Perbedaan Klausa dan Kalimat & Potensi Klausa Menjadi Kalimat

Terkait dengan klausa, Chaer (2012:231) memaknainya sebagai satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu terdapat komponen berupa kata atau frasa yang berfungsi sebagai predikat dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan. Dengan demikian, dalam konstruksi klausa, fungsi predikat dan subjek bisa dikatakan selalu hadir.

Berpijak dari paparan sederhana tersebut, menurut kamu, apakah klausa memiliki potensi untuk menjadi kalimat? Bagaimana pula perbedaan klausa dengan kalimat?

Referensi:
Chaer, A. (2012). Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.

4 Likes

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), klausa adalah satuan gramatikal yang mengandung predikat dan berpotensi menjadi kalimat. I Ketut Suardana dalam buku berjudul Klausa Sudut Pandang Systemic Functional Linguistics (2021) menuliskan, berdasarkan Systemic Fungtional Linguistic (SFL), perbedaan kalimat dan klausa terletak pada ciri sebagai berikut: kalimat diawali dengan huruf besar dan diakhiri dengan tanda titik. Sedangkan klausa tidak selalu diawali dengan huruf besar dan diakhiri dengan titik. Sebab, kalimat berada pada tataran otografi, sementara klausa berada pada tataran leksikon gramatika. Klausa dipandang sebagai sumber makna dan mampu memberikan makna tersendiri dari sudut pandang yang berbeda. Sementara itu, Nanda Saputra dan Mariana dalam buku Konsep Dasar Bahasa Indonesia (2020) menuliskan, klausa adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) serta memiliki potensi untuk menjadi kalimat. Klausa memiliki unsur inti berupa S dan P. Namun demikian, seringkali S tidak dipakai, misalnya dalam kalimat luas sebagai akibat dari penggabungan klausa, dan kalimat jawaban. klausa bukan kalimat. Perbedaan lainnya adalah: klausa belum memiliki intonasi lengkap, sedangkan kalimat sudah memiliki intonasi lengkap. Klausa sudah pasti memiliki predikat (P), sedangkan kalimat belum tentu memiliki predikat (P). Hal itu bisa dilihat dari contoh sebagai berikut: “Saya sedang makan kue di rumah”. Namun, dalam contoh lain, misalnya “Ibu sedang mencuci piring ketika Ayah pulang dari pasar”. Hal tersebut bukan termasuk dalam klausa, tetapi kalimat, yakni kalimat majemuk.
Menurut ahli bahasa, M. Ramlan, klausa adalah satuan gramatik yang terdiri dari P, baik disertai S, O, Pel dan Ket atau tidak. Secara ringkas adalah, (S) P (O), (Pel) (Ket). Tanda kurung menandakan, apa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka. Artinya, boleh ada, boleh juga tidak ada. Sehingga klausa bisa diartikan sebagai satuan gramatik yang unsur-unsurnya minimal terdiri dari Subjek (S)-Predikat (P) dan maksimal unsurnya terdiri dari Subjek (S)-Predikat (P)-Objek (O)-Pelengkap (P)-Keterangan (K). Misalnya bisa dilihat pada contoh di bawah ini:

  1. Saya makan.

  2. Saya sedang makan nasi.

  3. Saya sedang makan nasi kemarin.

  4. Saya sedang memasakkan nasi untuk kakakku.

Referensi:
Chaer, A. (2012). Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.

Menurut pendapat Arifin (2008:34) klausa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat. Klausa atau gabungan kata itu berpotensi menjadi kalimat.
Berdasar pada pendapat Kridalaksana (1983: 156) mengenai pembagian klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat, klausa terbagi atas klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang memiliki potensi untuk menjadi kalimat, sedang klausa terikat adalah klausa yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat dan hanya berpotensi untuk menjadi kalimat minor. Selanjutnya bagian dari klausa terikat ada yang disebut klausa relatif. Hal ini terdapat relasi yang kuat dengan klausa terikat.
Klausa relatif diterangkan oleh Samsuri (1985: 302) yaitu kalimat dasar yang menjadi kalimat pemadu dalam kalimat rumit yang subjeknya berubah menjadi partikel yang karena identik dengan sebuah frasa nominal misalnya kalimat (2) sebagai kalimat pemadu disematkan pada kalimat matriks (1) menghasilkan kalimat rumit (3).

(1) Mahasiswa itu meneliti bahasa Indonesia
(2) Mahasiswa itu kehilangan sepeda motor
(3) Mahasiswa yang kehilangan sepeda motor itu meneliti bahasa Indonesia.

Kalimat (2) setelah disematkan pada kalimat (1) kehilangan subjek pada kalimat (3) berubah menjadi partikel yang. Yang kehilangan sepeda motor pada kalimat (3) adalah klausa relatif.

