Frasa Berdasarkan Hubungan Konstituennya

:upside_down_face: Apa kamu tidak bisa mem-frasakan cinta yang ada di hatiku?
:sweat_smile: Itu sih bukan mem-frasakan tapi merasakan, hadewh!

Percakapan dua sejoli itu —anggap aja dua sejoli ya— menjadi pengantar bahasan yang kita ketengahkan.
Yap! betul rasa! Eh, kliru, frasa maksudnya!

Kamu tentunya sudah tak asing dengan frasa bukan? Banyak pakar telah mendefinisikan mengenai frasa, baik dari dalam maupun luar negeri. Salah satu pendefinisan yang cukup dikenal ialah definisi dari Ramlan (1987:151) yang memaknai frasa sebagai satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Dengan mengacu pada definisi tersebut, maka dapat ditarik benang merah bahwa frasa itu lebih besar dari kata, akan tetapi lebih kecil dari klausa. Kehadirannya dalam sebuah konstruksi sintaksis memainkan peran sebagai pengisi fungsi-fungsi sintaksis.

Berpijak pada paparan sederhana tersebut, menurut kamu, Bagaimana sih pemahaman frasa berdasarkan hubungan konstituennya? seperti apa pula contohnya?

Referensi
Ramlan, M. (1987). Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono.

5 Likes

Frasa merupakan satuan gramatik yang terdiri atas dua kata atau lebih yang memiliki satu fungsi (Triningsih, 2018: 3). Sejalan dengan pernyataan tersebut, Verhaar (1996: 291) menyatakan bahwa Frasa adalah kelompok kata yang merupakan bagian fungsional dari tuturan yang lebih panjang.

Pada kutipan diatas, disebutkan bahwa frasa termasuk ke dalam “bagian fungsional”. Menurut saya, sebuah kata fungsional ini memiliki arti sebagai sesuatu yang konstituen di dalam sebuah frasa yang lebih panjang. Oleh karena itu, sebuah frasa memiliki aturan berupa struktur ekstrafrasal yang sejauh ini memiliki konstituen yang menyeluruh. Maksud sebagai konstituen, frasa dapat dijadikan sebagai frasa adposisional, atau dapat bertukar tempat sebagai induk maupun maupun atribut.

Contoh :

Lukisan Pak Sean

Konstituen induk ialah Lukisan; dan atribut adalah Pak Sean. Bila menyatakan lukisan itu dibuat Pak Sean, atribut berupa pelaku terhadap induk. Bila menyatakan Lukisan adalah milik Pak Sean, hubungan semantis adalah posesif, dengan induk sebagai termilik dan atribut sebagai pemilik.

Berdasarkan contoh diatas, dapat dinyatakan bahwa frasa tipe nomina+nomina memiliki hubungan semantis antara induk dengan atribut berupa termilik-pemilik. Hal ini dapat diartikan secara fleksibel, tergantung pada konteks.

Referensi :

Triningsih, D.E. (2018). Frasa. Klaten: PT Intan Pariwara.

Verhaar, J. (2010). Asas-Asas Linguistik Umum (Ed 7). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

1 Like

Frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas unsur klausa (Ramlan, 1987 : 151), sedangkan Verhaar (1999:292) mendefinisikan bahwa frasa sebagai kelompok kata yang merupakan bagian fungsional dari tuturan yang lebih panjang. Sementara itu, menurut Koentjoro (dalam Baehaqie, 2008: 14), frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih dari dua kata yang tidak berciri klausa dan pada umumnya menjadi pembentuk klausa.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan frasa adalah gabungan dari dua kata atau lebih. Contohnya adalah frasa-frasa dalam kalimat (1) Saya sedang menulis artikel kebahasaan. Dalam kalimat (1) terdapat dua frasa yakni sedang menulis dan artikel kebahasaan. Berdasarkan jenis nya, Frasa dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria brikut: (1) ada tidaknya konstituen inti, (2) kompleksitas konstituen penyusunnya, dan (3) maknanya. Berdasarkan ada tidaknya konstitun ini, frasa dibedakan atas frasa endosentris dan frasa eksosentris. Berdasarkan kompleksitas konstituen penyusunnya, frasa dibagi menjadi dua yaitu frasa dasar dan frasa turunan. Sementara itu, dilihat dari segi maknanya, frasa dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu frasa lugas dan frasa idiomatis.

