Bagi kalian yang sedang belajar Linguistik Historis Komparatif atau yang kerap disingkat LHK, tentu sudah tak asing dengan istilah ‘pengelompokan bahasa’. Terkait dengan hal tersebut, Keraf (1996) menjelaskan bahwa pada abad ke XIX terdapat dua teori yang populer guna mengadakan penggolongan (sub-grouping) bahasa-bahasa yaitu (1) teori batang pohon (stammbaumtheorie, atau pedigree theory) semenjak A. Schleicher (1866) dan (2) teori gelombang (wellentheorie atau wave theory) (penyempurnaan dari teori batang pohon yang dilakukan oleh J. Schmidt pada 1872). Keduanya pun dapat dijadikan landasan dari beberapa metode pengelompokan bahasa, antara lain metode pemeriksaan sekilas, metode kosakata dasar (basic vocabulary), metode inovasi atau metode pembaruan, dan leksikostatistik (glotokronologi).
Yuks! Kita fokus pada tiga metode pengelompokan dahulu, yakni metode pemeriksaan sekilas, metode kosakata dasar (basic vocabulary), dan metode inovasi atau metode pembaruan.
Menurut kamu, berdasarkan tiga metode tersebut, metode manakah yang paling tepat guna pengelompokan bahasa-bahasa di Nusantara?
Referensi
Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Menurut saya, berdasarkan tiga metode yang telah disebutkan, metode yang paling tepat guna untuk pengelompokan bahasa-bahasa di Nusantara adalah metode inovasi. Metode tersebut dikembangkan untuk pelengkap dari metode-metode lainnya. Hal tersebut dikarenakan adanya kesulitan yang timbul akibat jumlah kemiripan antara bahasa kerabat. Adanya metode inovasi atau pembaharuan ini terjadi bukan karena terpengaruh maupun pinjaman dari luar, tetapi tumbuh dari bahasa itu sendiri.
Inovasi atau pembaharuan juga dapat terjadi karena perubahan makna dan kontaminasi (Keraf, 1996).
Pembaharuan karena perubahan makna
Kata hulu dulu berarti ’ kepala’ yang masih bertahan dalam beberapa bahasa Austronesia Barat. Dalam bahasa Melayu dan Indonesia kata hulu berubah maknanya sehingga berarti ‘tangkai’, ‘bagian udik sungai’.
Contoh:
Ungkapan dalam bahasa Melayu gigi asu berarti ‘gigi yang tajam’; ‘gigi anjing’ merupakan bentuk tua yang masih bertahan dalam situasi inovatif yang menggunakan kata anjing dalam pergaulan sehari-hari.
Inovasi karena kontaminasi
Bahasa Jerman Rendah memiliki kata he, Jerman Tinggi er, dari kedua kata tersebut dibentuk kata her ‘dia’.
Inovasi dapat dicari dalam shared innovation yang berupa kosa kata dasar atau berupa persamaan ciri morfologis atau fonologis.
Referensi:
Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Menurut pendapat saya, sikap yang harus dilakukan untuk memilih metode yang paling sesuai dalam pengelompokan bahasa Nusantara yaitu pertama, kita harus menggunakan metode kosakata dasar, lalu kemudian bila timbul hal-hal yang meragukan kita baru menggunakan metode inovasi, baik inovasi dalam kosakata dasar, maupun inovasi unsur-unsur gramatikal serta inovasi fonologis. Usaha menggunakan kosakata dasar sebagai landasan pengelompokan bahasa Nusantara dapat memberikan hasil yang kurang memuaskan karena disebabkan oleh hal-hal berikut:
Persentase kemiripan kata-kata kerabat bahasa-bahasa Nusantara cenderung kecil, yaitu hanya berkisar antara 30-40% saja. Sehingga sulit menentukan bahasa mana lebih dekat ke bahasa lain.
Kosakata dasar sangat sulit jika dijadikan ciri sub-grouping karena kosakata itu terdapat pada geografis yang sangat berjauhan.