Perbedaan antara klausa dan kalimat:
Klausa merupakan konstruksi (susunan) sintaksis yang terdiri atas subjek dan predikat dengan atau tanpa objek, pelengkap, atau keterangan. Sementara itu, kalimat merupakan konstruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas unsur subjek dan predikat yang dapat diikuti oleh objek, pelengkap, dan/atau keterangan.

Referensi:
Arifin, Zainal dan Junaiyah. 2008. Sintaksis. jakarta: PT. Grasindo Azhar.
Kridalaksana, H. 1983. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.

Klausa merupakan satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang mengandung unsur predikasi (Alwi, dkk: 2010).

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa sebuah klausa terdapat kata atau frasa yang berfungsi sebagai objek. Klausa berpotensi menjadi kalimat karena terdapat konjungtor atau kata hubung pada awal salah satu klausa tersebut. Tidak hanya itu saja, klausa berpotensi menjadi kalimat jika diberi intonasi final dan penambahan konstituen atribut pada salah satu atau setiap fungsi sintaksis.

Contoh : Yijin akan pulang ke Indonesia

Konstruksi tersebut termasuk ke dalam klausa. Dimana terdapat Subjek (Yijin), Predikat (Akan Pulang), dan Keterangan (Ke Indonesia).

Contoh : Yijin akan pulang ke Indonesia untuk bertemu penggemar dan keluarganya

Kalimat diatas terdiri atas 3 klausa, yaitu :

  • Yijin akan pulang
  • Ke Indonesia untuk bertemu
  • Penggemar dan keluarganya

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sebuah kalimat mengandung dua klausa atau lebih. Hubungan tersebut menyangkut berbagai hal yang terdapat antara satu klausa dengan klausa yang lain di dalam kalimat majemuk setara atau bertingkat. Tetapi, terdapat juga perbedaan antara kalimat dengan klausa, perbedaan tersebut yaitu:

  • Kalimat merupakan suatu kesatuan yang dibentuk oleh beberapa satuan bahasa, sedangkan klausa merupakan salah satu satuan pembentuk kalimat. Jadi klausa merupakan bagian dari kalimat.
  • Kalimat mempunyai tanda intonasi final atau pola intonasi akhir, sedangkan klausa tidak mempunyai intonasi akhir.
  • Klausa dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna khusus di dalamnya, yaitu S-P-(K) sedangkan kalimat mempunyai sejumlah unsur yang terdiri atas beberapa pola, seperti S-P-O-K.

Referensi :

Alwi, H., Dardjowidjojo, S., Lapoliwa, H., & Moelino, A. M. (2010). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (3 ed., Cet. 8). Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka.

Santhi, M. S. (2019). Klausa dan Kalimat. Yogyakarta: PT Penerbit Intan Pariwara.

Verhaar, J. (2010). Asas-Asas Linguistik Umum (Cet. 7). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Klausa ialah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat, dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat (Kridalaksana, 2001:208). Dalam konstruksinya yang terdiri atas S dan P, klausa dapat disertai dengan O, Pel, dan Ket, ataupun tidak. Maka dari itu, unsur inti klausa adalah S dan P. Akan tetapi, S sering tidak dimunculkan, misalnya dalam kalimat luas sebagai akibat dari penggabungan klausa dan kalimat jawaban (Ramlan, 2001:62).
Merujuk pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa klausa memiliki potensi untuk menjadi kalimat karena meskipun bukan kalimat, dalam banyak hal klausa tidak berbeda dengan kalimat, kecuali dalam hal belum adanya tanda baca dan intonasi akhir yang menjadi ciri kalimat.

Perhatikan contoh kalimat berikut ini.

Bersama dengan anaknya, Ibu Dewi datang membawa banyak mainan.

Kalimat tersebut terdiri atas tiga klausa, yaitu : klausa (a) bersama dengan anaknya, terdiri atas unsur P diikuti Pel, klausa (b) Ibu Dewi datang, terdiri atas unsur S diikuti P, dan klausa (c) membawa banyak mainan, terdiri atas unsur P diikuti O. Penggabungan ketiga klausa tersebut mengakibatkan S pada klausa (a) dan (c) dihilangkan atau dilesapkan. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa klausa berpotensi untuk menjadi sebuah kalimat.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa klausa dan kalimat memiliki beberapa perbedaan. Adapun perbedaan klausa dan kalimat terletak pada ciri sebagai berikut:

