Deiksis, Tindak Ujar, Praanggapan & Implikatur

Pragmatik dapat diartikan sebagai suatu cabang ilmu bahasa yang mempelajari makna yang dikehendaki oleh penutur atau yang lebih sering disebut mengkaji bahasa ditinjau dari pemakai bahasa. Pragmatik memiliki banyak kajian, di antaranya deiksis, praanggapan, tindak ujar, dan implikatur.

1. Deiksis

Nansi (1983) berpendapat bahwa deiksis didefinisikan sebagai rujukan suatu kata yang berpindah dan bergantung pada siapa yang berbicara, di mana pembicara atau pendengar dan waktu dituturkannya kata-kata tersebut. Berdasarkan jenisnya, deiksis dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu deiksis persona, deiksis waktu, dan deiksis ruang.

  • Deiksis persona menyangkut kata ganti persona di dalamnya.
  • Deiksis waktu berhubungan dengan pemakaian waktu (temporal).
  • Deiksis ruang berhubungan dengan kata ganti tunjuk (demonstrativa).

2. Tindak ujar

Tindak ujar atau tindak tutur adalah ilmu yang cenderung mempelajari atau mencari tahu makna atau maksud di balik tuturan atau suatu kalimat. Dapat dipahami bahwa apabila seseorang berujar dengan makna atau maksud tertentu, maka itulah yang ingin dinyatakan seseorang tersebut. Leech (1993) mengemukakan bahwa teori tindak ujar ini dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

  • Tindak lokusi : makna yang sesuai dengan apa yang diujarkan.
  • Tindak ilokusi : maksud penutur yang tersirat dari ujarannya.
  • Tindak perlokusi : pengaruh yang timbul bagi mitra tutur dari sebuah ujaran.

3. Praanggapan

Filmore (2010) mengemukakan bahwa praanggapan adalah asumsi-asumsi atau interferensi-interferensi yang tersirat dalam ungkapanungkapan linguistik tertentu. Dalam setiap percakapan selalu digunakan tingkat-tingkat komunikasi yang implisit atau praanggapan dan eksplisit atau ilokusi. Dengan membuat praanggapan yang tepat dapat dipertinggi nilai komunikatif dalam sebuah ujaran yang diungkapkan. Semakin tepat praanggapan yang dihipotesiskan, semakin tinggi pula nilai komunikasi suatu ujaran, sebaliknya kesalahan membuat praanggapan mempunyai efek dalam ujaran yang dapat menimbulkan koherensi yang tidak komunikatif.

4. Implikaatur

Grice (dalam Soeseno, 1993: 30) berpendapat bahwa implikatur adalah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Sesuatu yang berbeda tersebut adalah maksud pembicaraan yang tidak dikemukakan secara eksplisit. Dapat diartikan bahwa implikatur adalah maksud, keinginan, atau pun ungkapan-ungkapan hati yang tersembunyi.

Pranowo (dalam Pangesti Wiedarti, 2005:178) menyebutkan bahwa implikatur juga diartikan sebagai maksud yang tersembunyi di balik tuturan. Dengan kata lain, ketika seseorang berbicara atau menulis, sesuatu yang dikatakan atau yang dituliskan tidak sama dengan yang dimaksudkan.

Selanjutnya Grice (dalam Mulyana, 2005:12) mengemukakan bahwa implikatur ada dua jenis, yaitu implikatur konvensional (conventional implicature) dan implikatur percakapan (conversation implicature). Implikatur konvensional adalah implikatur yang sudah diketahui oleh semua orang, sedangkan implikatur percakapan ialah implikatur yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu yang mengetahui konteks tuturannya.

Referensi :

LENSUN, V. S. (2017). Tindak Ilokusi Dalam Novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” Karya Hamka. JURNAL ELEKTRONIK FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SAM RATULANGI, 4(6).

Yuniarti, N. (2016). Implikatur percakapan dalam percakapan humor. Jurnal Pendidikan Bahasa, 3(2), 225-240.

Utama, H. (2012). Pemakaian Deiksis Persona dalam Bahasa Indonesia. Students e-Journal, 1(1), 7.

Baisu, L. (2015). Praanggapan Tindak Tutur dalam Persidangan di Kantor Pengadilan Negeri Kota Palu. BAHASANTODEA, 3(2).

Deiksis adalah gejala semantis yang terdapat pada kata atau kontruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan (Alwi et al, 2003). Bentuk-bentuk deiksis yang ditemukan bervariatif. Bentuk-bentuk tersebut dikelompokkan menjadi enam, yaitu bentuk deiksis persona, spasial, temporal, wacana, sosial, dan numeral. Setiap jenis deiksis memiliki bagian-bagian tertentu, seperti bentuk deiksis persona memiliki tiga bagian, yaitu persona pertama, kedua, dan ketiga. Begitu pula bentuk deiksis yang lain juga memiliki bagian-bagian tertentu.

Wijaya (1996) mengemukakan bahwa tindak tutur merupakan tindakan komunikasi. Berkomunikasi berarti mengekspresikan sikap tertentu dan bentuk sikap ditampilkan sesuai dengan bentuk tindak tutur. Sebagai contoh, ketika kita meminta maaf, maka kita mengungkapkan penyesalan, dan kita akan mengucapkan terima kasih ketika seseorang membantu kita.

Stalnaker (dalam Yule. 1996) berpendapat bahwa praanggapan adalah apa yang digunakan penutur sebagai dasar bersama bagi para peserta percakapan. Selain definisi tersebut, beberapa definisi lain tentang praanggapan di antaranya adalah Levinson (dalam Nababan, 1987: 48) memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan maknanya dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau pengetahuan latar belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau ungkapan mempunyai makna

Grice (dalam Soeseno, 1993: 30) mengemukakan bahwa implikatur ialah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Sesuatu yang berbeda tersebut adalah maksud pembicaraan yang tidak dikemukakan secara eksplisit. Dengan kata lain, implikatur adalah maksud, keinginan, atau pun ungkapan-ungkapan hati yang tersembunyi. Implikatur juga diartikan sebagai maksud yang tersembunyi di balik tuturan (Pranowo dalam Pangesti Wiedarti, 2005:178). Grice (dalam Mulyana, 2005:12) menyatakan bahwa implikatur ada dua macam, yaitu implikatur konvensional (conventional implicature) dan implikatur percakapan (conversation implicature).

REFERENSI
Riza, L. N., & Santoso, B. W. J. (2017). Deiksis pada Wacana Sarasehan Habib dengan Masyarakat. Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 6(3), 273-285. https://doi.org/10.15294/seloka.v6i3.20258

Andreanus, J. (2015). Tindak Ujar Ekspresif Dalam Film Freedom Writer Karya Erin Gruwell Suatu Kajian Pragmatik. Jurnal Elektronik Fakultas Sastra Universitas Sam Ratulangi, 3(5).

Yuniarti, N. (2016). Implikatur percakapan dalam percakapan humor. Jurnal Pendidikan Bahasa, 3(2), 225-240.

Karim, K., Maknun, T., & Abbas, A. (2019). Praanggapan Dalam Pamflet Sosialisasi Pelestarian Lingkungan Di Kabupaten Wakatobi. Jurnal Ilmu Budaya, 7(2), 241-247.

Deiksis berasal dari kata Yunani Kuno yang berarti “menunjukkan atau menunjuk”. Dengan kata lain informasi kontekstual secara leksikal maupun gramatikal yang menunjuk pada hal tertentu baik benda, tempat, ataupun waktu itulah yang disebut dengan deiksis, misalnya he, here, now. Ketiga ungkapan itu memberi perintah untuk menunjuk konteks tertentu agar makna ujaran dapat dipahami dengan tegas.

Menurut Bambang Yudi Cahyono (1995: 217) deiksis adalah suatu cara untuk mengacu ke hakekat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi situasi pembicaraan.

Deiksis dapat juga diartikan sebagai lokasi dan identifikasi orang, objek, peristiwa, proses atau kegiatan yang sedang dibicarakan atau yang sedang diacu dalam hubungannya dengan dimensi ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak bicara (Lyons, 1977: 637 via Djajasudarma, 1993: 43).

Referensi:
Wellek, Rene & Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Yule, George. 2006. Pragmatik (Terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Yule. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik (terjemahan M.D.D. Oka). Jakarta: Universitas Indonesia

Deiksis

Deiksis merupakan ilmu yang mempelajari tentang rujukan yang masih belum jelas dalam beberapa hal di luar wacana. Deiksis terbagi menjadi empat macam, yaitu deiksis persona, deiksis benda, deiksis waktu, dan deiksis tempat.

Tindak ujar

Tindak ujar menurut Searle (1965:8) merupakan ciri khas ketika melakukan pengucapan. Kemudian Searle (1969:17) membagi tiga jenis tindak tutur, yaitu tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

Praanggapan

Menurut Asisda (2017:69), praanggapan bermakna kesepahaman yang memiliki satu acuan untuk menampung informasi yang bersifat meningkatkan konteks wacana. Jika praanggapan tidak digunakan, sebuah wacana menjadi konteks yang tidak baik.