Maka unsur inovasi pada kosakata dasar dan inovasi pada unsur gramatikal akan mengatasi kesulitan dalam pengelompokan bahasa Nusantara tersebut (Keraf,1996).
Referensi:
Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Berdasarkan pemahaman Saya, ketiga metode pengelompokan bahasa sebenarnya sama-sama memiliki pengaruh. Namun, menurut Saya ketika mengelompokkan bahasa tentu lebih cenderung pada metode Kosa Kata Dasar yang mana dalam hal ini kosa kata dianggap menjadi syarat mati hidupnya sebuah bahasa. Hal ini bertolak dari suatu asumsi bahwa perbendaharaan kata dalam suatu bahasa dibedakan dalam dua kelompok, yakni kata-kata yang tidak gampang berubah dan kata-kata yang mudah berubah. Metode Kosa Kata Dasar ini dirasa paling tepat dalam pengelompokan bahasa di Nusantara, karena kata yang digunakan dalam pengelompokan adalah perbendaharaan kata dasar yang dianggap sebagai warisan bersama dari bahasa proto. Namun tidak dipungkiri, jika kita menggunakan kosa kata dasar yang diwarisi bersama dari suatu bahasa proto, proses pengelompokkan tentu akan mengalami kesulitan. Maka metode inovasi hadir menjadi pelengkap dari metode Kosa Kata Dasar, metode inovasi ini bertolak dari asumsi bahwa pada suatu waktu dan karena suatu alasan, bahasa kerabat dapat memperbarui satu atau lebih kosa kata dasarnya (Keraf, 1996).
Kesimpulannya, tentu awalnya kita menggunakan metode Kosa Kata Dasar, lalu jika timbul hal-hal yang meragukan dapat menggunakan metode inovasi yang dapat mengatasi kesulitan dalam pengelompokan bahasa, karena kosa kata dasar bahasa-bahasa di nusantara tentu tersebar dalam wilayah geografis yang luas.
Referensi:
Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Menurut saya, dari ketiga metode tersebut, metode inovasi atau metode pembaruan adalah metode yang paling tepat untuk digunakan dalam pengelompokan bahasa-bahasa di Nusantara. Hal ini karena, dalam pengelompokan bahasa Nusantara itu tidak mudah sehingga menggunakan metode pemeriksaan sekilas dan metode kosakata dasar saja tidak cukup (Keraf, 1996). Walaupun demikian, metode kosakata dasar tetap dapat digunakan karena memiliki manfaat dalam sub-grouping. Selain itu, penggunaan metode inovasi juga di klaim dapat membantu mengatasi permasalahan dalam pengelompokan bahasa.
Referensi:
Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Metode yang paling tepat digunakan dalam pengelompokan bahasa-bahasa di Nusantara menurut saya adalah metode kosa kata dasa. Hal tersebut disebabkan karena kata dasar merupakan unsur paling mendasar sekaligus penting dalam suatu bahasa yang nantinya akan berpengaruh pada unsur kebahasaan lainnya. Menurut Keraf (1996) memaparkan bahwa kosa kata yang dipakai dalam metode kosa kata dasar yakni kosa kata yang mana ditafsirkan menjadi prasyarat mati hidupnya suatu bahasa semenjak awal berkembangnya bahasa itu sendiri. Keraf juga memaparkan bahwa perbendaharaan kata dasar menjadi sumber kajian pada metode ini karena dianggap semacam tinggalan warisan bersama dari bahasa proto. Akan tetapi melihat juga apabila ditemukan hambatan maupun keraguan setelah menggunakan metode kosa kata dasar maka perlu diikuti dengan metode inovasi. Hambatan yang kemungkinan terjadi yaitu seperti kecilnya prosentase kemiripan bahasa nusantara terhadap bahasa kerabat serta jauhnya jarak geografis yang mana negara Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga adanya bentangan jarak yang sangat memengaruhi kegiatan pengelompokan bahasa nusantara.