  1. Kalimat merupakan kesatuan bahasa yang dibentuk oleh beberapa satuan bahasa termasuk klausa, sedangkan klausa merupakan satuan bahasa yang membentuk adanya suatu kalimat.
  2. Kalimat mempunyai pola intonasi akhir dan tanda baca di dalamnya, sedangkan klausa tidak mempunyai kedua unsur tersebut di dalamnya.
  3. Kalimat diawali dengan huruf besar dan diakhiri dengan tanda titik, sedangkan klausa tidak selalu diawali dengan huruf besar dan tidak diakhiri dengan tanda titik. Hal tersebut dikarenakan kalimat berada pada tataran otografi, sedangkan klausa berada pada tataran leksikon gramatika.
  4. Kalimat dan klausa sama-sama mempunyai pola khusus di dalamnya. Kalimat mempunyai pola variatif yang bisa ditulis dengan pola S-P, S-P-O, S-P-K, S-P-Pel, dan pola-pola kalimat dasar lainnya. Sedangkan klausa mempunyai pola yang sederhana dalam penulisannya, dimana klausa hanya terdiri atas predikat, baik predikat yang diikuti subjek, objek, pelengkap keterangan atau tidak, seperti pola S-P, S-P-O, P-O-Ket. Artinya, meskipun penanda klausa adalah P, tetapi yang dianggap unsur inti klausa adalah S dan P.

Referensi :
Kridalaksana, H. (2001). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ramlan, M. (2001). Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: UP Karyono.

Satuan sintaksis yang lebih besar dari frasa adalah klausa. Di dalam kontruksi klausa itu ada komponen, baik berupa kata atau frasa, maupun yang berfungsi sebagai predikat, dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan (Arifin, dkk, 2016: 43). Menurut Finoza (2009: 149) kalimat adalah bagian ujaran/tulisan yang mempunyai struktur minimal subjek dan predikat dan intonasi finalnya menunjukkan bagian ujaran/tulisan itu sudah lengkap dengan makna (bernada, tanya, atau perintah). Dalam kaitannya dengan satua sintaksis, kalimat dapat dipandang sebagai satuan konstruksi yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, disertai intonasi final, dan bila diperlukan dilengkapi konjungsi. Klausa berpotensi menjadi sebuah kalimat meskipun bukanlah kalimat. Hal ini dikarenakan klausa tidak berbeda dengan kalimat, yaitu terdiri dari subjek dan predikat lalu dapat disertai dengan objek, pelengkap, dan keterangan. Perbedaan klausa dan kalimat terdapat pada adanya intonasi akhir atau tanda baca. Klausa tidak memiliki hal yang dimiliki kalimat tersebut.

Referensi:

Arifin, A., Sumadyo, B., Susanti, I., (2016). Sintaksis Bahasa Indonesia. Pustaka Mandiri.

(Kiridalaksana, 1993:110) Klausa adalah satuan gramatikal yang memiliki tataran di atas frasa dan di bawah kalimat, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnyaterdiri atas subjek dan predikat, dan berpotensi untuk menjadi kalimat.
Klausa bisa dikatakan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat karena meskipun bukan kalimat, dalam banyak hal klausa tidak berbeda dengan kalimat, kecuali dalam hal-hal yang belum adanya intonasi akhir atau tanda baca yang menjadi ciri sebuah kalimat.

Didalam konstruksinya yang terdiri dari S dan P klausa dapat disertai dengan O, Pel, dan Ket, ataupun tidak. Dalam hal ini juga, unsur inti klausa adalah S dan P. tetapi, dalam praktiknya unsur S sering dihilangkan. Misalnya dalam sebuah kalimat majemuk (atau pun juga lebih tepatnya kalimat plural) dan dalam kalimat yang merupakan jawaban. (Ramlan 1987:89).
I Ketut Suardana dalam buku berjudul Klausa Sudut Pandang Systemic Functional Linguistics (2021) menuliskan, berdasarkan Systemic Fungtional Linguistic (SFL), perbedaan kalimat dan klausa terletak pada ciri sebagai berikut: kalimat diawali dengan huruf besar dan diakhiri dengan tanda titik.
Sedangkan klausa tidak selalu diawali dengan huruf besar dan diakhiri dengan titik. Sebab, kalimat berada pada tataran otografi, sementara klausa berada pada tataran leksikon gramatika. Masih dalam buku tersebut, klausa dipandang sebagai sumber makna dan mampu memberikan makna tersendiri dari sudut pandang yang berbeda.