Referensi
Ramlan, M. (1987). Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono.

Febriani, 2016. Pengertian dan Jenis Frasa. http://blog.unnes.ac.id/meinafebri/2016/04/12/pengertian-dan-jenis-frasa/ diakses 1 April 2022 pukul 17.10

Unsur kalimat itu lazim disebut konstituen yang biasanya berupa kata, frasa, atau klausa. Konstituen adalah unsur bahasa yang merupakan bagian dari satuan yang lebih besar; bagian dari suatu konstruksi (KL, 2001: 119). Sedangkan menurut KBBI arti kata konstituen adalah bagian yang penting. jadi dapat dikatakan bahwa konstituen adalah satuan unsur yang lebih kecil yang jika disusun dapat membentuk satuan baru yang lebih besar. Misalnya, fonem-fonem yang disusun sedemikian rupa akan membentuk sebuah morfem. Frase adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif atau gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.

Macam frase :

  1. Frase Eksosentrik, yaitu frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya.

Contoh : Dia berdagang di pasar

Frase eksosentrik direktif, komponen pertama berupa preposisi, seperti di, ke,dan dari, sedangkan komponen kedua berupa kata.

Contoh : di pasar

Frase eksosentrik nondirektif, komponen pertama berupa artikulus,seperti si dan sang, sedangkan komponen kedua berupa kata berkategori nomina, ajektiva, dan verba.

Contoh : si miskin

  1. Frase Endosentrik, yaitu frase yang komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya.

Contoh : Nenek sedang membaca komik di kamar

Frase endosentrik disebut juga frase subordinatif karena terdiri atas komponen atasan dan komponen bawahan.

Contoh : mahal sekali

Mahal sebagai komponen atasan ; sekali sebagai komponen bawahan. Dilihat dari kategori intinya, dapat dibedakan adanya frase nominal, verbal, ajektival, dan numeral.

  1. Frase Koordinatif, yaitu frase yang komponen pembentuknya sederajat dan dihubungkan oleh konjungsi koordinatif, baik yang tunggal (dan, atau, tetapi), maupun yang terbagi (baik …. maupun ….; makin ….makin ….; baik ….baik….)

  2. Frase Apositif, yaitu frase koordinatif yang komponennya saling merujuk sesamanya, sehingga urutan komponennya dapat dipertukarkan.

Contoh : – Pak Ahmad, guru saya, rajin sekali

– Guru saya, Pak Ahmad, rajin sekali

Referensi
Admodjo dkk. 1996. Fonologi Bahasa Siang. Palangkaraya: FKIP Unpar.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

1 Like

Konstituen pada sintaksis dapat diartikan sebagai unsur satuan yang lebih besar yang disusun dari satuan yang lebih kecil. Dari pemaparan tersebut maka konstituen yaitu suatu kata yang bertemu kata lain akan membentuk sebuah frasa. Konstituen tersebut yang nantinya akan mengisi fungsi sintaksis pada kalimat. Perhatikan contoh konstruksi kalimat berikut :

“Paman saya sedang makan nasi goreng di teras rumah”

Kalimat di atas memiliki konstituen inti yaitu Paman, saya, makan , nasi, goreng, teras, rumah. Dan konstituen penyusunnya yaitu sedang dan di.

Dari konstituen tersebut membentuk 4 frasa, yaitu :

  • Paman saya merupakan Subjek
  • Sedang makan merupakan Predikat
  • Nasi goreng merupakan objek
  • Di teras rumah merupakan keterangan tempat

Selain itu konstituen dalam frasa dapat juga diselipi unsur lain dan tidak mengubah fungsi sintaksisnya, misalnya frasa Paman saya dapat diselipi kata “dari” menjadi Paman dari saya, kemudian frasa di teras rumah diselipi kata “depan” menjadi di depan teras rumah.

Jadi frasa berdasarkan hubungan konstituennya ialah gabungan unsur kata yang dapat diselipi unsur kata lain namun hanya dapat mengisi salah satu fungsi sintaksis.

