahwa “semua klasifikasi lainnya memisahkan bahasa Filipina dari Formosa di hampir tingkat tertinggi, sedangkan bukti yang disajikan di sini mengenai bahasa Filipina sebagai kerabat terdekat dari bahasa Formosa, yang terakhir yang dianggap membentuk sub kelompok tunggal.

Referensi:
Burhanudin, Maryuni, & Sukri. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikirannya. Yogyakarta: Ruas Media.

1 Like

Perbedaan Teori Rumpun Bahasa Austranesia Menurut Salzner dan Isdore Dyen

Menurut Richard Salzner Dalam buknya yang berjudul
Sprachenatlas  des Indopazifischen Raumes tahun 1960, Salzner  menyebut Rumpun Austronesia sebagai bagian dari suatu “kelompok”  yang lebih besar yang disebutnya Rumpun Austris. Menurutnya, Rumpun  Austris terdiri atas, yaitu: (1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia);  (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7)  Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai. Kelompok Indonesia  atau Austronesia menurut Salzner (1960) terdiri atas dua subkelompok,  yaitu Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Subkelompok Indonesia Barat  terdiri atas: (1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut, mencakup Taiwan,  Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; dan (3) Indonesia  Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo,  Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, Muna- Buton, dan Bima-Sumba. Adapun Subkelompok Indonesia Timur terdiri  atas: Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat.

Sedangkan teori menurut Dyen (1965) kajian pengelompokan bahasa bahasa Austranesia dengan memanfaatkan leksikostatistik itu, didasarkan pada penggunaan instrumen penelitian berupa 100 kosa kata dasar Swadesh. Melalui penelitiannya Dyen mengambil secara acak sekitar 200 bahasa sebagai sampel penelitiannya. Menurutnya, studi linguistik historis adalah: (1) studi terhadap  kelompok bahasa dalam skala kecil tetapi mendalam sungguh diperlukan  dalam studi linguistik historis Austronesia, yaitu dengan memanfaatkan  informasi yang sudah ada sebelumnya. Studi skala kecil dapat  memanfaatkan apa yang telah ditemukan pada tingkat yang lebih tinggi  dan hasilnya harus menjadi dasar kajian berikutnya; (2) studi terhadap  bahasa terpencil karena pada skema klasifikasi harus ditentukan dengan  membandingkan hasil perbandingan subkelompok yang terbatas; (3)  studi yang berskala luas yang ada harus dipandang sebagai langkah  awal apabila kajian yang lebih mendalam belum dilakukan.

Referensi :
Burhanuddin, Mahyuni, dan Sukri. 2021. Tokoh Linguistik Historis Indonesia Dan Pemikirannya. Yogyakarta : Grup CV Genta Fisa Utama, Anggota IKAPI

1 Like

Menurut Salzner, bahasa Austronesia juga disebut sebagai “Rumpun Austris” Salzner membagi kelompok Indonesia dan Austronesia menjadi dua yakni Indonesia barat dan Timur. Bagian Indonesia Barat terdiri atas: (1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut, mencakup Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; dan (3) Indonesia Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, Muna-Buton, dan Bima-Sumba. Sedangkan, bagian Indonesia Timur terdiri atas: Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat. Selain itu, Salzner juga mengungkapkan bahwa bahasa di Indonesia hanya berjumlah 96 bahasa saja.

Dyen mengelompokkan bahasa Autronesia menjadi dua kelompok besar. Dyen memilih bahasa Austronesia dengan pola dua kelompok yaitu kelompok MelayuPolinesia dan Irian Timur-Melanesia. Pada tahapan kedua, dyen membagi masing-masing kelompok itu berdasarkan pola tripilah. Pola tripilah ini bisa dilihat pada pengelompokan Melayu Polinesia menjadi kelompok Hespersonesia, Maluku dan Heonesia. Kemudian kelompok Sula-Bacan, Ambon Timur, dan Halmahera Selatan-Irian Barat. Dyen membagi wilayah bahasa Austronesia atas empat wilayah. Pada wilayah barat, bahasa Austronesia meliputi Indonesia, Serawak, daratan Asia Tenggara, dan Madagaskar.

Referensi:
Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikirannya . Yogyakarta: Ruas Media.