Referensi :
Baehaqie, Imam. 2008. Sintaksis Teori dan Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kridalaksana. (1993:110).
Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Alexander Haryanto. (2021). Jakarta: Pengertian Klausa, Perbedaan dengan kalimat dan contoh nya

Kridalaksana (2008:124) menjelaskan bahwa klausa merupakan suatu satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat, serta memiliki potensi untuk berkembang menjadi kalimat. Adapun, menurut Alwi, dkk., (2017:410), klausa dapat diartikan sebagai suatu konstruksi sintaksis yang terdiri atas unsur subjek dan predikat dengan atau tanpa objek, pelengkap, dan keterangan. Di sisi lain, masih merujuk pada pendapat Kridalaksana (2008:92) kalimat adalah suatu satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri; konstruksi gramatikal yang terdiri dari satu atau lebih klausa yang disusun berdasarkan pola tertentu. Dasar kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final sedangkan konjungsi hanya ada ketika dibutuhkan. Salah satu konstituen dasar tersebut adalah klausa. Selanjutnya, seperti yang sudah dijelaskan pada paparan di atas, klausa memuat kata-kata yang berkonstruksi predikatif.

Contoh:

  • Konstruksi ruang makan => bukanlah sebuah klausa karena hubungan antara komponen ruang dan komponen makan tidak predikatif.
  • Konstruksi adik makan => menunjukkan klausa karena hubungan antara komponen adik dan komponen makan bersifat predikatif. Adik sebagai subjek sedangkan makan sebagai predikat.

Selanjutnya, apakah klausa mempunyai potensi untuk menjadi kalimat? Jawabannya adalah ya. Sebuah klausa dapat berkembang menjadi kalimat ketika dibubuhi tanda baca atau intonasi kalimat (intonasi final). Intonasi ini bisa berupa intonasi deklaratif, intonasi interogatif, maupun intonasi interjektif. Jadi, kalau belum diberi intonasi, suatu kelompok kata masih berstatus klausa. Pada dasarnya, klausa berpotensi untuk menjadi kalimat karena di dalamnya sama-sama sudah mempunyai fungsi sintaksis wajib yaitu subjek dan predikat. Jika frase berpotensi sebagai kalimat minor maka klausa dapat berpotensi menjadi kalimat mayor. Kalimat mayor adalah kalimat yang sekurang-kurangnya terdiri dari unsur subjek dan predikat (Chaer, 2012:247).

Selain itu, kalimat juga dapat disusun atas dua klausa atau lebih. Banyaknya klausa ini akan menentukan pembentukan suatu kalimat. Kalimat tunggal dibentuk oleh satu klausa, kalimat majemuk dapat dibentuk oleh dua buah klausa, dan kalimat kompleks umumnya dibentuk oleh tiga atau lebih klausa.

Contoh:

  • Ibu memasak sayur. (kalimat tunggal)
  • Adik membeli bakso sedangkan kakak membeli soto. (kalimat majemuk)
  • Ayah mengeluarkan dompetnya, mengambil lima lembar uang ribuan, dan membayar ongkos taksi. (kalimat kompleks)

Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan beberapa perbedaan antara klausa dan kalimat sebagai berikut.

  • Kalimat memiliki tanda baca dan intonasi sedangkan klausa tidak.
  • Kalimat adalah satuan bahasa yang disusun oleh satuan bahasa lain, termasuk di dalamnya adalah klausa. Jadi, kalimat dan klausa adalah satuan bahasa yang saling berhubungan, dimana klausa adalah pembentuk kalimat itu sendiri.
  • Klausa dapat disisipkan di tengah kalimat, maka dari itu, kata awal klausa tersebut tidak harus menggunakan huruf kapital sedangkan kalimat harus diawali huruf kapital.
  • Klausa dan kalimat merupakan satuan bahasa yang mempunyai pola khusus. Pola dalam klausa cenderung lebih sederhana, dimana dapat disusun hanya menggunakan pola S-P saja. Di sisi lain, pola dalam kalimat cenderung lebih variatif, dimana dapat disusun menggunakan pola-pola seperti S-P, S-P-O, maupun S-P-O-K.

Sumber Referensi:

Alwi, H., dkk. (2017). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Keempat). Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Chaer, A. (2012). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Kridalaksana, H. (2008). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Klausa memiliki potensi untuk menjadi kalimat. Hal tersebut dinyatakan oleh Kridalaksana (2008:111) yang mendefinisikan klausa sebagai satuan atau bentuk gramatikal berupa kelompok kata yang setidaknya terdiri dari subjek dan predikat (S-P) dan berpotensi untuk menjadi kalimat. Contohnya, dia makan.

Contoh di atas dikatakan sebagai klausa karena mengandung subjek, yaitu dia dan makan yang menjadi predikatnya. Namun, klausa tersebut belum dapat dikatakan sebagai kalimat. Untuk dapat menjadi kalimat, dalam klausa harus ada informasi lengkap atau intonasi akhir (Hasanudin, 2018:21). Dia makan masih dapat menjadi tanda tanya; makan apa? Oleh karena itu, harus ada informasi tambahan. Dia makan nasi goreng, misalnya. Informasi tambahan atau informasi lengkap dapat berupa objek, pelengkap, atau keterangan, sedangkan intonasi akhir berupa tanda baca pada akhir kalimat, tanda titik (,), tanda tanya (?), atau tanda seru (!).