Referensi :

Chaer, Abdul. (2012). Linguistik Umum. Jakarta: RINEKA CIPTA

Frasa merupakan satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak terdiri dari subjek dan predikat (nonpredikatif). Satuan gramatikal akan menulis dan menyampaikan berita merupaka frasa karena anggota pembentuk satuan bahasa tidak menjabat subjek dan juga tidak menjabat predikat. Istilah lain yang sering digunakan dalam linguistik Indonesia adalah kelompok kata. Di dalam gramatikal (grammar) frasa merupakansalah satu konstituen (constituent) dari tataran (level) sintaksis. Atau dengan kata lain frasa merupakan bagian dari konstruksi sintaksis.Menurut Ramlan (1985), frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Yang dimaksud dengan tidak melampaui unsur klausa adalah unsur S, P. O, pelengkap dan keterangan. Contoh, Eka sedang membaca majalah di ruang tamu yang terdiri dari beberapa fungsi yaitu, Eka menduduki fungsi S, sedang membaca menduduki fungsi P, majalah menduduki fungsi O dan di ruang tamu menduduki fungsi keterangan.

Di dalam kalimat “Dokter tua bangka membaca buku cerita komik”. Misalnya terdapat dua kelompok dua kelompok gabungan kata yang tidak predikatif, yaitu: Dokter tua bangka dan buku cerita komik. Dengan demikian, maka kedua gabungan kata tersebut dapat digolongkan sebagai masing-masing sebuah frasa (Dola, 2010).

Frasa tidak dibatasi oleh jumlah kata atau oleh panjang-pendeknya satuan. Frasa bisa terdiri dari dua kata, tiga kata, empat kata, lima kata, enam kata, dan seterusnya.

Referensi:
Ramlan, M. (1985). Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono.
Dola. Abdullah. 2010. Tataran Sintaksis dalam Gramatika Bahasa Indonesia. Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.

1 Like

Chaer (1994: 225-229) menjelaskan mengenai frasa endosentrik yaitu frasa yang memiliki konstituen inti. Frasa endosentrik dibedakan berdasarkan kesetaraan dan hubungan antarkonstituen intinya menjadi tiga jenis, yaitu frasa endosentrik atributif, koordinatif, dan apostif.

Selain Chaer, ada juga pendapat Ramlan (1987: 139) yang juga menjelaskan terkait frasa yakni pengertian frasa endosentrik dan eksosentrik. Frasa endosentrik adalah frasa yang memiliki distribusi yang sama dengan unsur-unsurnya baik semua maupun salah satu unsur-unsurnya, sedangkan frasa eksosentrik adalah frasa yang tidak memiliki distribusi yang sama pada semua unsur-unsurnya.

Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa frasa berdasarkan hubungan konstituennya ada frasa endosentrik dan eksosentrik. Definisi dari keduanya sudah dijelaskan oleh Ramlan di atas.

Contoh Frasa Endosentrik

  • Frasa Endosentrik Koordinatif
    Kalimat:
    Kucing itu lucu dan imut.
    Penjelasan:
    Kalimat di atas memiliki konstituen-konstituen yang bersinonim. Kata lucu dan imut memiliki kesamaan makna dimana lucu bermakna menimbulkan tawa atau menggemaskan, sedangkan imut bermakna menggemaskan atau manis. Berdasarkan kedua makna tersebut dapat disimpulkan kata lucu dan imut memiliki makna yang sama menurut KBBI.

Contoh Frasa Eksosentrik

  • Frasa Eksosentrik Direktif
    Kalimat:
    Ayamku ditaruh di kandang.
    Penjelasan:
    Frasa eksosentrik direktif adalah frasa yang preposisional, komponen pertamanya berupa preposisi. Komponen frasa eksosentrik direktif tidak memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Frasa di kandang memiliki fungsi sebagai keterangan namun keduannya tidak dapat menduduki fungsi secara mandiri karena konstituen pembentuk kalimat tidak dapat berterima.

Referensi:

Chaer, A. (1994). Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Ramlan, M. (1987). Sintaksis. Yogyakarta : CV Karyono.

