Konstituen Induk Dalam Sintaksis Klausa

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Halooo, selamat siang Sobat Mijil!

Masih semangat kan dalam mempelajari Sintaksis? Tentunya masih kan yaaa :heart_eyes:

image

Seperti yang telah sobat mijil ketahui, sintaksis dimaknai sebagai ilmu yang menyoal mengenai tatakalimat guna menguraikan hubungan antarunsur bahasa guna membentuk sebuah kalimat (tuturan).

Salah satu unsur kalimat yang kita kenal ialah klausa. Klausa hanya terdiri atas satu verba atau frasa verbal yang diikuti dengan satu atau lebih konstituen yang secara sintaksis berhubungan dengan verba tersebut. Dalam suatu klausa sendiri terdapat suatu unsur yang disebut dengan konstituen induk/inti.

Nah, sebenarnya apa dan bagaimana sih konstituen induk/inti dalam klausa itu?

Referensi :
Verhaar, J.W.M. (2001). Asas-Asas Linguistik Umum Cetakan ke-3. Yogyakarta: UGM Press. (hal: 159-177)

1 Like

Verhaar (1996:164) menyebutkan di dalam klausa verbal, konstituen induk adalah verba, secara fungsional dinamakan ‘predikat’ verba dan selalu disertai oleh satu nomina – dapat juga lebih dari satu nomina – atau frasa nominal. Konstituen inti adalah konstituen yang wajib hadir karena sifat-sifat yang khas dari verba yang menjadi induk seluruh kontruksi. Konstituen inti dapat disebut peserta atau argumen.

Misalnya dalam kalimat :
Aku menghabiskan makanan yang dimasak Ibu.
Dalam kalimat diatas terdapat dua klausa yaitu aku menghabiskan makanan dan yang dimasak Ibu. Klausa pertama memiliki tiga konstituen inti : aku, menghabiskan, dan makanan. Kata aku berfungsi sebagai subjek, kata menghabiskan berfungsi sebagai predikat, dan kata makanan berfungsi sebagai objek.

Referensi :

Kumalasari, R., Dawud, & Sunaryo. 2017. Wujud Kalimat Kompleks dalam Karangan Cerita Fantasi Siswa SMP Kelas VII. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan. 2(8), 1097-1106

Samu, Albertina Yosefina. 2018. Fungsi Sintaksis dan Peran Semantis Argumen Inti Bahasa Manggarai Dialek Manggarai Tengah. Jurnal Ilmiah Masyarakat Linguistik Indonesia. 36(2), 186-204

Konstituen induk adalah verba yang secara fungsional disebut predikat. Verba ini disertai oleh nomina atau frasanominal satu atau lebih. Konstituen inti yaitu konstituen yng hadir karena sifat-sifat yang khas dari Verba yang menjadi induk seluruh kontruksi. Menurut Verhaar (1996) memaparkan bahwa dalam klausa verbal, konstituen induk berupa verba, secara fungsional disebut ‘predikat’ verba dan selalu disertai dengan satu nomina, dapat juga lebih dari satu nomina atau frasa nominal.
Contohnya:
Ibu memetik bunga (verbanya adalah memetik, dan nominanya adalah ibu, bunga)

Referensi:
Azhar, I. N. (2012). Frasa Verbal Bahasa Madura. Prosodi , 6 (2).
Verhaar, J.W.M. (2001). Asas-Asas Linguistik Umum Cetakan ke-3. Yogyakarta: UGM Press. (hal: 159-177)

Klausa inti menurut saya adalah klausa yang bisa berdiri sendiri tanpa adanya anak kalimat, dan minimal dalam satu klausa inti memiliki subjek dan predikat. Ini sesuai pendapat Bresnan (2001) yang menyebutkan sebuah klausa terdiri atas dua buah elemen, yaitu elemen inti (argumen + predikat) dan elemen periferi (elemen yang bukan merupakan argumen). Kemudian untuk melengkapi pernyataan Bresnan di atas, Alwi (2003) menjelaskan bahwa elemen inti merupakan elemen yang tidak dapat dihilangkan dalam sebuah klausa karena dia mengandung inti atau argumen yang membentuk klausa tersebut.
Misalnya pada klausa “Aku makan rujak saat cuaca panas”
Aku makan rujak merupakan klausa inti / induk kalimat sedangkan saat cuaca panas itu merupakan anak kalimat, dan tidak masalah jika dihilangkan karena dengan hanya kalimat “Aku makan rujak” sudah memenuhi syarat untuk menjadi klausa dan sudah memiliki arti.

Referensi :
Lein, AL., & Desta Gloria, S. (2020). Struktur dasar klausa verbal bahasa lamaholot dialek lewokluok. Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 5(2), 88-97
DOI: 10.32938/jbi.v5i2.573

Verhaar (dalam Samu 2018: 190) menyatakan bahwa di dalam klausa verbal, konstituen merupakan verba, secara fungsional disebut ‘predikat” verba dan selalu dibersamai oleh satu nomina – bisa juga lebih dari satu nomina – atau frasa nominal. Nomina digolongkan menjadi dua jenis, yaitu konstituen inti dan konstituen luar inti. Konstituen inti adalah konstituen yang ada karena sifat-sifat yang khas dari verba yang menjadi induk segala komposisi.

Referensi:

Samu, A. Y. (2018). Fungsi Sintaktis dan Peran Semantis Argumen Inti Bahasa Manggarai Dialek Manggarai Tengah. Linguistik Indonesia , 36 (2), 186-204.

Chaer (dalam Samu 2018: 190) menjelaskan bahwa klausa verbal menjadi suatu klausa yang dimana predikatnya berkategori verba. Lalu Verhaar (dalam Samu 2018: 190) berpendapat bahwa dalam klausa verbal terdapat konstituen induk. Konstituen induk merupakan verba, sedangkan secara fungsional disebut ‘predikat’ verba dan selalu disertai satu nomina atau lebih dari satu nominal ataupun frasa nominal. Selanjutnya dalam konstituen inti memiliki arti yaitu konstituen yang hadir karena adanya sifat khas dari verba yang menjadi induk kontruksi. Selain itu, dapat dikatakan pula bahwa konstituen inti disebut peserta ataupun argumen.

Referensi:

Samu, A. Y. (2018). Fungsi Sintaktis dan Peran Semantis Argumen Inti Bahasa Manggarai Dialek Manggarai Tengah. Linguistik Indonesia , 36 (2), 186-204.

Dalam klausa pasti memiliki konstituen induk/inti, yakni verba atau frasa verba. Biasa disebutkan dengan istilah verba atau secara fungsional yakni predikat (Verhaar,2010:164). Berdasarkan tipologinya, verba dalam bahasa Indonesia banyak mendapatkan afiksasi. Afiksasi didalamnya berupa awalan me. Pengimbuhan me ini dilakukan dengan merangkainya didepan kata yang di imbuhi awalan me. Awalan me ini memiliki 6 variasi diantaranya me, meng, meny, menge, mem, men.

Maharani, T., & Astuti, E. S. (2018). Pemerolehan bahasa kedua dan pengajaran bahasa dalam pembelajaran BIPA. Jurnal Bahasa Lingua Scientia, 10(1), 121-142.

Verhaar (1996:164) menjelaskan bahwa di dalam klausa verbal, konstituen induk adalah
verba, secara fungsional dinamakan ‘predikat’ verba dan selalu disertai oleh satu nomina dapat juga lebih dari satu nomina atau frasa nominal. Nomina atau frasa nominal itu
dibedakan menjadi dua jenis, yakni konstituen inti atau nuklir dan konstituen luar inti atau
periferal. Konstituen inti adalah konstituen yang hadir karena sifat-sifat yang khas dari verba yang menjadi induk seluruh kontruksi.

Klausa adalah penggabungan kata yang terdiri dari subjek dan predikat. Klausa biasanya dilengkapi dengan menggunakan objek, pelengkap, dan keterangan. Konstituen induk/inti dalam klausa yaitu klausa yang sudah bermakna, meskipun tanpa terikat atau bergabung dengan klausa lain. Induk kalimat ini bisa berpotensi menjadi kalimat.
Contoh nya seperti pada kalimat berikut :

Ayah mencuci motor ketika matahari berada di ufuk timur.

Maka induk kalimat nya adalah : Ayah mencuci motor

Sumber Referensi :

Samu, A. Y. (2018). FUNGSI SINTAKTIS DAN PERAN SEMANTIS ARGUMEN INTI BAHASA MANGGARAI DIALEK MANGGARAI TENGAH. Linguistik Indonesia, 36(2), 186-204.

Pendidikan 2, Dosen. 2021. “Induk Kalimat dan Anak Kalimat” , https://www.dosenpendidikan.co.id/induk-kalimat-dan-anak-kalimat/ diakses pada tanggal 27 November Pukul 13.30

Verhaar (1996:164) menjelaskan bahwa di dalam klausa verbal, konstituen induk adalah verba, secara fungsional dinamakan ‘predikat’ verba dan selalu disertai oleh satu nomina atau dapat juga lebih dari satu nomina atau frasa nominal. Konstituen inti adalah konstituen yang hadir karena sifat-sifat yang khas dari verba yang menjadi induk seluruh kontruksi.

Pendapat lain mengatakan bahwa konstituen inti adalah unsur pembentuk kalimat yang tidak dapat dihilangkan atau dilesapkan, ketika menghilangkan konstituen inti maka akan menghilangkan kejatian konstituen sisanya sebagai kalimat.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa konstituen inti adalah sebuah unsur pembentuk kalimat yang tidak dapat dihilangkan. Dapat dikatakan pula bahwa dalam setiap kalimat pasti mengandung konstituan inti.

Referensi :

Samu, A. Y. (2018). FUNGSI SINTAKTIS DAN PERAN SEMANTIS ARGUMEN INTI BAHASA MANGGARAI DIALEK MANGGARAI TENGAH. Linguistik Indonesia , 36 (2), 186-204.

https://text-id.123dok.com/document/wye9ddneq-konstituen-kalimat-fungsi-sintaksis-unsur-kalimat.html (diakses pada tanggal 27 November 2021)

Dalam ilmu sintaksis, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis akan membentuk satuan-satuan yang disebut satuan sintaksis. Salah satu satuan sintaksis adalah klausa. Kridalaksana (2009:124) menjelaskan bahwa klausa adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat, dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat.

Referensi :
Sumiyanto, S., & Mukhlish, M. (2015). KLAUSA KONSESIF DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT BAHASA INDONESIA. CARAKA , 2 (1), 87-100.

Istilah konstituen memiliki arti yaitu segmen yang merupakan satuan gramatikal. Verhaar (1996) menjelaskan bahwa di dalam klausa, konstituen induk adalah verba atau frasa verbal yang disertai dengan nomina atau frasa nominal satu atau lebih. Secara fungsional, verba juga dikenal dengan predikat. Sesuai tipologinya, verba yang ada dalam bahasa Indonesia mendapatkan imbuhan afiksasi yang berupa awalan me- untuk menyambungkan predikat dengan subjeknya. Imbuhan ini dapat digunakan dengan cara merangkaikannya didepan kata yang diimbuhi.

Referensi:
Maharani, T., & Astuti, E. S. (2018). Pemerolehan bahasa kedua dan pengajaran bahasa dalam pembelajaran BIPA. Jurnal Bahasa Lingua Scientia, 10(1), 121-142.

Verhaar, J.W.M. (2001). Asas-Asas Linguistik Umum Cetakan ke-3. Yogyakarta: UGM Press.

Menurut Verhaar (1996:164) di dalam klausa verbal terdapat konstituen induk yaitu verba, secara fungsional disebut predikat, yang selalu disertai satu atau lebih nomina maupun frasa nominal. Nomina atau frasa nominal tersebut dipilah menjadi dua macam, yaitu konstituen inti (nuklir) dan konstituen luar inti (periferal). Konstituen inti merupakan konstituen yang muncul karena sifat-sifat khusus dari verba yang menjadi induk seluruh kontruksi. Sementara konstituen luar inti merupakan pewatas. Contoh: Aku berada di Boyolali. Aku berada (nuklir) dan di Boyolali (periferal).

Referensi:
Samu, A. Y. (2018). Fungsi Sintaktis Dan Peran Semantis Argumen Inti Bahasa Manggarai Dialek Manggarai Tengah. Linguistik Indonesia, 36(2), 186-204.

Konstituen dalam klausa itu biasanya berisi fungsi-fungsi sintaksis. Konstituen inti klausa dipolakan menjadi beberapa kemungkinan, Konstituen klausa terdiri atas subjek (S) dan predikat (P). biasanya terdapat dalam klausa intransitive. Contohnya adalah Dia menangis. Kemudian ada Klausa terdiri atas subjek (S), predikat (P), dan objek (O). biasanya terdapat dalam klausa ekatransitif. Yang selanjutnya ada Klausa yang terdiri atas subjek (S), predikat (P), dan pelangkap (Pel). Biasanya terdapat dalam klausa semitransitif. Klausa ini tidak dapat dipasifkan. Berbeda lagi jika dengan klausa transitif yang dapat dipasifkan. Dan yang terakhir Klausa itu mencakup lima fungsi, yakni subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel) dan keterangan (K). klausa ini biasa disebut klausa dwitransitif, karena predikat diikuti oleh dua konstituen, yakni objek dan pelangkap.

Referensi :
Pengertian dan konstituen-konstituen. Diakses pada tanggal 27 November 2021.

Menurut Verhaar (1996:164) menjelaskan bahwa di dalam klausa verbal, konstituen induk/inti adalah verba, sedangkan secara fungsional dinamakan ‘predikat’ verba dan selalu disertai oleh satu nomina atau dapat juga lebih dari satu nomina atau frasa nominal. Bisa disimpulkan bahwa konstituen inti adalah konstituen yang hadir karena sifat-sifat yang khas dari verba yang menjadi induk seluruh kontruksi.

Referensi :
Samu, A. Y. (2018). Fungsi Sintaksis dan Peran Semantis Argumen Inti Bahasa Manggarai Dialek Manggarai Tengah. Linguistik Indonesia, 36(2), 186-204.

Menurut Andina Muchti (2020) klausa merupakan satuan sintaksis yang berada di atas suatu frasa dan di bawah satuan kalimat yang berupa runtunan kata-kata berkontruksi predikat. Di dalam klausa sendiri terdapat konstituen induk dimana konstituen induk ini adalah verba. Verba ini secara fungsional adalah predikat. Verba tersebut disertai dengan nomina atau frasa nominal satu ataupun lebih. Dengan begitu setiap kalimat dapat dipastikan mempunyai konstituen inti. Contohnya adalah Saya mengerjakan tugas saat hujan deras. Dalam kalimat tersebut berarti yang merupakan verba adalah mengerjakan, sedangkan konstituen induknya adalah Saya mengerjakan tugas.

Referensi:
Muchti, A. (2020). Modul Sintaksis. Palembang: Universitas Bina Darma.
Verhaar, J.W.M. (2001). Asas-Asas Linguistik Umum Cetakan ke-3. Yogyakarta: UGM Press.

Klausa verbal memiliki sebuah unsur yang disebut dengan konstituen induk/inti. Lalu, apa itu konstituen induk? Konstituen induk menurut Verhaar (1996:164) merupakan verba yang terdapat dalam klausa verbal dimana selalu disertai oleh satu atau lebih nomina yang disebut juga frasa nominal. Verhaar (2010:164) menambahkan bahwa secara umum hanya disebut dengan istilah verba atau predikat secara fungsional.

Membahas lebih lanjut mengenai verba khususnya dalam bahasa Indonesia, telah banyak mendapatkan afiksasi yaitu berupa awalan me-. Imbuhan me- dapat dicontohkan seperti:

  • Loli memotong rambut di salon.
  • Andi menonton televisi di ruang tengah.

Sumber referensi:

Maharani, T., & Astuti, E. S. (2018). Pemerolehan Bahasa Kedua dan Pengajaran Bahasa dalam Pembelajaran BIPA. Jurnal Bahasa Lingua Scientia, 10(1), 121-142.

Samu, A. Y. (2018). Fungsi Sintaksis dan Peran Semantis Argumen Inti Bahasa Manggarai Dialek Manggarai Tengah. Linguistik Indonesia, 36(2), 186-204.

Inti dalam klausa ialah sebuah satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata yang berkonstruksi predikatif. Menurut (Kencono,1982;58) klausa merupakan satuan gramatikal yang disusun oleh kata atau frasa yang mempunyai satu predikat. Pada intinya, di dalam konstruksi itu terdapat komponen berupa kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat sedangkan yang lainnya berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan.Predikat dalam bahasa Indonesia biasanya diisi oleh verba, sehingga jika pada satu kalimat terdapat verba maka verba tersebut diasumsikan sebagai predikatnya. Maka, klausa akan menjadi kalimat apabila ditambah dengan intonasi final. Selain itu klausa berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal karena di dalamnya sudah terdapat fungsi sintaksis wajib, yaitu subjek dan predikat.

Referensi : Nafinuddin, S. (2020). SINTAKSIS (komponen Dan Struktur).
Astuti, S. P. (2017). Analisis Fungsi Sintaksis Kata Apa dan Mana dalam Bahasa Indonesia. Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra, 12(4), 206-215.