Lalu, apa perbedaan klausa dan kalimat?

  • Klausa tidak memiliki intonasi akhir, sedangkan kalimat mempunyai intonasi akhir.
  • Klausa merupakan bagian dari kalimat. Kalimat yang hanya memiliki satu klausa disebut kalimat tunggal, sedangkan kalimat yang terdiri dari dua klausa disebut kalimat majemuk.
  • Klausa belum tentu dapat menjadi kalimat, sedangkan dalam kalimat sudah pasti terdapat klausa.

Referensi:
Hasanudin, Cahyo. (2018). Kajian Sintaksis pada Novel Sang Pencuri Warna Karya Yersita. JPE (Jurnal Pendidikan Edutama), 5(2), 19–30.
Kridalaksana, Harimurti. (2008). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Menurut pendapat Kridalaksana Klausa merupakan satuan gramatikal yang berupa gabungan kata, minimal terdiri dari subjek dan predikat serta berpotensi menjadi kalimat. Pengertian klausa pada dasarnya adalah merupakan satuan gramatikal, yang didalamnya terdiri atas subjek dan predikan yang nantinya akan menjadi sebuah kalimat. Dari hal tersebut sudah dapat diartikan bahwa klausa memiliki potensi menjadi sebuah kalimat.

Dalam sebuah kalimat memiliki unsur yaitu, subjek predikat dan objek. Dalam klausa unsur-unsur didalamnya adalh subjek dan predikat. Dengan demikian, Klausa dapat berubah menjadi sebuah kalimat karena adanya nsur subjek dan predikat.

Perbedaan Klausa dan Kalimat adalah Klausa tidak memiliki sebuah tekanan pada kalimat akhir dan tidak memiliki tanda baca dalam klausa tersebut karena kedudukan klausa yang lebih rendah dari kalimat. Sedangkan kalimat memiliki tanda baca didalamnya. kalimat termasuk kedalam tataran otografi, sedangkan klausa termasuk kedalam tataran leksikon gramatika. Perbedaan lainnya adalah klausa selalu memiliki sbuah predikat sedangkan kalimat tidak selalu memiliki sebuah predikat.

Referensi :
Buku Klausa Sudut Pandang Systemic Functional Linguistics (2021)
Buku Konsep dasar Bahasa Indonesia (2020)

Klausa adalah sebuah penggabungan dari dua kata atau lebih yang dapat terikat dan bertindak untuk menjadi satu kesatuan. Kalimat merupakan sebuah kesatuan bahasa yang terbentuk oleh beberapa struktur sintaksis termasuk klausa dan di dalamnya terdapat subjek, predikat, objek, keterangan dan disertai dengan pola intonasi akhir dan tanda baca di dalamnya.

Klausa adalah sebuah kombinasi kata atau lebih yang yang didalamnya terdapat unsur predikat. Klausa dapat berpotensi untuk menjadi suatu kalimat yang utuh karena hal ini disebabkan klausa mengandung unsur subjek dan juga predikat yang hal itu merupakan pola dasar dalam sebuah kalimat. Hal ini sesuai dengan pendapat Nanda dan Mariana (2020) yang menjelaskan bahwa klausa merupakan satuan gramatikal yang berupa kelompok kata dan sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat serta memiliki potensi untuk menjadi sebuah kalimat. Sebagai contoh:

Wanita itu pergi ke kantor

Sekilas contoh klausa di atas terlihat seperti kalimat namun hal itu belum bisa dikatakan kalimat karena klausa itu tidak memiliki intonasi akhir. Intonasi ini jika dituliskan bisa berupa sebuah titik, seru, atau tanya maka akan menimbulkan intonasi perintah, pertanyaan dan lainnya, maka contoh wanita itu pergi ke kantor. Kalusa tersebut sudah dapat dikatakan sebagai sebuah kalimat karena terdapat intonasi akhir yakni penambahan titik yang dapat merubah dari klausa menjadi kalimat.

Referensi:
Saputra N. & Mariana. (2020). Konsep Dasar Bahasa Indonesia. Jagad Media Pubishing.

Ramlan (1981: 62) menjelaskan mengenai klausa sebagai unsur kalimat karena dalam kalimat sebagian besar terdiri dari dua unsur klausa. Klausa memiliki unsur inti yaitu S (Subjek) dan O (Objek). Namun, dapat ditemui juga bahwa S (Subjek) sering dihilangkan dalam kalimat seperti pada kalimat luas yang diakibatkan adanya penggabungan klausa dan kalimat jawaban.

Selain pendapat Ramlan di atas, Chaer (2003: 231-232) juga menjelaskan mengenai klausa yakni sebagai unsur dari sintaksis yang berupa rangkaian kata-kata berkonstruksi predikatif. Di dalam konstruksi tersebut ada komponen kata berfungsi sebagai predikat, sedangkan yang lainnya sebagai subjek, objek, dan keterangan. Selain itu, dalam kontruksi yang brsifat wajib hanya subjek dan predikat.

Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa klausa memiliki potensi menjadi kalimat yakni kalimat tunggal karena klausa memiliki unsur sintaksis yaitu subjek dan predikat. Selain itu, juga dapat dijelaskan bahwa klausa termasuk unsur kalimat yang mewajibkan adanya fungsi sintaksis (subjek dan predikat).

Setelah penjelasan di atas, dapat dijelaskan juga perbedaan klausa dan kalimat, antara lain:

  • Klausa adalah unsur kalimat karena dalam kalimat sebagian besar terdiri dari dua unsur klausa, sedangkan kalimat ialah satuan bahasa terkecil yang berwujud lisan atau tulisan untuk mengungkapkan pikiran yang utuh.
  • Kalimat memiliki pola intonasi akhir, sedangkan klausa tidak memiliki pola intonasi akhir.
  • Dalam penulisannya, klausa tidak diawali huruf kapital, sedangkan kalimat diawali huruf kapital.

Referensi:

Chaer, A. (2003). Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Ramlan, M. (1981). Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono.

Farid, K. E. (2020). Sintaksis Bahasa Indonesia Dan Bahasa Arab (Studi Analisis Kontrastif Frasa, Klausa, Dan Kalimat). Jurnal Pendidikan Islam (BAHTSUNA), 2(1), 8-13.

Menurut Ramlan (2005: 79) klausa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari S P (O) (PEL) (KET). Tanda kurung tersebut mendandakan bahwa apa yang ada di dalam kurung boleh ada, boleh juga tidak ada.
Kemudian Kridalaksana (1983: 156) berpendapat mengenai pembagian klausa dilihat dari potensinya untuk menjadi kalimat yaitu klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang berpotensi untuk menjadi kalimat. sedangkan klausa terikat adalah klausa yang tidak berpotensi menjadi kalimat dan hanya berpotensi menjadi kalimat minor yang tidak bisa berdiri sendiri.

Selanjutnya mengenai perbedaan antara klausa dan kalimat yaitu klausa adalah gabungan dari kata yang terdiri dari subjek dan predikat, klausa juga tidak diakhiri dengan intonasi akhir seperti intonasi tanya, perintah, dan berita. Selain itu, klausa tidak memiliki tanda baca. Sedangkan kalimat adalah gabungan dari beberapa kata, frasa, atau klausa. Biasanya kalimat diawali dengan huruf kapital dan memiliki intonasi serta tanda baca.

Referensi:
Kridalaksana, H. (1983). Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.

Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2014). Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Ramlan, M. (2005). Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: CV. Karyono.

Klausa adalah satu kesatuan berupa fungsi sintaksis yang minimal memiliki fungsi Subjek dan Predikat, serta fungsi sintaksis ini sangat berpotensi menjadi bentuk yang lebih tinggi (kalimat). Pendapat ini didukung oleh Kridalaksana (1993:110), yang menyatakan bahwa klausa adalah satuan gramatikal yang berwujud kelompok kata yang sekurang - kurangnya terdiri atas subjek dan predikat yang memiliki potensi menjadi kalimat.
Contoh klausa:
Ibu menyiram
S P
Kakak melepaskan
S P
Dua contoh klausa tersebut berpotensi untuk menjadi kalimat, dan kedua klausa tersebut belum mampu disebut sebagai kalimat karena belum mempunyai intonasi akhir. Pada klausa “Ibu menyiram, yang masih dipertanyakan adalah ibu menyiram apa?, lalu klausa “kakak melepaskan, yang dipertanyakan adalah melepaskan apa?.
Maka dapat disimpulkan bahwa Kalimat adalah kajian sintaksis yang lebih tinggi dari klausa yang memiliki fungsi minimal S dan P yang mengandung dua klausa atau lebih serta memiliki intonasi akhir. Alwi (2003: 322) menambahkan bahwa pola kalimat itu dimulai dari S P, S P O, S P Pel, S P K, dan S P O K.
Jika dilihat berdasarkan penjelasan diatas maka terlihat beberapa perbedaan antara klausa dan kalimat yaitu kalimat mempunyai pola intonasi akhir sedangkan klausa tidak mempunyai pola intonais akhir, dan klausa bisa berdiri sendiri dan polanya lebih sederhana sedangkan kalimat memliki pola yang lebih beragam seperti S P, S P O, S P Pel, S P K, dan S P O K.