Raharjo, R. P. (2017). Frasiologis Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Inklusi Kelas Tinggi SDN Sumur Welut 1 Surabaya. Ed: Humanistics: Jurnal Ilmu Pendidikan, 2(2), 189-195.

Konstituen adalah satuan unsur yang lebih kecil yang jika disusun dapat membentuk satuan baru yang lebih besar. Misalnya, pertemuan frasa dengan frasa akan membentuk satuan baru yang lebih tinggi yaitu klausa atau kalimat.

Frasa merupakan satuan gramatikal atau gabungan dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi. Frasa merupakan satuan bahasa yang lebih tinggi dari kata. Gabungan beberapa frasa dalam suatu urutan yang lazim akan membentuk sebuah kalimat. Frasa dalam kalimat hanya menduduki satu fungsi tertentu, seperti subjek, predikat, objek, atau keterangan. Contoh:

Beberapa siswa sedang latihan menari di halaman sekolah.

  • Beberapa siswa termasuk dalam frasa subjek
  • latihan menari termasuk dalam frasa predikat
  • di halaman sekolah termasuk frasa keterangan tempat.

Frasa merupakan bentukan dari dua buah kata atau lebih dan mengisi salah satu fungsi sintaksis (Chaer, 2009). Susunan frasa tidak dapat diubah, jika strukturnya diubah maka akan menimbulkan arti yang berbeda atau bahkan tidak memiliki arti (Nurhadi, 2017: 230).

Referensi

Chaer, A. (2009). Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Maharani, K. (2020). Kesalahan Frasa dalam Karangan Narasi Sugestif Siswa Kelas VII-8. http://repo.iain-tulungagung.ac.id/16795/5/BAB%20II.pdf. (Diakses pada 1 April 2022 pukul 18.33)

Ramlan (2005:139) menjelaskan pengertian frasa sebagai satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa yang selalu ada dalam satu fungsi unsur klausa yakni subjek, predikat, objek, pelengkap, atau keterangan. Frasa juga biasa disebut sebagai satuan gramatik nonpredikatif karena hubungan antar unsur pembentuk frasa tidak berstruktur subjek-predikat atau predikat-objek (Kelen, 2017:18). Pemahaman frasa berdasarkan hubungan konstituennya frasa dapat diklasifikasikan menjadi frasa dengan tidak adanya konstituen inti dan frasa kompleksitas konstituen penyusunnya. Konstituen ini diartikan sebagai satuan unsur yang lebih kecil yang jika disusun dapat membentuk satuan baru yang lebih besar.

•Frasa dengan tidak adanya konstituen inti dibedakan menjadi :

  1. Frasa endosentris, frasa yang memiliki konstituen inti dan dibedakan menjadi frasa endosentris atributif, koordinatif, dan apositif. Contoh :

    • Rina makan jambu sebanyak dua buah
    • Presiden Jokowi datang ke Auditorium UNS
  2. Frasa Eksosentris, frasa yang tidak memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Contoh:
    -Demo ini dibubarkan demi ketentetraman semua orang.

  3. Frasa dasar dan turunan, frasa dasar ialah frasa yang konstituen pembentuknya sederhana dan frasa turunan diartikan sebagai frasa yang mengalami penambahan kata. Contoh :
    -Ani membeli spidol dan kapur tulis

Referensi :
Ramlan. 2005. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: CV. Karyono.
Kelen, Margaretha Yoselfa Osewisok. 2017. “Struktur dan Kategori Frasa Endosentris Atributif dalam Artikel Opini Surat Kabar Kompas Edisi 1-4 Maret 2017”. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

1 Like

Menurut Ramlan, frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan. Frasa j BBuga didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
Frasa endosentris yang atributif merupakan frasa endometris yang terdiri atas konstituen-konstituen tidak setara. Di dalamnya terdapat konstituen berstatus sebagai atribut, disebabkan adanya konstituen yang berperan sebagai konstituen inti. Konstituen-konstituen itu tidak dapat dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau. Misalnya frasa mahasiswa ini, dosen sintaksis, bahasa saya.
Dilihat dari segi konstituen atributnya, frasa endosentris atributif dapat dipilah menjadi dua yaitu, frasa endosentris atributif klitikal dan frasa endosentris atributif nonklitikal. Frasa endosentris atributif klitikal adalah frasa endosentris atributif yang konstituen atributnya berupa klitik,
contohnya majalahku, tabloidmu, artikelnya.