Implikatur

Menurut Grice (1993:30) implikatur adalah perbedaan tuturan bermakna tersirat dengan apa yang dituturkan. Pranowo (2005:178) menambahkan bahwa implikatur ialah maksud terselubung dari sebuah ujaran.

Referensi:

Tembengi, H. (2016). Tindak Ujar Direktif Dalam Film the Hobbit: Battle of the Five Armies (Suatu Analisis Pragmatik). Jurnal Eletronik Fakultas Sastra Univesitas Sam Ratulangi, 2(1).

Wijayanti, N. N. (2017). Analisis Deiksis, Praanggapan, dan Implikatur dalam Novel Tan Karya Hendri Teja: Suatu Kajian Wacana.

Yuniarti, N. (2016). Implikatur percakapan dalam percakapan humor. Jurnal Pendidikan Bahasa, 3(2), 225-240.

• Deiksis adalah ilmu yang mempelajari mengenai rujukan hal-hal di luar wacana yang belum jelas statusnya atau tidak tetap referennya. Deiksis bertujuan untuk mengetahui referen terhadap suatu kata dalam satu kalimat dilihat dari hubungannya dengan kalimat lain. Deiksis dibagi menjadi empat jenis, yaitu:

  1. Deiksis persona, yaitu unsur lingual yang menyatakan persona. Jika dalam suatu kalimat terdapat unsur persona seperti aku, dia, -nya, dst. Maka untuk melihat maknanya harus dlihat dari kalimat sebelumnya yang terdapat referen konkretnya.
  2. Deiksis benda, yaitu rujukan pada benda-benda di luar konteks wacana yang masih terkait dengan wacana.
  3. Deiksis waktu, yaitu menyatakan rentang waktu berlangsungnya peristiwa komunikasi.
  4. Deiksis tempat, yaitu merujuk pada tempat (ruang) terjadinya peristiwa komunikasi.

• Tindak ujar adalah salah satu hal yang terpenting dalam interpretasi percakapan secara pragmatik. Tindak ujar yang diucapkan oleh manusia berupa kalimat-kalimat percakapan dengan penampilan tindak ujar yang berbeda-beda.
Misalnya berupa dialog dalam karya sastra, penjelasan, pernyataan, permintaan, perintah dan sebagainya.

• Jika dirunut dari penamaannya, pra dan anggapan, dapat dijabarkan bahwa kata pra mengandung arti sebelum, dan anggapan adalah sangkaan. Menurut Asisda (2017 : 69), Praanggapan dapat diartikan sebagai kesepahamanan. Kesepahaman disini berarti satu kalimat dapat merangkum beberapa informasi yang mendukung konteks wacana. Jika setiap satu informasi dibuat dalam satu kalimat, maka fungsi praanggapan tidak akan bekerja. Suatu wacana akan kurang tersusun konteksnya dengan baik jika fungsi praanggapan tidak dipergunakan. Tujuannya adalah untuk meninggikan nilai komunikatif sebuah ujaran yang diungkapkan.

• Implikatur merupakan salah satu konsep dalam bahasa yang berfungsi memecahkan permasalahan makna dalam bahasa yang tidak dapat diselesaikan oleh teori semantik biasa. Implikatur membedah makna suatu bahasa yang berbeda dari arti harafiahnya sesuai dengan konteks yang berlaku.

Referensi :
Fitriani, R. N., Kartini, A., & Julianto, C. D. (2019). ANALISIS TINDAK TUTUR PADA NASKAH DRAMA BERJUDUL” KARTINI BERDARAH” KARYA AMANATIA JUNDA. Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah, 8(3), 226-235.

Wijayanti, N.N. (2017). Analisis Deiksis, Praanggapan, dan Implikatur dalam Novel Tan Karya Hendri Teja: Suatu Kajian Wacana. Diakses dari Academia.edu.

DEIKSIS

Menurut Nansi (1983:181) deiksis merupakanrujukan suatu kata yang berpindah dan bergantung pada siapa yang berbicara, di mana pembicara atau pendengar dan waktu dituturkannya kata-kata tersebut.

Menurut Utama (2012:2) diakses dibedakan menjadi 3 berdasarkan jenisnya, yaitu, deiksis persona, deiksis waktu, dan deiksis ruang.