Referensi :
Kridalaksana. (1993:110). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Alwi, H. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Menurut Chaer (2012:231) Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, pada suatu konstruksi ada komponen berupa kata atau frasa yang berfungsi sebagai predikat, dan komponen lainnya berfungsi sebagai subjek, objek, maupun keterangan.

Lalu apakah klausa memiliki potensi untuk menjadi kalimat?
Dalam sumber yang sama, klausa memiliki potensi untuk menjadi kalimat (kalimat tunggal) karena terdapat fungsi sintaksis wajib, yakni komponen subjek dan predikat, sedangkan penambahan komponen objek ataupun keterangan untuk klausa majemuk. Perbedaan klausa dan kalimat terdapat pada adanya intonasi final pada kalimat, entah itu intonasi deklaratif, intonasi interogatif, maupun intonasi interjektif. Contohnya :

  • Dena menari => masih berstatus klausa
  • Apakah Dena menari? => sudah berstatus kalimat

Refrensi

Chaer, A. (2012). Linguistik Umum. Jakarta: Rikena Cipta.

(Kridalaksana, 1993:110) Klausa adalah satuan gramatikal yang memiliki tataran di atas frasa dan di bawah kalimat, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat, dan berpotensi untuk menjadi kalimat.
Sebuah klausa dapat terdiri dari penggabungan dua kata atau lebih, dengan salah satu kata berperan sebagai predikat dan memiliki subjek.
Karena dalam sebuah klausa mengandung predikat, yang merupakan unsur pembentuk kalimat, maka klausa bisa menjadi sebuah kata.Selain dapat menjadi sebuah kalimat, klausa juga bisa menjadi salah satu unsur yang terdapat pada kalimat.
Namun untuk membuat klausa menjadi sebuah kalimat, maka klausa harus diakhiri dengan tanda baca, misalnya tanda titik, tanda seru, maupun tanda tanya.
Referensi :
Kridalaksana.1993.Kamus Linguistik. Jakarta:PT. Gramedia.

Moeliono, dkk (2017) mengungkapkan bahwa klausa merupakan konstruksi kalimat yang terdiri dari subjek dan predikat serta dengan atau tanpa objek, pelengkap, dan keterangan. Unsur inti klausa adalah subjek dan predikat (Supriyadi, 2014). Sedangkan, kalimat pada dasarnya terdiri dari subjek dan predikat yang diikuti oleh objek, pelengkap, dan keterangan, tetapi perlu tidaknya bergantung pada predikat (verba). Oleh karena itu, kalimat dan klausa sama-sama termasuk dalam konstruksi sintaksis yang memiliki predikat dan argumennya.

Selain itu, apabila dihubungkan, klausa termasuk dalan unsur pembentuk kalimat, atau disebut dengan konstituen. Konstituen ini bersifat hierarkis. Klausa juga merupakan konstituen terbesar pembentuk kalimat. Oleh karenanya, klausa berpotensi menjadi kalimat karena kalimat terbentuk dari klausa-klausa tersebut. Hal ini dapat menjadi perbedaan pokok antara kalimat dan klausa, karena kalimat terbentuk dari dua klausa atau lebih.

Lebih lanjut mengenai perbedaan, secara linguistik kalimat dan frasa pada dasarnya tidak berbeda, kecuali dalam hal tanda baca dan intonasi (Jufrizal, dkk dalam Ariyadi, Yusdi, dan Lindawati, 2020). Sebuah klausa dapat menjadi kalimat apabila ditambahkan intonasi dengan memberi tanda baca. Perbedaan selanjutnya, yaitu klausa lebih bersifat linguistik sedangkan kalimat lebih bersifat mekanis-tulis.

Referensi:
Ariyati, R. P., Muhammad Y., & Lindawati. (2020). Kalimat dan Klausa pada Novel Lubang dari Separuh Langit. Jurnal Linguistik, 5(1), 179-186.

Moeliono, Anton M., dkk. (2017). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonedia Edisi Ke-4. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Supriyadi. (2014). Sintaksis Bahasa Indonesia. Gorontalo: UNG Press.

Klausa merupakan satuan gramatikal berupa kelompok kata yang paling tidak terdiri atas subjek dan predikat, akan tetapi penanda dalam klausa adalah predikat (Supriyadi, 2014:18). Unsur S dan P dalam klausa juga dijelaskan dapat disertai dengan objek (O), pelengkap (Pel.), dan keterangan (Ket.) yang memiliki sifat mana suka, artinya unsur-unsur tersebut boleh ada dan boleh tidak. Klausa ini dapat berpotensi menjadi kalimat karena keduanya memiliki unsur sintaksis yang sama yaitu S dan P. Menurut Santhi (2019:3) menjelaskan bahwa kalimat merupakan salah satu objek kajian sintaksis berupa satuan gramatikal yang dibatasi oleh jeda panjang ataupun jeda yang disertai nada akhir naik turun (intonasi). Maka dari itu, Klausa dapat berpotensi menjadi sebuah kalimat jika dilengkapi oleh tanda baca ataupun intonasi. Contoh :

Ketika orang-orang mulai menyukai ayam bekisar, Edwin sudah memelihara untuk dijual di pasaran.