Referensi :
Ramlan, M. (1987). Sintaksis. Yogyakarta : CV Karyono.
Baehaqie, Imam. (2008). Sintaksis : Teori dan Analisisnya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Ramlan (2005:138) berpendapat bahwa frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Berdasarkan batasan tersebut maka frasa mempunyai dua sifat antara lain (1) frasa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih (2) Frasa merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya frasa itu itu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa, yaitu S, P, O, PEL, atau KET. Contohnya mobil baru anak itu, maka unsur frasanya yaitu mobil baru dan anak itu. Kemudian pemahaman mengenai frasa berdasarkan hubungan konstituenya frasa dapat diklasifikasikan berdasarkan ada tidaknya konstituen inti, kompleksitas konstituen penyusunnya, dan maknanya. Berdasarkan ada tidaknya konstituen inti, frasa dibedakan atas frasa endosentris dan frasa eksosentris.

  1. Frasa endosentris. Frasa Endosentris adalah frasa yang memiliki konstituen inti dan unsur pembentuknya dapat meggantikan kedudukan frasa itu secara keseluruhan. Frasa endosentris dibagi menjadi tiga yaitu frasa koordinatif, frasa atributif, dan frasa apositif.
  2. Frasa eksosentris. Frasa eksosentris adalah semua atau salah satu unsurnya tidak dapat menggantikan atau frasa yang komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya.

Referensi:
Ramlan, M. 2005. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: CV. Karyono.

1 Like

Merujuk pada pendapat Chaer (2012:222), frasa dapat didefinisikan sebagai suatu satuan gramatikal yang memuat gabungan kata dan bersifat nonprediktif. Adapun, konstituen dapat diartikan sebagai unsur bahasa yang sangat penting dan merupakan bagian dari satuan yang lebih besar lagi. Pembentuk frasa hendaknya berupa morfem bebas dan bukan morfem terikat. Contohnya, konstruksi belum sarapan adalah frasa, sedangkan kontruksi tata boga bukanlah frasa. Tata boga lebih mengarah pada bentuk kata majemuk karena tidak dapat disela dengan unsur lain dan merupakan morfem terikat. Adapun komponen frasa belum sarapan termasuk morfem bebas serta dapat disela dengan unsur lain*.* Definisi konstruksi sendiri dalam ilmu sintaksis merujuk pada suatu unsur bahasa yang mempunyai makna. Dari definisi inilah dapat kita amati bahwa frasa adalah konstruksi nonpredikatif. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara kedua unsur yang membentuk frasa tidak berstruktur subjek-predikat ataupun predikat-objek. Selain itu, dari definisi ini kita juga dapat melihat bahwa frasa ialah konstituen yang mengisi fungsi-fungsi sintaksis dalam kalimat.

Selanjutnya, dalam pembelajaran sintaksis, frasa dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi sifat konstituennya dan dari segi kategori gramatikalnya. Jika dilihat dari segi sifat konstituennya, frasa dapat dibagi menjadi frasa endosentrik dan frasa eksosentrik. Frasa endosentrik ialah frasa yang salah satu komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya, artinya salah satu komponennya dapat menggantikan komponen keseluruhannya (Chaer, 2012:226). Hal ini dikarenakan komponen dalam gabungan kata tersebut berfungsi sama dengan salah satu komponen lainnya. Frasa endosentrik dapat dibagi lagi ke dalam tiga golongan yaitu, frasa endosentrik koordinatif, frasa endosentrik atributif, dan frasa endosentrik apositif.

Contoh
a) Harga baju itu mahal sekali => Harga baju itu mahal

b) Harga celana itu sangat murah => Harga celana itu murah

Jenis frasa lainnya adalah frasa eksosentrik, dimana menurut Chaer (2012:225), frasa eksosentrik adalah frasa yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Frasa eksosentrik umumnya dapat dibedakan atas frasa eksosentrik direktif, frasa eksosentris nondirektif, dan frasa eksosentrik konektif.