Menurut Chaer (2009:43) Klausa merupakan satuan yang berada di atas satuan frase dan dibawah satuan kalimat, berupa runtutan kata berkontruksi predikat. Artinya didalam kontruksi itu ada komponen berupa frase yang berfungsi sebagai predikat dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan sebagainya. Selain fungsi subjek yang harus ada dalam kontruksi klausa itu, fungsi subjek dikatakan wajib ada sedangkan yang lainnya bersifat tidak wajib.

Adapun Menurut pendapat Arifin (2008: 34) klausa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat. Kridalaksana dalam (Putrayasa, 2007:11) mengatakan klausa adalah satuan gramatikal berupa gabungan kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek (S) dan predikat (P).
Dari beberapa pendapat ahli, klausa adalah satuan gramatikal yang intinya
hanya terdiri dari predikat-predikat (P), baik disertai subjek (S), objek (O), pelengkap (P) dan keterangan (Ket). Selain ciri tersebut, dapat dikatakan bahwa predikat adalah unsur wajib dalam sebuah klausa. Selain itu, dalam sebuah klausa dapat pula dilengkapi dengan objek dan keterangan. Klausa juga merupakan gabungan
dari beberapa kata yang mengandung hubugan fungsional dan
sekurangkurangnya terdiri dari subjek dan predikat, boleh dilengkapi objek,
pelengkap dan keterangan.

Referensi:

Chaer, abdul. (2009). sintaksis bahasa indonesia: pendekatan proses. jakarta: rineka cipta 2009.

Ikram, Al. (2012). Struktur Klausa Independen Bahasa Tajio. Strata 1 pada FKIP Untad palu : tidak diterbitkan

Jos Danil Parera. (1978).pengantar linguistic umum seri c. bidang sintaksis.Ende-Flores: Nusa Indah

Arifin & Junaiyah (2008), menyatakan bahwa klausa merupakan satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang terdiri dari subjek dan predikat. Berdasarkan strukturnya, klausa dibedakan menjadi klausa verbal dan klausa nonverbal. Klausa verbal terdiri atas klausa verbal aktif transitif dan klausa verbal aktif intransitif, di mana dalam klausa tersebut terdapat konstituen induk. Verhaar (1996:164) dalam (Samu, 2018), mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan konstituen induk adalah verba yang secara fungsional disebut ‘predikat’ verba dan selalu diikuti frasa nomina. Kemudian, frasa nomina ini dibedakan menjadi dua, yaitu konstituen inti dan konstituen luar inti. Konstituen inti merupakan konstituen yang hadir lantaran sifat khas dari verba yang menjadi induk konstruksi.

Referensi:
Arifin, Z., & Junaiyah. (2008). Sintaksis. Jakarta: PT Grasindo.

Samu, A.Y. (2018). Fungsi Sintaksis Dan Peran Semantis Argumen Inti Bahasa Manggarai Dialek Manggarai Tengah. Linguistik Indonesia, 36(2), 186-204.

Bersumber dari konsepsi Kencono (1982:58) yang menyatakan bahwa, klausa merupakan satuan gramatikal yang disusun oleh kata atau frasa yang mempunyai satu predikat. Pada intinya, di dalam konstruksi itu terdapat komponen berupa kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat sedangkan yang lainnya berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan. Kemudian, dijelaskan lebih lanjut mengenai konstituen induk oleh Verhaar (1996:164) yang menyebutkan bahwa, di dalam klausa verbal, konstituen induk adalah verba, secara fungsional dinamakan ‘predikat’ verba dan selalu disertai oleh satu nomina – dapat juga lebih dari satu nomina – atau frasa nominal. Konstituen inti adalah konstituen yang wajib hadir karena sifat-sifat yang khas dari verba yang menjadi induk seluruh kontruksi. Konstituen inti dapat disebut peserta atau argumen.

Referensi:

Samu, Albertina Yosefina. (2018). Fungsi Sintaksis dan Peran Semantis Argumen Inti Bahasa Manggarai Dialek Manggarai Tengah. Jurnal Ilmiah Masyarakat Linguistik Indonesia. 36(2), 186-204

Astuti, S. P. (2017). Analisis Fungsi Sintaksis Kata Apa dan Mana dalam Bahasa Indonesia. Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra, 12(4), 206-215.