Kalimat tersebur terdiri atas empat klausa ;

  1. Ketika orang-orang mulai (S diikuti P)
  2. Menyukai ayam bekisar (P diikuti O)
  3. Edwin sudah memelihara (S diikuti P)
  4. Untuk dijual di pasaran (P diikuti KET)

Keempat klausa tersebut berubah menjadi kalimat karena sudah dilengkapi oleh tanda baca dan membutuhkan ketepatan intonasi saat membacanya.

Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa klausa dan kalimat sejatinya mirip, namun keduanya memiliki perbedaan. Klausa merupakan gabungan kata yang lazimnya terdiri atas subjek dan predikat. Sedangkan kalimat merupakan gabungan kata yang mengandung unsur unsur sintaksis seperti S, P, O, K dan pelengkap yang memiliki tanda baca dan intonasi akhir untuk menyempurnakan berbagai fungsi intonasi seperti fungsi deklaratif, interogratif, ataupun interjektif.

Referensi :
Supriyadi.(2014). Sintaksis Bahasa Indonesia. Gorontalo : UNG Press.
Santhi, Meita Sandra.(2019). Sintaksis, Belajar Tata Bahasa Indonesia. Bandung : Pakar Raya.

Dalam pengertian klausa menurut Kridalaksana (1993: 110) adalah satuan gramatik yang tatarannya berada di antara frasa dan kalimat, berupa kelompok kata yang setidaknya berdiri oleh subjek dan predikat dan berpotensi menjadi kalimat. Dalam pengertian tersebut, sudah jelas bahwa frasa memiliki potensi untuk menjadi sebuah kalimat karena Nanda Saputra dan Mariana dalam buku Konsep Dasar Bahasa Indonesia (2020) juga menuliskan juga mengenai konsep klausa yakni satuan gramatikal yang sekurang-kurangnya terdiri dari S dan P, dan berpotensi menjadi kalimat. Karena unsur minimalnya harus terdiri dari S dan P, maka unsur maksimalnya bisa menjadi S, P, O, P, dan K. Sebagaimana dalam contoh berikut.

  1. Saya bermain.

  2. Saya bermain sepeda.

  3. Saya bermain sepeda tadi.

  4. Saya bermain sepeda bersama adik.

Chaer, A. (2012). Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.

Alwi, H., Dardjowidjojo, S., Lapoliwa, H., & Moelino, A. M. (2010). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (3 ed., Cet. 8). Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka.

Menurut pendapat yang diungkapkan Kridalaksana (1985: 156) tentang pembagian klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat, klausa terbagi menjadi dua, klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas merupakan klausa yang memiliki kemampuan untuk menjadi kalimat, sedang klausa terikat adalah klausa yang hanya berpotensi untuk menjadi kalimat minor. Dalam klausa terikat memiliki bagian yang disebut dengan klausa relatif yang memiliki hubungan kuat dengan klausa terikat.
Klausa relatif dikemukakan oleh Samsuri (1985: 302) yaitu kalimat dasar yang mengalami perubahan menjadi kalimat pemadu dalam kalimat rumit yang subjeknya berganti menjadi partikel yang karena sama dengan sebuah frasa nominal misalnya kalimat (2) sebagai kalimat pemadu disematkan pada kalimat matriks (1) menghasilkan kalimat rumit (3).
(1) Petugas itu mengehentikan pengendara motor
(2) Petugas itu berdiri di persimpangan
(3) Petugas yang berdiri di persimpangan itu menghentikan pengendara motor.
Kalimat (2) setelah disematkan pada kalimat (I) kehilangan subjek pada kalimat (3) berubah menjadi partikel yang. Yang berdiri di persimpangan pada kalimat (3) adalah klausa relatif.
Kalimat memiliki sejumlah unsur yang terdiri dari subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan dengan pola yang beragam, seperti S-P, S-P-O, S-P-O-K, dan lain sebagainya.
Sehingga dapat diketahui bahwa yang membedakan antara klausa dan kalimat adalah klausa merupakan salah satu satuan bahasa yang membentuk adanya suatu kalimat, sedangkan Kalimat merupakan suatu kesatuan bahasa yang dibentuk oleh beberapa satuan bahasa, termasuk klausa.

Referensi
Kridalaksana, H. 1985. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia: Sintaksis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Samsuri. 1985. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Jakarta: Sastra Hudaya