Contoh:
a) Adik sedang belajar di sekolah

b) Yang lama bukan milik saya

Pada kalimat a) baik komponen di maupun sekolah tidak dapat menduduki fungsi keterangan sebab konstruksi tersebut tidak berterima. Di sisi lain pada kalimat b) frasa yang lama tidak dapat diganti hanya dengan yang maupun lama sebab konstuksi tidak berterima.

Sumber Referensi

Chaer, A. (2012). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

1 Like

Frasa merupakan satuan gramatikal yang berbentuk gabungan kata yang memuat salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 1994:22). Senada dengan pernyataan sebelumnya, Baehaqie (2008:14) mengatakan frasa adalah unit gramatikal yang tersusun dari dua kata atau lebih yang bukan klausa dan biasanya menjadi pembentuk klausa. Melalui definisi di atas, frasa berdasarkan hubungan konstituennya dapat dikategorikan sebagai berikut:

  1. Ada tidaknya konstituen inti, frasa dibedakan atas frasa endosentris dan eksosentris.
    Contoh:
    -Pasangan suami istri itu sangat serasi (frasa endosentris)
    -Adik bermain di halaman (frasa eksosentris)

  2. Kompleksitas konstituen penyusunnya, frasa dibedakan menjadi frasa dasar dan frasa turunan.
    Contoh:
    -Sepatu baru, bahasa Indonesia (frasa dasar)
    -Pensil dan buku tulis (frasa turunan)

  3. Maknanya, frasa dibedakan menjadi frasa lugas dan frasa idiomatis.
    Contoh:
    -Tangan kanan Rudy terluka saat bermain (frasa lugas)
    -Setelah mendapat peringkat pertama ia menjadi lupa daratan (frasa idiomatis)

Referensi:
Abdul Chaer. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Baehaqie, Imam. 2008. Sintaksis : Teori dan Analisisnya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

1 Like

Berdasarkan kompleksitas konstituen penyusunnya, frasa dibagi menjadi dua yaitu frasa dasar dan frasa turunan. Sementara itu, dilihat dari segi maknanya, frasa dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu frasa lugas dan frasa idiomatis.
Berdasarkan makna konstituen leksikal pembentuknya, frasa dapat dibedakan menjadi frasa ligas dan frasa idiomatic. Frasa lugas adalah frasa yang maknanya masih lugas sebagaimana konstituen leksikal pembentuknya. Sedangkan frasa idiomatic adalah frasa yang membentuk idiom tertentu sehingga maknanya pun bersifat idiomatic, artinya makna yang terbentuk tidak bisa diuraikan berdasarkan konstituen-konstituen leksikal pembentuknya. Misalnya; (1) Kambing hitam itu milik siapa?, (2) Jangan suka mengambinghitamkan orang lain. Konstruksi kambing hitam pada kalimat (1) merupakan frasa lugas yang bermakna kambing yang berbulu hitam, sedangkan pada kalimat (2) kambing hitam merupakan frasa idiomatic yang berarti menuduh orang lain melakukan kesalahan.
Referensi:
Baehaqie, Imam. 2008. Sintaksis : Teori dan Analisisnya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ramlan, M. 1987. Sintaksis. Yogyakarta : CV Karyono.
Veerhar, J.W.M. 1999. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Menurut Ramlan (2005:139), frasa adalah sebuah satuan gramatik yang terbentuk dari dua kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi klausa, yaitu subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Sementara konstituen didefinisikan sebagai unsur bahasa yang membentuk suatu konstruksi sebagai bagian dari kalimat atau kelompok kata (Noortyani, 2017:24).

Hubungan antara frasa dengan konstituennya akan terlihat ketika sebuah kalimat dibagi menjadi satuan-satuan terkecil. Frasa merupakan bagian dari konstituen. Misalnya, kalimat gadis itu menyiram bunga di tamannya. Kalimat tersebut jika dibedah mempunyai frasa-frasa yang membentuk tiga konstituen, yaitu gadis itu, menyiram bunga, dan di tamannya.