1 Like

Insidore Dyen yang mengajukan teori mengenai tempat asal bahasa-bahasa Austronesia dengan menggunakan leksikostatistik sebagai landasan, yang membandingkan hubungan kekerabatan antara bahasa-bahasa Austronesia dengan bhasa-bahasa di daratan Asia, dan beberapa peneliti lain
Salzner membagi rumpun bahasa-bahasa Austronesia dalam dua sub-rumpun sebar yaitu bahasa-bahasa Indonesia (Austronesia Barat, atau disebut juga bahasa-bahasa Melayu) dan bahasa-bahasa Oseania (Austronesia Timur atau disebut juga bahasa-bahasa Polinesia.
Dari pengelompokan-pengelompokan tersebut terlihat bahwa Salzner menempatkan Austronesia Barat dan Oseania sebagai bahasa-bahasa yang sederajat, sementara Dyes menempatkan bahasa-bahasa Melanesia sederajat dengan bahasa-bahasa Melayu-Polinesia

Keraf, G. (1984). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia.

1 Like

Salzner : Austronesia Barat dan Oseania sebagai bahasa-bahasa yang sederajat
Dyen : bahasa-bahasa Melanesia sederajat dengan bahasa-bahasa Melayu-Polinesia.

Di pihak lain, Melayu-Polinesia membawahi tiga kelompok yang sederajat, yaitu Hespremeria (Bahasa-bahasa Indonesia Barat), Maluku dan Heonesia (Polinesia dan Mikronesia); demikian menurut Dyen. Salzner menempatkan Mikronesia sebagai bagian dari Melanesia (Keraf, 1984: 205).

Dari pendapat di atas, kesimpulannya bahwa teori Salzner dan Dyen ada sedikit perbedaan . Namun keduanya memiliki irisan persamaan pada Mikronesia.

Keraf, G. (1984). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia.

1 Like

Pada dasarnya, ada perbedaan pengelompokan rumpun yang dikemukakan oleh Salzner dan Isdore Dyen. Dalam buku yang ditulis (Burhanuddin, Mahyuni, dan Sukri, 2021: 158) dijelaskan bahwa secara garis besar Richard Salzner mengelompokkan Rumpun Austria ke dalam Rumpun Austris. Di mana rumpun tersebut terdiri atas Astroasiatis, Austronesia, Melanesia, Polinesia, Halahera Utara, Papua, Australia, Andaman, Malaka, dan Kadai. Baru setelah itu dijelaskan bahwa Austronesia terdiri atas dua, kelompok Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Indonesia Barat terdiri atas melagasi, Indonesia Barat-Laut (taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud dan Minahasa), dan Indonesia Barat Daya (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, Muna Buton, dan Bima-Sumba). Sedang kelompok Indonesia Timur meliputi Ambon Timur, Sula-Bacan, Halmahera Selatan, dan Papua Barat.

Masih merujuk pada sumber yang sama, Dyen mengemukakan bahwa bahasa Austronesia dibagi menjadi lima belas cabang. Dari cabang tersebut diturunkan lagi menjadi menjadi empat puluh kelompok dan kelompok kecil Melanesia. Baru beberapa tahun setelahnya dikelompokkan lagi menjadi Oseania dan Non-Oseania. Adapun dasar yang digunakan adalah letak geografi dan afiliasi bahasa (Dyen, 1978: 467).

Referensi
Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikirannya. Yogyakarta: Genta Fisa Utama.

Dyen, I., Sebeok, T. A., Bowen, J. D., Grace, G. W., & A., S. (1978). Linguistic in Ocean. Language, 54(2), 467-480.

1 Like

perbedaan teori yang dikemukakan Salzner dan Isdore Dyen berkenaan dengan rumpun bahasa Austronesia yaitu:

Menurut Salzner rumpun bahasa Austronesia dibedakan menjadi dua, yaitu Austronesia Barat dan Oseania sebagai bahasa-bahasa yang sederajat. Salzner juga menyebutkan bahwa rumpun Austronesia ini dapat disebut dengan istilah rumpun Austris. Rumpun ini terdapat 10 kelompok yang tergabung sebagai rumpun Austris, yaitu (1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia); (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7) Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai.
Sedangkan Menurut Dyen rumpun bahasa yang tegabung dalam Austronesia jika dilihat dari diagram kekerabatan dapat dibedakan atas dua cabang primer, yaitu kelompok bahasa Formosa dan Melayo-Polinesia. Di dalam penelusuran lebih lanjut kelompok tersebut dibagi lagi menjadi subkelompok bahasa Oceania dan Non-Oceania. Beliau juga membagi daerah wilayah bahasa Austronesia menjadi 4 bagian, yaitu: (1) Barat: Indonesia, Serawak, Daratan Asia Tenggara, dan Madagaskar, (2) Barat Laut: Taiwan, Filipina, Kalimantan Utara, dan Brunei, (3) Utara dan Timur: Mikronesia dan Melanesia, dan (4) Tengah: Irian Timur dan Melanesia. Untuk hasil leksikostatistik, Dyen mengajukan empat tanah asal Austronesia, yaitu (1) Melanesia dan Irian Timur, (2) sebelah Barat Irian, (3) Formusa, dan (4) Mentawai sekitarnya. Contoh diagram kekerabatan rumpun bahasa Austronesia.

Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). TOKOH LINGUISTIK HISTORIS INDONESIA DAN PEMIKIRANNYA. Yogyakarta: Ruas Media.

1 Like

Rumpun bahasa Austronesia merupakan salah satu keluarga bahasa tua. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster “angin selatan” dan kata Greek nêsos “pulau”. Para penutur bahasa Austronesia dihipotesiskan berasal dari daerah yang sekarang disebut China bagian selatan. Mereka sekitar 4000 tahun yang lalu bermigrasi ke Taiwan, kemudian menyebar ke Filipina, Indonesia, dan ke Madagaskar dekat benua Afrika serta ke seluruh lautan Pasifik (Dempwolff, 1956).
Bahasa austronesia hidup di kawasan Asia Tenggara bahasa purba yang lazim disebut bahasa Austronesia Purba atau Proto-Austronesia. Bahasa Austronesia Purba inilah yang menjadi asal dari beratus-ratus bahasa yang tersebar luas di wilayah kepulauan di Asia Tenggara. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa bahasa Kerinci termasuk ke dalam bahasa melayu, yang diwarisi dari bahasa Austronesia, Lebih jelas akan dipaparkan hasil penelitian para ahli Bahasa Austronesia. Dyen (1965) juga mengklasifikasikan bahasa Melayu ke dalam kelompok yang dinamakan Java-Sumatra Hesion. Di dalam mengklasifikasikan bahasa tersebut, Dyen membuat rincian bahasa Melayu sampai pada runutan bahasa yang paling redah dalam Malayic-Hesion. Maksudnya, Malayic Hesion menurunkan lagi kelompok bahasa melayu, yakni Malayan-Subfamily. Selanjutnya dari Malayan-Subfamily inilah yang menurunkan kelompok bahasa Melayu, Bahasa Minangkabau, dan Bahasa Kerinci. Namun, istilah Java-Sumatra Hesion diganti oleh Nothofer (1975) dengan sebutan Proto-malayo-Javanic

Sumber :
Afria, Rengki Warisan Migrasi Bahasa Austronesia dalam Bahasa Kerinci. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Jakarta.

1 Like

Perbedaan Salzner dan isdore Dyen treletak pada dasar penetapan penggolongan bahasa.

Salzner mendasarkan proses pengelopolanya pada argument bahwa bahasa didasaran pada keseragaman kekerabatan atas bahasa lain yang berada disekitarnya, Burhanudin (2021). Salzner menghendaki adanya klasifikasi yang tidak hanya spesifik membagi kecabang yang lebih kecil namun juga membagi ke cabang yang lebih tinggi atau luas. Lewat essainya Indopazifischen Raumes atlas indo pasifik menggolongkan bahasa austris menjadi 10 golongan utama.

Sedangkan Isdore Dyen secara tegas membagi wilayah bahasa Austronesia menjadi 2 bagian besar, yaitu Melayu Polinesia dan Melanesia. Dasar berpijak argumen ini adalah teori leksikostatstik. Leksikostatistik adalah teknik komparasi bahasa yang mmebandingkan aspek keseragaman dan kekhasan bahasa yang dianalaisis dengan metode statistic tertentu Suyata (1999). Berdasarkan analisisnya Dyne membagi lagi kedua pembagaian utama menjadi Hesperonesia, Maluku, dan Heonesia.

Berdasarkan uraian singkat terdebut dapat dipahami bahwa letak perbedaan pada klasifikasi general dan metode klasifikasi bahasa yang digunakan.

Referensi

Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikiranya. Yogyakarta: Ruas Media.

Suyata, P. (1999). Dari Leksikostatistik ke Glotokronologi: Analisis Sembilan Bahasa di Indonesia. Humaniora, 11(1), 69-75.