  • Deiksis persona menyangkut kata ganti persona di dalamnya,
  • Deiksis waktu berhubungan dengan pemakaian waktu (temporal),
  • Deiksis ruang berhubungan dengan kata ganti tunjuk
    (demonstrativa).

TINDAK UJAR

Tindak ujar adalah salah satu hal yang terpenting dalam interpretasi percakapan secara pragmatik, konsep yang menghubungkan antara makna percakapan dengan konteks adalah konsep tindak ujar (speech acts) (Fitriani,Kartini,Julianto 2019:3).

Praanggapan

Menurut Filmore (dalam Rani, dkk. 2010: 268) mengemukakan bahwa praanggapan adalah asumsi-asumsi atau interferensi-interferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu.

Implikatur

Secara etimologis, implikatur diturunkan dari implicatum. Menurut Kushartanti (2005: 106) menyatakan bahwa implikatur adalah maksud yang terkandung di dalam tuturan. Jadi, di dalam percakapan seorang penutur mempunyai maksud tertentu dalam setiap tuturannya yang tidak diucapkan secara langsung.Sedangkan menurut Elizabeth (2011:73) menjelaskan bahwa implikatur adalah unsur-unsur dari sebuah pesan yang tidak dikodekan secara langsung, tetapi bisa dipahami berdasarkan pada asumsi bahwa pendengarnya bisa membuat simpulan (inference) yang tepat .

Utama, H. (2012). Pemakaian Deiksis Persona dalam Bahasa Indonesia. Students e-Journal, 1(1), 7.

Fitriani, R. N., Kartini, A., & Julianto, C. D. (2019). ANALISIS TINDAK TUTUR PADA NASKAH DRAMA BERJUDUL” KARTINI BERDARAH” KARYA AMANATIA JUNDA. Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah, 8(3), 226-235.

Baisu, L. (2015). Praanggapan Tindak Tutur dalam Persidangan di Kantor Pengadilan Negeri Kota Palu. BAHASANTODEA, 3(2).

Komariyah, N. (2016). Implikatur Percakapan dalam Wacana Rubrik Gojeg pada Majalah Djaka Lodang Edisi Tahun 2013 (Doctoral dissertation, PBSJ-FKIP).

Pragmalinguistik sendiri adalah metode gabungan dari pragmatik dan linguistik. Lalu, dalam pragmatik terdapat empat cakupan, di antaranya:

  • Deiksis yaitu pemakaian bahasa yang menunjuk pada rujukan tertentu berdasarkan pemakainya.
  • Praanggapan adalah pengetahuan bersama yang dimiliki oleh penutur sebagai dasar pembicaraan.
  • Tindak ujar yaitu suatu ujaran yang dibuat dengan memiliki maksud dan menjadi bagian interaksi sosial.
  • Implikatur yaitu suatu implikasi pragmatis yang ada dalam percakapan akibat pelanggaran prinsip percakapan.

Referensi:

Yuniarti, Netti. (2014). Implikatur Percakapan dalam Percakapan Humor. Jurnal Pendidikan Bahasa. 3(2), 225-240.

Mulyana. (2005). Kajian Wacana: Teori, Metode & Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Ilmu pragmatik memiliki cakupan atas tindak tutur, Implikatur, deiksis, dan praanggapan, Searle (Rohmadi, 2010:34 ) menjelaskan tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi linguistik yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, perintah atau yang lainnya. Tindak tutur jenisnya dibedakan menjadi lima yaitu representatif, direktif, ekspresif, komisif, deklarasi.

Implikatur dibedakan menjadi dua yaitu, implikatur konvensional dan nonkonvesional. Implikatur konvensional adalah makna suatu ujaran yang secara umum diterima oleh masyarakat. Sedangkan implikatur nonkonvensional adalah ujaran yang mengandung makna tersirat yang berbeda dengan sebenarnya. Praanggapan adalah sesuatu ujaran yang maknanya terkandung sebuah kebenaran atau ketidakbearan sesuai dengan tuturannya. Dan deiksis adalah ilmu yang mempelajari mengenai rujukan hal-hal di luar wacana yang belum jelas statusnya atau tidak
tetap referennya. Deiksis bertujuan untuk mengetahui referen terhadap suatu kata dalam satu
kalimat dilihat dari hubungannya dengan kalimat lain.

Daftar Pustaka:

Andryanto, S. F., Andayani, A., & Rohmadi, M. (2014). Analisis Praanggapan Pada Percakapan Tayangan “Sketsa” Di Trans TV. BASASTRA , 2 (3).

