Mengenal Menfess: dari Tempat Curhat sampai Cyberbullying


sumber: @FOOD_FESS https://twitter.com/food_fess/status/1507205819578064900?s=21&t=7ssPkXoczJIy-TlcDEhI7w diakses 08/07/22


sumber: @tanyakanrl https://twitter.com/tanyakanrl/status/1540741625080848384?s=21&t=7ssPkXoczJIy-TlcDEhI7w diakses 08/07/22

Pastinya para pengguna twitter sudah tidak asing lagi melihat cuitan seperti itu. Kalau zaman dahulu kita bisa curhat, request lagu, atau berkirim salam lewat radio, maka di zaman sekarang kita juga dapat melakukannya melalui mengirim menfess di twitter. Menfess sendiri merupakan singkatan dari mention-confess, mulanya menfess digunakan untuk mengirimkan pesan atau kata-kata kepada seseorang—tanpa memberikan identitas pengirim—melalui direct message (DM) yang nantinya akan terunggah secara otomatis menggunakan bot atau diunggah secara manual oleh admin akun twitter yang dituju. Bisa dibilang sistem menfess ini mirip seperti surat kaleng.

Menfess sudah mulai populer di twitter sejak dua tahun terakhir. Menariknya, akun menfess ini hanya ditemukan di Indonesia. Istilah dan penggunaan menfess sendiri pertama kali muncul dari lingkup dunia roleplayer. Roleplayer atau biasa disingkat RP merupakan kegiatan di mana seorang penggemar memainkan peran sebagai artis atau tokoh idolanya. Para roleplayer inilah yang mulanya menggunakan menfess untuk mengungkapkan pesan atau perasaannya kepada akun roleplayer lain tanpa perlu takut identitasnya terbongkar.

Dalam perkembangannya, proses pengiriman menfess juga beragam. Awalnya admin menfess akan memberikan jam tertentu untuk pengikutnya yang ingin mengirim pesan yang nantinya akan diunggah secara manual. Cara ini memiliki keuntungan yakni admin akun tersebut dapat menyeleksi mana menfess yang sekiranya layak untuk diunggah dan tidak menimbulkan kegaduhan. Namun, kelemahannya yakni pada tenaga dan pengelolaan waktu. Seiring dengan perkembangannya, mulai muncul pihak-pihak yang menyediakan jasa bot sehingga dalam pengiriman menfess dapat diunggah secara otomatis, hanya dengan menunggu beberapa menit saja. Dari sinilah muncul istilah auto-base atau auto-menfess, yakni akun yang dapat mengirim menfess secara otomatis.

Popularitas menfess di kalangan pengguna twitter mendorong para penggunanya untuk semakin kreatif, saat ini menfess tidak hanya digunakan untuk tempat menyampaikan perasaan atau curhat saja, namun bisa digunakan untuk diskusi, bergosip, bahkan sebagai tempat untuk mencari jodoh. Bukan hanya itu, di twitter pun banyak sekali bermunculan akun menfess dengan tema yang berbeda-beda, seperti menfess khusus penggemar drama korea, penggemar kucing, penggemar makanan, sampai menfess khusus kampus tertentu. Tak jarang juga hal yang dibahas di menfess menjadi trending di twitter.

Dilihat dari sisi baiknya, akun menfess memberi manfaat dalam hal penelusuran informasi, tukar pendapat, dan untuk akun yang membawa nama kampus juga bisa menjadi wadah untuk mempromosikan acara kampus, dan menambah relasi. Namun, layaknya pisau bermata dua, perkembangan menfess ini juga tentunya membawa dampak negatif.

Dari artikel vice.id, menurut penulis dan pegiat literasi digital, Lamia Putri Damayanti, kebebasan berpendapat yang dikekang atau direpresi sejak era Orde Baru masih menyisakan jejaknya di era pasca reformasi. Banyak orang Indonesia yang tidak paham bagaimana cara menyampaikan pendapat dengan baik. Ruang untuk berdiskusi pun sulit dicari di dunia nyata, sehingga kita mencari ruang diskusi alternatif melalui internet dan forum lainnya, seperti menfess twitter.

Sifatnya anonimitas dari akun menfess juga menjadi nilai plus. Di akun menfess, kalian tak perlu khawatir akan dihakimi karena para pengikutnya tidak pernah tahu siapa saja yang mengirim cuitan tersebut. Kebebasan berpendapat dan anonimitas inilah yang kerap kali disalahgunakan. Pengguna internet yang bersembunyi di balik akun anonim seringkali merasa tidak perlu bertanggung jawab atas perilaku buruk mereka, sebab tidak ada orang yang mengetahui identitas aslinya. Dengan hilangnya tanggung jawab, orang lebih leluasa berkata dan bertindak sesuka hati, terbebas dari konsekuensi yang seharusnya mereka tanggung andai interaksi itu terjadi di dunia nyata. Begitu cuitan menfess mereka viral karena mengundang emosi atau menebar aib orang lain, kita sebagai pembaca tidak tahu siapa yang mesti disalahkan. Hingga pada akhirnya, sebagian konten akun-akun menfess menjadi lahan subur berseminya perundungan online.

Walau memiliki sisi baik dalam hal penelusuran informasi, tukar pendapat dan penyampai pesan, namun ada hal yang perlu dipertimbangkan sebelum menggunakan menfess ini yaitu etika. Tanpa etika dan tata krama bermedia sosial yang baik, menfess bisa membuat pengguna atau pembuat akun menfess ini merugikan orang lain seperti perundungan online atau cyberbullying, perusakan nama baik, hingga kriminalitas yang meresahkan. Kesadaran dan kebijakan dalam bermedia sosial adalah hal yang penting untuk menciptakan suasana yang kondusif.

Referensi:

Aziza A. N. 2020. “Akun Menfess: Pisau Bermata Dua Kebebasan Berekspresi di Medsos”, https://www.vice.com/id/article/3anavb/sejarah-akun-twitter-menfess-auto-base-di-indonesia-dan-cyberbullying diakses pada 21 Juni 2022

1 Like

Kayaknya ini cocok deh buat jadi penyeimbang si menfess “Jebakan Batman” dalam UU ITE Mengancam Kebebasan Jurnalistik?.

Good Idea. Sukses selalu. :grinning:

1 Like