Menurut pemahaman saya , berdasarkan dari pengamatan ketiga metode penggelompokan bahasa tersebut yang paling cocok dan tepat digunakan untuk pengelompokan bahasa - bahasa di nusantara adalah metode inovasi. Mengapa demikian? Karena dengan berbagai objek linguistik yang berbeda memerlukan suatu metode pembaruan yang ber inovasi dengan berbagai pandangan yang baru , tiap bahasa juga memiliki kesamaan dalam bentuk makna dan memiliki bentuk tertentu yang dapat dikaitkan dengan makna nya yang khas untuk memudahkan proses inovasi dari kata dasar bahasa tersebut. Tentunya nya hal ini juga membutuhkan metode yang lain seperti metode kosakata dasar untuk landasan pengelompokkan pada bahasa nusantara.
Referensi :
Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Di antara metode pemeriksaan sekilas, metode kosa kata dasar, dan metode inovasi, metode yang tepat untuk mengelompokkan bahasa Nusantara yaitu metode inovasi. Hal ini sejalan dengan hal yang dikemukakan oleh Keraf (1996) bahwa usaha dalam pengelompokan bahasa Nusantara dirasa kurang memuaskan jika menggunakan teknik pemeriksaan sekilas maupun kosa kata dasar. Metode inovasi merupakan suatu pengelompokan bahasa dengan mengadakan pembaruan atas kata-kata dasar. Namun, kita tidak boleh mengesampingkan metode kosa kata dasar dalam pengelompokan bahasa Nusantara. Hal tersebut karena kata dasar yang digunakan dalam pengelompokan dianggap sebagai warisan dari bahasa proto. Tidak jarang ditemui kesulitan yang ditimbulkan dari jumlah kemiripan antara bahasa kerabat. Dalam hal ini unsur inovasi kosa kata dasar, unsur gramatikal, dan inovasi fonologis berperan sebagai pelengkap untuk mengatasi kesulitan dalam pengelompokan bahasa Nusantara.
Jadi, metode yang paling tepat dalam mengelompokkan bahasa Nusantara yaitu mengombinasikan antara metode kosa kata dasar dan inovasi. Metode kosa kata dasar harus digunakan terlebih dahulu, bila kemudian timbul hal-hal yang meragukan kita dapat menggunakan metode inovasi.
Referensi:
Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia.
Menurut saya, dari beberapa metode pengelompokan dahulu yang paling tepat guna, yaitu metode pengelompokkan pemeriksaan sekilas dan metode kosa kata dasar. Pemeriksaan sekilas dilakukan dengan mengelompokan Bahasa yang akan disamakan atau dibedakan (Keraf, 1996). Dari melakukan perbandingan itu, maka akan terlihat Bahasa mana yang lebih mendekati Bahasa satunya. Meskipun metode ini tidak selalu berhasil, tetapi dengan metode ini kita dapat melihat dengan mudah persamaan dan perbedaan Bahasa yang satu dengan yang satunya. Sebagai awalan dalam mengetahui adanya persamaan atau tidak suatu Bahasa dengan yang lainnya dapat dilihat dengan menggunakan metode ini. Kemudian metode kosa kata dasar digunakan sebagai penyempurnaan dari metode pemeriksaan. Hanya saja dalam penggunaan metode kosa kata dasar perbendaharaan Bahasa yang digunakan adalah kata dasar (Keraf, 1996). Dengan menggunakan kedua metode tersebut, maka dalam mengetahui perbedaan atau persamaan Bahasa akan terlihat dengan baik dan dapat mengelompokkan sesuai dengan kelompoknya.
Menurut saya dari beberapa metode yang ada, metode kosa kata dasar dan inovasi yang paling tepat. Pada awalnya menggunakan metode kata dasar untuk melahirkan sebuah bahasa proto atau bahasa purba yang berdasarkan prinsip korespodensi fonemis dan kerabat setelahnya baru mengembangkan bahasa-bahasa yang ada (kata dasar) melalui metode inovasi sebagai pembeharuan dan penumbuhan inti kelompok baru.
