Kohesi merupakan hubungan perkaitan antarposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh unsur-unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk wacana (Alwi, dkk, 2010:440).
Berdasarkan pernyataan diatas, suatu wacana dapat dikatakan kohesi apabila di dalam wacan tersebut terdapat hubungan atau kaitan antar proposisi yang mempunyai kesinambungan makna sehingga membentuk suatu wacana yang utuh.
Contoh :
(1)
A : Apa yang dilakukan Pak Taehoon?
B : Dia memandangi wajah Bu Taeyang.
(2)
A : Apa yang dilakukan Pak Taehoon?
B : Malaikat itu memandangi wajah Bu Taeyang.
Proposisi No (1) yang dinyatakan oleh A berkaitan dengan proposisi yang dinyatakan oleh B dan perkaitan atau hubungan tersebut ditunjukkan oleh Pronomina Dia yang merujuk pada Pak Taehoon. Sedangkan pada Proposisi No (2) perkaitan tersebut dinyatakan dengan frasa Malaikat itu yang dalam konteks normal memiliki makna yang sama,yakni untuk Pak Taehoon. Tidak hanya itu, perkaitan antara kedua kalimat (A) dan (B), dapat dilihat pada verba dilakukan dan memandangi yang mempunyai kesinambungan pada aspek makna.
Koherensi juga merupakan hubungan perkaitan antarposisi, tetapi perkaitan tersebut tidak secara eksplisit atau nyata dapat dilihat pada kalimat-kalimat yang mengungkapkannya (Alwi, dkk, 2010:440).
Contoh :
(1)
A : Angkat jemuran di depan, Kak!
B : Aku sedang kuliah, Bun!
A : Siap!
Dalam wacana tersebut, perkaitan antar posisi dapat dirasakan, tetapi pada kalimat A dan B tidak ditemukan kesan nyata, berupa unsur-unsur kalimat yang menunjukkan adanya perkaitan gramatikal atau semantik. Kalimat B dapat ditafsirkan sebagai bentuk pendek dari Aku sedang kuliah, Bun! (Jadi, aku tak bisa mengangkat jemuran diluar itu). Sementara Siap! yang diutarakan oleh A dapat ditafsir atau dimaknai sebagai bentuk pendek dari kalimat (Siap! Aku saja yang mengangkat jemuran itu).
Dengan adanya bukti perbedaan antara kohesi dan koherensi yang dicontohkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwasannya ada wacana yang sekaligus kohesif dan koheren, tetapi ada pula wacana yang koheren tetapi tidak kohesif. Sedangkan wacana tidak bisa dikatakan sebagai kohesif tanpa menjadi koheren. Maka, suatu wacana harus memenuhi aspek koheren agar dapat dikatakan sebagai wacana yang kohesif dan koheren sekaligus.
Contoh :
(1)
A : Dimana Kebakaran itu terjadi?
B : Pak Yijin menyiarkan berita kebakaran di Amerika.
Wacana diatas menunjukkan adanya kohesif, tetapi tidak koheren. Hal ini dikarenakan fokus pertanyaan A adalah dimana sehingga jawaban yang tepat seharusnya adalah lokasi tersebut, bukan kepada orang yang mengabarkan. Misalnya dapat dijawab dengan “Kebakaran terjadi di Amerika” bukan “Pak Yijin menyiarkan berita kebakaran di Amerika”.
Referensi :
Alwi, H., Dardjowidjojo, S., Lapoliwa, H., & Moeliono, A. M. (2010). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia edisi 3, cet ke-8. Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka.