Salah satu metode dalam analisis wacana adalah pragmalinguistik. Pragmalinguistik sendiri adalah metode gabungan dari pragmatik dan linguistik. Lalu, dalam pragmatik terdapat empat cakupan, di antaranya:
• Deiksis
Menurut Kridalaksana (2008: 45), “Deiksis merupakan hal atau fungsi yang menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata tunjuk pronomina, ketakrifan, dsb.” Sedangkan menurut Wijayanti (2017), deiksis adalah suatu ilmu yang mempelajari mengenai hal-hal di luar wacana yang belum memiliki referen yang tetap. Kemudian, Wijayanti (2017) juga membagi deiksis menjadi empat jenis; yakni deiksis persona, deiksis benda, deiksis waktu, dan deiksis tempat.
• Tindak Ujar
Tindak ujar merupakan fungsi bahasa yang dapat dimaksudkan sebagai alat penindak, maksud dari fungsi di sini yakni dalam tuturan penutur tidak hanya tuturan biasa tetapi juga memiliki maksud untuk membuat lawan tutur menindakkan sesuatu (Mulyana, 2005). Dalam tindak ujar ini terdapat beberapa konsep yang dikemukakan oleh Searle (1969, dalam Mulyana, 2005), konsep tersebut di antaranya:
- Tindak lokusi, makna dasar suatu kalimat yang tuturannya digunakan sebagai sarana untuk mengatakan sesuatu. Kalimat dalam tindak lokusi ini dipandang sebagai proposisi.
- Tindak ilokusi, merupakan salah satu tindak ujar yang berisi untuk menyatakan suatu hal. Misalnya dalam kalimat pernyataan, pertanyaan, ejekan, dan sebagainya.
- Tindak perlokusi, merupakan hasil yang muncul akibat ujaran seseorang terhadap pendengar yang mengandung maksud tertentu.
• Praanggapan
Praanggapan merupakan suatu kesepahaman (Asisda, dalam Wijayanti, 2017). Pranggapan ini sangat berpengaruh pada sebuah analisis wacana karena konteks dalam wacana akan kurang tersusun dengan baik jika fungsi pranggapan tidak dipergunakan. Fungsi pranggapan yang dimaksud di sini adalah fungsi efisiensi. Sehingga, pranggapan harus pasti atau definit.
• Implikatur
Implikatur merupakan salah satu konsep dalam bahasa yang berfungsi memecahkan permasalahan makna dalam bahasa yang tidak dapat diselesaikan oleh teori semantik biasa (Grice, dalam Wijayanti, 2017). Makna tuturan di sini memiliki maksud yang berbeda dengan arti sesungguhnya sesuai dengan konteks yang berlaku. Kemudian, implikatur ini memiliki dua macam, yakni:
- Implikatur percakapan
Menurut Kridalaksana (2008), implikatur percakapan merupakan makna yang dapat dipahami tetapi kurang terungkap dengan jelas dalam kalimat yang diucapkan. Sebagai contohnya, saat menolak ajakan makan dengan menggunakan kalimat “Maaf, saya tadi baru saja dari pesta ulang tahun sepupu saya.” Kalimat tersebut memberikan makna bahwa lawan tutur sudah kenyang
- Implikatur konvensional
Menurut Kridalaksana (2008), implikatur konvensional merupakan makna yang diharapkan dalam bentuk-bentuk bahasa tetapi tidak dapat terungkap. Sebagai contohnya, saat menolak diajak pergi ke suatu tempat menggunakan bus dengan kalimat “Saya tidak bisa jika perginya menggunakan bus.” Kalimat tersebut memberikan makna bahwa lawan tutur selalu mabuk kendaraan saat pergi menggunakan bus.
Referensi:
Kridalaksana, H. (2008). Kamus Linguistik (Edisi Keempat). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Mulyana. (2005). Kajian Wacana: Teori, Metode & Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Wijayanti, N.N. (2017). Analisis Deiksis, Praanggapan, dan Implikatur dalam Novel Tan Karya Hendri Teja: Suatu Kajian Wacana. Diakses dari Academia.edu.