Referensi:
Ramlan. (2005). Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono.
Noortyani, Rusma. (2017). Buku Ajar Sintaksis. Yogyakarta: Penebar Pustaka Media.

1 Like

Unsur yang lebih kecil lalu jika disusun akan menjadi unsur yang lebih besar adalah Konstituen. Konstituen dasar biasanya berupa klausa. Frasa adalah satuan gramatika yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak memiliki ciri-ciri klausa yang pada umumnya pembentuk dalam klausa, hal ini dipaparkan oleh Kentjono (1990). Frasa dijabarkan dalam beberapa jenis (1) ada tidaknya konstituen inti, (2) kompleksitas konstituen penyusunnya, dan (3) maknanya. Berdasarkan ada tidaknya konstitun ini, frasa dibedakan atas frasa endosentris dan frasa eksosentris. Yang dimaksud Frasa endosentris adalah frasa yang memiliki konstituen inti. Sedangkan Frasa eksosentrik adalah frasa yang komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Dalam hal ini frasa juga merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi, maksudnya frasa selalu terdapat dalam satu fungsi tertentu, seperti dalam S, P, O, PEL, atau K.
Contohnya :
Anin menanam bunga dihalaman belakang.
• Anin merupakan frasa subjek
• Menanam bunga merupakan frasa predikat
• Dihalaman belakang merupakan frasa keterangan tempat.

Referensi :
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Baehaqie, Imam. 2008. Sintaksis : Teori dan Analisisnya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Dalam bukunya yang berjudul Buku Ajar Sintaksis, (Noortyani, 2017:10-11) menjelaskan bahwa sintaksis merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari satuan kata yang memiliki hubungan dengan kata yang lain sehingga membentuk suatu kalimat. Sedangkan frasa itu sendiri merupakan satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang hanya menduduki satu fungsi SPOK (Noortyani, 2017:14). Frasa dapat diklasifikasikan berdasarkan konstituen yakni terdiri dari frasa endosentris dan frasa eksosentris.

Frasa endosentris adalah frasa yang memiliki konstituen inti yang setara.
Contohnya: Tiga orang guru sedang mengajar bahasa Indonesia di kelas.
Dalam kalimat tersebut tiga orang guru tergolong frasa endosentris, dimana terdapat dua distribusi yang sama yakni tiga orang dan guru.

Frasa eksosentris adalah frasa yang tidak memiliki konstituen yang tidak setara dan satu unsurnya tidak dapat menggantikan unsur lainnya.
Contoh: Adik berdoa supaya lekas sembuh.

Referensi:
Febrianti. (2016). Bangga Berbahasa Indonesia Frasa. http://blog.unnes.ac.id/meinafebri/2016/04/12/pengertian-dan-jenis-frasa/. Diakses secara online pada Jum’at, 1 April 2022 pukul 19.48 WIB.
Noortyani. (2017). Buku Ajar Sintaksis. Yogyakarta: Penebar Pustaka Media.

Frasa adalah sebuah kesatuan dari 2 kata atau lebih yang dapat membentuk makna dan menduduki suatu fungsi kalimat. Chaer (1998) berpendapat bahwa frasa adalah sebuah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan dan menjadi salah satu unsur dalam fungsi kalimat. Jenis-jenis sebuah frasa jika didasarkan pada hubungan konstituennya maka frasa dibagi menjadi frasa endosentris dan frasa eksosentris. Frasa yang memiliki konstituen sebagai induk (inti) disebut hubungan indosentris, sedangkan yang tidak berinduk disebut hubungan eksosentris. Hubungan konstituen indosentris dibedakan menjadi atributif dan koordinatif. Frasa indosentris atributif merupakan unsur yang tidak setara dan mempunyai potensi untuk dihubungkan dengan kata hubung, contoh: berlatih keras. Frasa endosentrif koordinatif adalah gabungan unsur konstituen yang sama kategori kelasnya, contoh: anak tekun dan cerdas. Sedangkan frasa eksosentris dibedakan menjadi eksosentris objektif dan eksosentris direktif. Frasa eksosentris objektif ialah frasa yang kedudukan salah satu unsurnya berfungsi sebagai objek, contoh: makan daging. Frasa eksosentrif direktif adalah yang terdiri dari nomina dan preposisi, contoh: dari Bandung.

Referensi:
Chaer, Abdul. (2006). Tata Bahasa Praktis Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Dola, Abdullah. (2010). Tataran Sintaksis dalam Gramatika Bahasa Indonesia. Makasar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makasar.

Tiap-tiap bentuk kata atau frasa yang menjadi konstituen kalimat tertera sebagai golongan kata atau frasa tertentu dan masing-masing mempunyai peran sintaksis serta fungsu semantis tertentu pula.
Kridalaksana (1984) memberikan batasan bahwa konstituen merupakan unsur bahasa yang menjadi bagian dari satuan yang lebih besar atau bagian dari sebuah konstruksi. Menurut Ramlan (2001:138), frasa merupakan unsur-unsur pembentuk bahasa yang mencakup atas dua kata atau lebih yang tidak melewati batas fungsi unsur klausa. Karena klausa sendiri merupakan bagian inti kalimat atau dapat juga dikatakan sebagai pembentuk kalimat yang terdiri atas subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket) maupun tidak yang berinti pada predikat.
Contoh :
Pedagang itu sudah menjajakan dagangannya selama seharian penuh
Kalimat di atas terdiri dari empat frasa, pedagang itu menempati fungsi sebagai subjek (S), sudah menjajakan sebagai predikat (P), dagangannya sebagai objek (O), dan selama seharian penuh sebagai keterangan waktu (Ket). Sehingga, klausa tersebut terbentuk atas 4 frasa

Referensi :
Noortyani, Rosma. 2017. Buku Ajar Sintaksis. Yogyakarta: Penebar Pustaka Media
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ramlan, M. 2005. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono

Frasa adalah suatu kesatuan yang berupa gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif dan memiliki satu makna gramatikal atau makna yang dapat berubah-ubah sesuai dengan konteks. Chaer (1994:22) juga berpendapat bahwa Frasa adalah satuan gramatikal berupa gabungan kata yang bersifat nonpresikatif, atau gabungan kata yang dapat juga mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Frasa dibedakan menjadi tiga jenis (1) ada tidaknya konstituen inti, (2) kompleksitas konstituen penyusunnya, dan (3) maknanya.
Dalam jenis frasa ada tidaknya konstituen inti dibedakan lagi menjadi dua yaitu frasa endosentris dan frasa eksosentris.

  • Frasa endosentris yang berarti frasa yang memliki konstituen inti, Frasa endosentris dilihar berdasarkan kesetaraan dan hubunga antarkonstituen. (Febrina, 2016). Frasa ini dibedakan menjadi frasa endosentris atributif, frasa endosentris koordinatif, frasa endosentris aposif.
    Contoh :
    Air kotor itu mengenai kaki dan tangan pengunjung.
    Frasa kaki dan frasa tangan merupakan golongan dari frasa endosentris koordinatif yang unsur – unsurnya terdiri dari unsur kaki dan unsur tangan, lalu dihubungkan dengan kata penghubung “dan” yang menunjukkan hubungan yang setara.
    Ketiga orang dibawa ke kantor pusat
    Frasa ketiga orang meupakan golongan frasa endosentris atributif karena mempunyai distribusi sama dengan salah satu unsurnya.
  • Frasa eksosentris yang berarti frasa yang komponenya tidak mempunyai atau tidak dapat menggantikan perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Frasa eksosentris ini dibagi menjadi tiga yaitu frasa eksosentris direktif, frasa eksosentris nondirektif, dan frasa eksosentris konektif.
    Contoh :
    Ibu pergi ke Bandung sejak pagi tadi.
    Ke bandung merupakan frasa eksosentris direktif karena kedua unsur frasa tidak memiliki distribusi yang sama.
    Kakak mengajak kita segera pindah dari rumah itu.
    Segera pindah merupakan frasa konektif.

Referensi :
Chaer, A. (1994). Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Febrina, M. (2016, April 12). Bangga Berbahasa Indonesia. Retrieved April 1, 2022, from WordPress: blog.unnes.ac.id

1 Like