Menurut saya metode yang paling tepat untuk digunakan dalam pengelompokan bahasa-bahasa di Nusantara adalah mengkolaborasikan metode kosa kata dasar dengan metode inovasi. Jadi, pengelompokkan bahasa-bahasa di Nusantara yang pertama menggunakan metode kosa kata dasar terlebih dahulu. Kemudian apabila dari hasil penggunaan metode kosa kata dasar timbul hal-hal yang meragukan, untuk memastikannya barulah menggunakan metode inovasi. Penggunaan metode inovasi untuk mengidentifikasi misalnya saja inovasi kosa kata dasar, inovasi fonologis, maupun inovasi gramatikal. Penggabungan kedua metode ini untuk menganalisis pengelompokan bahasa supaya ketika sedang mengelompokkan tak hanya didasarkan pada bentuk saja, tetapi juga harus melihat persamaan arti. Hal ini karena bahasa itu berkembang dan berbeda meski antar daerah satu dengan yang lain memiliki bentuk kata yang sama.
Perlunya kolaborasi antara metode kosa kata dasar dengan metode inovasi juga didasari karena ketika kita hanya menggunakan metode kosa kata dasar, pengelompokan bahasa akan mengalami kegagalan. Oleh karenanya, hasil pengelompokan bahasa-bahasa di Nusantara tidak akan memuaskan. Dengan demikian, diperlukan kolaborasi bersama metode inovasi supaya hasil pengelompokan bahasa lebih akurat.
Sumber:
Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Menurut saya, metode Kosa Kata Dasar ini dirasa paling tepat dalam pengelompokan bahasa di Nusantara, karena kata yang digunakan dalam pengelompokan adalah perbendaharaan kata dasar yang dianggap sebagai warisan bersama dari bahasa proto. Keraf (1996) menyampaikan bahwa metode inovasi hadir menjadi pelengkap dari metode Kosa Kata Dasar. Metode inovasi ini bertolak dari asumsi bahwa pada suatu waktu dan karena suatu alasan, bahasa kerabat dapat memperbarui satu atau lebih kosa kata dasarnya. Maka dapat disimpulkan bahwa tentu awalnya kita menggunakan metode Kosa Kata Dasar, lalu jika timbul hal-hal yang meragukan dapat menggunakan metode inovasi yang dapat mengatasi kesulitan dalam pengelompokan bahasa, karena kosa kata dasar bahasa-bahasa di nusantara tentu tersebar dalam wilayah geografis yang luas. Walaupun demikian, metode kosakata dasar tetap dapat digunakan karena memiliki manfaat dalam sub-grouping. Selain itu, penggunaan metode inovasi juga di klaim dapat membantu mengatasi permasalahan dalam pengelompokan bahasa.
Referensi:
Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Menurut pendapat saya adalah metode inovasi, karena inovasi merupakan unsur warisan dari bahasa asal yang telah mengalami perubahan pada bahasa sekarang (Anderson, 1979:104).
Bila terjadi perubahan pada kelompok bahasa turunan tertentu dan tidak terjadi pada kelompok bahasa lain dalam perkembangannya, maka disebut inovasi bersama yang ekslusif (exclusively shared lingistic innovation) (Greenberg, 1957:49).
Referensi : Ino, L. (2015). Pemanfaatan Linguistik Historis Komparataif Dalam Pemetaan Bahasa-Bahasa Nusantara. RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, 1(2), 365-378.