1 Like

Salzner atau Rochard Salzner menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Sprachenatlas des Indopazifschen Raumes tahun 1960 bahwa Rumpun Austronesia sebagai bagian dari suatu “kelompok” yang lebih besar yang disebutnya Rumpun Austris. Menurutnya, Rumpun Austris terdiri atas: (1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia); (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7) Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai.
Kelompok Indonesia atau Austronesia menurut Salzner (1960) terdiri atas dua subkelompok, yaitu Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Subkelompok Indonesia Barat terdiri atas: (1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut, mencakup Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; dan (3) Indonesia Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, Muna- Buton, dan Bima-Sumba. Adapun Subkelompok Indonesia Timur terdiri atas: Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat. Salzner (1960) membantah Esser (1938) mengenai jumlah bahasa yang ada di Indonesia. Salzner mengatakan bahwa jumlah bahasa daerah di Indonesia hanya berjumlah 96.

Teori Salzner berbeda dengan teori Rumpun Bahasa Austronesia yang dikemukakan oleh Isdore Dyen. Teori Isdore Dyen dibedakan menjadi dua yakni Migrasi berdasarkan Leksikostatistik dan Migrasi berdasarkan Evidensi Tambahan. Berdasarkan perhitungan leksikostatistik yang dilakukan, Dyen membagi wilayah Austronesia menjadi empat wilayah, yaitu (1) Wilayah Barat: Indonesia, Serawak, Daratan Asia Tenggara, dan Madagaskar, (2) Wilayah Barat Laut: Taiwan, Filipina, Kalimantan Utara, dan Brunei, (3) Wilayah Utara dan Timur: Mikronesia dan Melanesia, dan (4) Wilayah Tengah: Irian Timur dan Melanesia.

Referensi:
Burhanuddin, Mahyuni, & Sukri. (2021). Tokoh Linguistik Historis Indonesia dan Pemikirannya. Yogyakarta: Ruas Media.

1 Like

Salzner menyebutkan dalam bukunya bahwa Rumpun Austronesia sebagai bagian dari suatu “kelompok” yang lebih besar yang disebutnya Rumpun Austris.
Rumpun Austris terdiri dari : Austroasiatis; Indonesia (Austronesia); Melanesia (Oseania); Polinesia; Halmahera Utara; Papua; Australia; Andaman; Malaka; dan Kadai.
Menurut Salzner, Indonesia barat dan Indonesia timur merupakan dua kelompok Indonesia. Subkelompok Indonesia Barat terdiri atas: (1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut, mencakup Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; dan (3) Indonesia Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, MunaButon, dan Bima-Sumba. Selanjutnya, subkelompok Indonesia Timur terdiri atas: Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat. Jadi, Bima-Sumba yang digolongkan Esser (1938) dan juga Blust (2008 dan 2013) sebagai subkelompok yang lebih erat dengan kelompok bahasa Indonesia Timur lainnya, oleh Salzner digolongkan ke dalam Kelompok Indonesia Barat.

Berikut ini adalah pemikiran dari Isodore Dyen terhadap linguistik historis AN dan Indonesia: menelaah kembali karya Dempwolff, menyempurnakan dalam beberapa fonem proto yang direkonstruksi Dempwolff, misalnya PAN: *Z, *D, *R, dan bunyi laringal dan penemuan beberapa fonem baru dalam bahasa Formusa. Teori laringal Dyen ini oleh sebagian besar ahli linguistik historis AN dianggap sebagai prestasi luar biasa yang pencapaiannya digunakan hingga saat ini. Ortografi Dyen telah terbukti kepraktisannya selama bertahun-tahun dan telah digunakan untuk membahas semua rekonstruksi PAN. Menurut dayen, AN terdiri atas 15 subkeluarga. Lalu, secara keseluruhan 10 subkeluarga tersebut terbagi dalam 40 kelompok.
Referensi: Burhanuddin, B., Mahyuni, M., & Sukri, S. TOKOH LINGUISTIK HISTORIS INDONESIA DAN PEMIKIRANNYA.