Berdasarkan ketiga metode pengelompokan tersebut, metode yang paling tepat digunakan adalah inovasi. Keraf (1996) dalam bukunya telah mencoba melakukan mengadakan pengelompokan menggunakan metode pemeriksaan sekilas dan metode kosa kata dasar. Sehingga menggunakan metode inovasi merupakan pilihan yang tepat. Mempergunakan metode inovasi hanya dapat dilaksanakan kalau kita menghadapi kenyataan bahwa sejumlah bahasa kerabat tidak bisa dikelompokkan lebih lanjut karena prosentase kata kerabatnya sama besar. Karena kegagalan dengan metode kosa kata dasar maka dapat dilanjut dengan mempergunakan metode inovasi. Inovasi dapat dicari dalam inovasi bersama yang berupa kosa kata dasar atau yang berupa persamaan ciri-ciri morfologis, atau ciri-ciri fonologisnya. (Keraf, 1996)
Referensi:
Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Salah satu tujuan dari Linguistik Historis adalah mengadakan pengelompokan bahasa-bahasa, selain untuk mengetahui tali kekerabatan suatu bahasa, namun juga untuk diketahui lebih lanjut tingkat kekerabatan antara suatu bahasa satu dengan lainnya (Keraf, 1996). Maka, pengelompokan bahasa sangat penting dalam kajian Linguistik Historis. Dalam pengelompokan tersebut, terdapat tiga metode pengelompokan, yakni metode pemeriksaan sekilas, metode kosakata dasar (basic vocabulary), dan metode inovasi atau metode pembaruan. Ketiga metode tersebut, sebenarnya memiliki peran penting dalam pengelompokan bahasa-bahasa karena ketiga metode saling melengkapi satu sama lain. Namun, dari ketiga metode yang paling tepat guna digunakan adalah pengolaborasian antara metode kosakata dasar (basic vocabulary) dan metode inovasi. Sebab, menurut Keraf (1996) kosakata yang digunakan dalam metode kosakata dasar (basic vocabulary) merupakan kosakata yang dianggap menjadi syarat mati-hidupnya sebuah bahasa, kosakata yang dimiliki bahasa sejak awal perkembangannya. Sedangkan, metode inovasi digunakan sebagai metode tambahan apabila terjadi kesulitan dalam proses pengelompokan karena terjadinya kemiripan bentuk-bentuk dari bahasa yang diperbandingkan akibat berasal dari proto yang sama. Jadi, pengolaborasian metode kosakata dasar (basic vocabulary) dan metode inovasi adalah metode yang paling tepat digunakan.
REFERENSI:
Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Menurut pendapat saya terkait metode pengelompokan bahasa Nusantara yang tepat adalah metode inovasi dan leksikostatik, meskipun metode yang lainnya sama-sama berperan penting dalam pengelompokan bahasa Nusantara. Metode inovasi atau pembaruan adalah perubahan dari bunyi bahasa, bentuk bahasa, makna/arti bahasa yang berakibat pada terciptaanya kata-kata baru (Kridalaksana, 1983). Jadi metode tersebut tepat karena metode tersebut dapat menyesuaikan perubahan atau daya tumbuh bahasa itu sendiri. Sedangkan metode leksikostatistik adalah metode pengelompokan bahasa yang mana leksikal menjadi hal utama dalam menentukan kelompok bahasa yang didasarkan pada persamaan dan perbedaan dari beberapa bahasa yang dibandingkan (Keraf, 1996). Selanjutnya kekerabatan bahasa dilakukan dengan cara menghitung kosa kata yang sama secara statistik. Metode leksikonatik lebih tepat karena memakai ilmu statistik sebagai dasar dalam menemukan hubungan kekerabatan dari beberapa bahasa dengan cara menghitung unsur-unsur persamaan kosakata. Jadi menurut saya metode tersebut lebih akurat. Hal ini didukung dengan pendapat Nothofer (1990) yang menyatakan bahwa metode leksikonatik mempunyai keunggulan dari metode-metode yang lain, seperti: (1) berperan sebagai daftar kosakata dasar yang cepat sehingga dapat menentukan hubungan kekerabatan satu bahasa (bahasa kerabat), (2) berperan sebagai alat untuk memetakan bahasa/dialek berkerabat yang proto bahasanya tidak terlalu kuno, dan (3) berperan sebagai metode pengelompokan bahasa yang bisa digunakan di tahap awal dalam menentukan kelompok (klasifikasi) bahasa.
REFERENSI:
Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Nothofer, Bernd. (1990). Tinjauan Sinkronis dan Diakronis Dialek-Dialek Bahasa Jawa di Jawa Barat (Bagian Barat). Tulisan Ceramah dan Diskusi oleh Pusat Studi Bahasa-Bahasa Asia Tenggara-Pasifik. Yogyakarta:
Fakultas Sastra UGM
Menurut saya, metode yang tepat digunakan untuk pengelompokan bahasa di Nusantara adalah metode kosakata dasar, namun metode yang lain juga memiliki peran. Menurut Keraf (1996) menjelaskan mengenai kosakata yang dipakai dalam metode kosakata dasar merupakan kosakata yang dijadikan mati dan hidupnya bahasa semenjak dari awal waktu perkembangannya. Namun, dalam metode kosakata ini memiliki beberapa kendala, seperti kecilnya angka kemiripan bahasa Nusantara terhadap bahasa kerabatnya dan letak geografis yang jauh karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang mana hal ini sangat berpengaruh pada pengelompokan bahasa.
Referensi:
Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Menurut saya, metode yang paling tepat yang dapat dapat digunakan dalam pengelompokan bahasa-bahasa di Nusantara yaitu metode kosakata dasar. Kosakata dasar yang menjadi unsur paling dasar dalam suatu bahasa menjadi hal hang penting hang dapqt memengaruhi unsur kebahasaan ke depannya. Keraf (1996) juga menyatakan bahwa kosakata dasar menjadi prasyarat mati hidupnya bahasa sejak awal perkembangan. Maka dari itu, kosakata dasar menjadi hal yang sangat penting karena hal itu yang akan menjadi pengacuan dalam pemerolehan kosakata baru. Permasalqhan yang akan muncul mungkin dari sisi banyaknya kemiripan pada bahasa-bahasa Nusantara.
Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Menurut saya, dari tiga metode tersebut yang sesuai dengan pengelompokan bahasa di Nusantara, yaitu metode inovasi atau metode pembaruan. Dikarenakan adanya kemiripan bentuk makna kata dalam kosakata, muncul metode inovasi yang terbentuk atas dasar bahasa itu sendiri. Inovasi atau pembaruan kata menjadi suatu perkembangan bahasa yang menyebabkan perubahan makna bahasa di berbagai daerah. Hal tersebut awalnya disebabkan kesalahan pengucapan atau kesalahan penulisan pada teks lama, yang kemudian menghasilkan kosakata baru yang berbeda maknanya. Menurut (Keraf, 1996), kata ‘hulu’ pada awalnya hanya bermakna ‘kepala’. Dengan adanya pembaruan makna, kata tersebut berubah makna menjadi ‘tangkai’, ‘ujung’, ‘pangkal’. Meskipun telah mengalami pembaruan makna, tetapi makna kata lama masih bisa digunakan dan disebut dengan relie. Metode pembaruan makna dapat terjadi jika presentase kata kerabat yang sama besar terhadap sejumlah bahasa kerabat tidak bisa dikelompokkan lagi. Mencari inovasi dapat dilakukan dengan shared innovation dengan berdasar pada kosakata dasar atau persamaan ciri-ciri morfologis dan fonologisnya.
Referensi:
Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Saya berpendapat bahwa metode yang tepat untuk pengelompokan bahasa Nusantara yaitu metode inovasi. Jika pengelompokan menggunakan metode kata dasar, akan terjadi sebuah kesulitan dalam proses pengelompokan karena bahasa yang diperbandingkan memiliki bentuk-makna yang sama atau mirip jumlahnya (Keraf, 1996). Sehubungan dengan hal tersebut Keraf (1996) mengembangkan suatu metode lain yakni metode inovasi. Dalam metode inovasi disebutkan bahwa kosa kata dasar pada suatu bahasa diperbarui karena bahasa tersebut memiliki daya tumbuh, bukan karena pengaruh-pengaruh dari luar. Dengan adanya inovasi atas kata dasar, maka sudah terjadi pertumbuhan sebuah inti dalam kelompok baru. Metode inovasi hanya dapat digunakan ketika menemukan kenyataan berupa sejumlah bahasa kerabat memiliki presentase kata kerabat yang sama besar sehingga tidak dapat dikelompokkan. Inovasi dapat ditemukan dalam shared innovation yang berwujud sebuah kosa kata dasar atau dari wujud persamaan ciri-ciri morfologis atau fonologisnya.