1 Like

Salzner melakukan pengelompokkan bahasa-bahasa di Indonesia seperti yang tertuang dalam bukunya “berjudul Sprachenatlas des Indopazifischen Raumes” tahun 1960. Dalam buku tersebut, Salzner menyebut Rumpun Austronesia sebagai bagian dari suatu “kelompok” yang lebih besar yang disebutnya Rumpun Austris. Menurutnya, Rumpun Austris terdiri atas, yaitu: (1) Austroasiatis; (2) Indonesia (Austronesia); (3) Melanesia (Oseania); (4) Polinesia; (5) Halmahera Utara; (6) Papua; (7) Australia; (8) Andaman; (9) Malaka; dan (10) Kadai. Kelompok Indonesia atau Austronesia menurut Salzner (1960) terdiri atas dua subkelompok, yaitu Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Subkelompok Indonesia Barat terdiri atas: (1) Malagasi; (2) Indonesia Barat-Laut, mencakup Taiwan, Filipina, Komoro, Palau, Sangir-Talaud, Minahasa; dan (3) Indonesia Barat-Daya mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Lionang, Banggai, Bungku-Mori, Sulawesi Selatan, MunaButon, dan Bima-Sumba. Adapun Subkelompok Indonesia Timur terdiri atas: Ambon-Timor, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Papua Barat. Jadi, Bima-Sumba yang digolongkan Esser (1938) dan juga Blust (2008 dan 2013) sebagai subkelompok yang lebih erat dengan kelompok bahasa Indonesia Timur lainnya, oleh Salzner digolongkan ke dalam Kelompok Indonesia Barat. Selain itu, Salzner (1960) membantah Esser (1938) tentang jumlah bahasa yang ada di Indonesia. Menurut Salzner (1960), menyatakan bahwa bahasa daerah di Indonesia hanya berjumlah 96.

Sedangkan Menurut Dyen (1971) berdasarkan hasil perhitungan leksikostatistik tanah asal rumpun AN harus dicari di sekitar Papua dan Kepulauan Bismarck (ChengTang Cheng, 2009). Di samping menggunakan leksikostatistik, ia juga menggunakan evidensi-evidensi tambahan sebagai kemungkinan yang perlu dipertimbangkan. Ia berpendapat bahwa penentuan tanah asalusul penutur AN ditentukan oleh perbedaan antara bahasa-bahasa yang ada. Penentuan tanah asal harus dicari di wilayah terdapat banyak bahasa dengan perbedaan besar karena kelompok bahasa yang berbeda-beda tidak akan bermigrasi bersama-sama ke daerah yang sama dan perbedaan antarbahasa tersebut terjadi sedikit demi sedikit sehingga menjadi berbeda dengan tanah asalnya. Teori migrasi semacam ini menurut Dyen akan menjadi lemah jika ada beberapa tempat yang menunjukkan gejala serupa. Berdasarkan hasil leksikostatistik, Dyen mengajukan empat tanah asal AN, yaitu (1) Melanesia dan Irian Timur, (2) sebelah Barat Irian, (3) Formusa, dan (4) Mentawai sekitarnya.

Referensi

Baharudin. (2021). TOKOH LINGUISTIK HISTORIS INDONESIA DAN PEMIKIRANNYA. Yogyakarta: Ruas Media.

1 Like

Salzner mengelompokkan bahasa-bahasa di Sulawesi, yang disebutnya sebagai kelompok Bahasa Indonesia Barat Daya (Southwest Indonesian), kelompok bahasa Indonesia Barat Laut (Northwest Indonesian), yang dipilah atas Sangihe Talaud dan Minahasa. Kelompok pertama bahasa Indonesia Barat Daya terdiri dari Gorontalo, Tomini, Toraja (Timur dan Barat), Loinang, Banggal, Bungku-Mori Selebes Selatan, dan Muna Butun. Kelompok itu mempunyai jumlah dan silsilah yang bervariasi pula. Bahkan perindan atas dialek-dialek dari setiap bahasa dan kelompok bahasa, yang tentunya memerlukan pendataan dan pemetaan ulang secara lebih cermat, dengan dialek-dialeknya, khususnya di Sulawesi Tengah.

Berdasarkan kajian leksikostatistiknya, Isore dyen mengelompokkan bahasa Austronesia menjadi 2 kelompok utama yaitu Melayu polinesia dan irian timur Melanesia. Kemudian pada jenjang bawah Isore Dyen membagi bahasa Melayu polinesia dibagi lagi menjadi 3 yaitu hesperonesia, Maluku, dan heonesia. Bahasa-bahasa Indonesia Barat, Filipina, Formosa, Madagaskar ditempatkannya dalam kelompok Hespernosia. Bahasa Bima di Sumbawa Timur, yaitu bahasa Flores, Timor, Sumba, dan Maluku ditempatkan dalam kelompok Maluku. Kemudian bahasa-bahasa Polenesia, Melanesia, dan Mikronesia dimasukkan ke dalam kelompok Heonesia.

Mbete, A. M. (2016, Mei 25). Linguistik Historis Komparatif. Retrieved Maret 16, 2022, from simdos.unud.ac.id: https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/db3b72ffddc9dd8ac6511444db2dcec6.pdf