Wijayanti, N. (2017). Analisis Dieksis, Praanggapan, dan Implikatur dalam Novel “Tan” Karya Hendri Teja: Suatu Kajian Wacana. Paper Universitas Negeri Jakarta.

Nababan (dalam Sarwiji dkk., 1996: 1) mengartikan pragmatik sebagai penggunaan bahasa untuk mengomunikasikan (berkomunikasi) sesuai dan sehubungan dengan konteks dan situasi pemakainya. Pragmatik memiliki banyak kajian, di antaranya deiksis, praanggapan, implikatur percakapan, tindak bahasa, dan analisis wacana.

  • Dieksis

Deiksis merupakan ilmu yang mempelajari mengenai rujukan hal-hal di luar wacana yang belum jelas statusnya atau tidak tetap referennya. Tujuan dari dieksis yakni untuk mengetahui referen terhadap suatu kata dalam satu kalimat dilihat dari hubungannya dengan kalimat lain.

Deiksis dibagi menjadi empat jenis, yaitu:

  • Deiksis persona : unsur lingual yang menyatakan persona. Jika dalam suatu kalimat terdapat unsur persona seperti aku, dia, -nya, dst. Maka untuk melihat maknanya harus dlihat dari kalimat sebelumnya yang terdapat referen konkretnya.
  • Deiksis benda : rujukan pada benda-benda di luar konteks wacana yang masih terkait dengan wacana.
  • Deiksis waktu : menyatakan rentang waktu berlangsungnya peristiwa komunikasi.
  • Deiksis tempat : merujuk pada tempat (ruang) terjadinya peristiwa komunikasi.
  • Tindak Ujar

Ricard (dalam Syamsuddin, 2011: 67) menjelaskan bahwa “tindak tutur adalah sesuatu yang kita lakukan dalam rangka berbicara atau suatu unit bahasa yang berfungsi di dalam sebuah percakapan.” fungsi ujaran akan menentukan tindakan yang akan dilakukan. “Tindak tutur digolongkan menjadi tiga jenis oleh Austin yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Kemudian dikembangkan oleh murid Austin yang bernama Searle menjadi lima jenis yaitu representatif, deklaratif, direktif, komisif dan ekspresif.” (Rahardi, 2010: 17).

  • Pranggapan

Pra dan anggapan, dapat dijabarkan bahwa kata pra mengandung arti sebelum, dan anggapan adalah sangkaan. Tujuannya adalah untuk meninggikan nilai komunikatif sebuah ujaran yang diungkapkan. Aasisda (2017:69), mengartikan praanggapan sebagai kesepahamanan.

  • Implikatur

Grice (1975) memperkenalkan konsep implikatur dalam dunia bahasa. Difungsikan untuk memecahkan persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan oleh teori semantik biasa. Makna tuturan yang jauh dari maksud harafiahnya adalah objek dari implikatur. Intinya, implikatur membedah makna suatu bahasa yang berbeda dari arti harafiahnya sesuai dengan konteks yang berlaku.

Referensi:

Yuniarti, N. (2016). Implikatur percakapan dalam percakapan humor. Jurnal Pendidikan Bahasa , 3 (2), 225-240.

Wijayanti, N. N. ANALISIS DEIKSIS, PRAANGGAPAN, DAN IMPLIKATUR DALAM NOVEL TAN KARYA HENDRI TEJA: SUATU KAJIAN WACANA.

Fitriani, R. N., Kartini, A., & Julianto, C. D. (2019). ANALISIS TINDAK TUTUR PADA NASKAH DRAMA BERJUDUL” KARTINI BERDARAH” KARYA AMANATIA JUNDA. Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah , 8 (3), 226-235.

Deiksis merupakan kata yang memiliki sifat berpindah-pindah bergantung pada pembicara, waktu, dan tempat dituturkannya (Purwo, 1984). Deiksis dapat dikatakan sebagai alat atau cara untuk mendeskripsikan hubungan antara bahasa dan konteks dalam struktur bahasa. Hal ini dikarenakan deiksis memiliki hubungan erat dengan cara mengramatikalkan peristiwa dan interpretasi tuturan yang bergantung pada konteks (Djajasudarma, 2012). Bentuk-bentuk dieksis antara lain dieksis persona, dieksis ruang, dan dieksis waktu. Penjelasan lebih lanjut mengenai bentuk dieksis sebagai berikut:

  • Deiksis persona ialah rujukan dalam kategori orang atau persona. Pengungkapan tersebut menggunakan kata yang difungsikan sebagai kata ganti orang. Contoh: aku, saya, kita, kami, engkau, kamu, ia, dia, mereka, dll
  • Deiksis ruang merupakan deiksis yang menunjuk pada lokasi. Contoh: situ, sana, sini, ini, dari, ke, demikian, dll
  • Deiksis waktu ialah kata ganti yang menunjukkan waktu ujaran yang di ujarkan oleh pembicara. Contoh: dahulu, Ketika itu, minggu lalu, tadi, kemarin, saat ini, sekarang, lusa, dll

Tindak ujar/tindak tutur adalah tindak untuk mengucapkan dan mengujarkan sesuatu (Rustono, 2000). Menurut Austin (dalam Ibrahim, 1993; Hermaji, 2013) Tindak tutur dalam komunikasi mencakup tindak (1) konstatif, (2) direktif, (3) komisif, dan (4) persembahan (acknowledgment).

Praanggapan adalah pengetahuan bersama antara penutur dan mitra tutur yang tidak dituturkan dan merupakan prasyarat yang memungkinkan suatu tuturan benar atau tidak benar (Rustono, 1999). Menurut Pandiangan (dalam Larasati, 2015) praanggapan memiliki enam jenis, yakni praanggapan eksistensial, praanggapan faktif,praanggapan leksikal, praanggapan struktural, dan praanggapan konterfaktual.

Implikatur adalah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Dengan kata lain, implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan hati yang tersembunyi (Musabihah, 2015).

Referensi:
Djajasudarma, F. (2012). Wacana dan Pragmatik. PT Refika Aditama.
Hermaji, B. (2013). Tindak tutur penerimaan dan penolakan dalam bahasa Indonesia. Cakrawala: Jurnal Pendidikan, 7(1).
Larasati, J. (2015). Analisis Presuposisi pada Bahasa Spanduk Iklan Warung Soto Kajian: Pragmatik (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).Purwo, B. K. (1984). Deiksis dalam bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Musabihah, I. A. L. (2015). PRAANGGAPAN, IMPLIKATUR, INFERENSI dan DIEKSIS. https://imrokatullaili.wordpress.com/2015/04/13/praanggapan-implikatur-inferensi-dan-dieksis/
Purwo, B. K. (1984). Deiksis Dalam Bahasa Indonesia. PT Balai Pustaka.
Rustono. (2000). Implikatur Percakapan Humor. IKIP Semarang Press.
Rustono. (1999). Pokok-pokok Pragmatik. IKIP Semarang Press.

  • Deiksis adalah ilmu yang mempelajari tentang rujukan hal-hal di luar wacana yang belum jelas statusnya atau tidak tepat referennya. Deiksis bertujuan untuk mengetahui referen terhadap suatu kata dalam satukalimat dilihat dari hubungannya dengan kalimat lain. Deiksis dapat dibagi menjadi 4 jenis, sebagai berikut:
  1. Deiksis persona : unsur lingual yang menyatakan persona. Jika dalam suatu kalimatter dapat unsur persona seperti aku, dia, -nya, dst. Maka untuk melihat maknanya harus dlihat dari kalimat sebelumnya yang terdapat referen konkretnya.
  2. Deiksis benda : rujukan pada benda-benda di luar konteks wacana yang masih terkait dengan wacana
  3. Deiksis waktu : menyatakan rentang waktu berlangsungnya peristiwa komunikasi.
  4. Deiksis tempat : merujuk pada tempat (ruang) terjadinya peristiwa komunikasi.
  • Tindak Ujar adalah bagian yang mengkaji ujaran secara konkret melalui tindakan yang dilakukan oleh penutur maupun lawan tutur. Searle (dalam Yuniarti, 2014) mengklasifikasikan tindak tutur dengan berdasarkan pada maksud penutur ketika berbicara kedalam lima kelompok besar, yaitu:
  1. Representatif, tindak tutur ini mempunyai fungsi memberi tahu orang-orang mengenai sesuatu.
  2. Komisif, tindak tutur ini menyatakan bahwa penutur akan melakukan sesuatu.
  3. Direktif, berfungsi membuat penutur melakukan sesuatu.
  4. Ekspresif, berfungsi untuk mengekspresikan perasaan dan sikap mengenai keadaan hubungan.
  5. Deklaratif, menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan.
  • Praanggapan dapat diartikan sebagai kesepahamanan (Asisda, dalam Wijayanti, 2017). Jadi, satu kalimat dapat merangkum beberapa informasi yang mendukung konteks wacana. Jika setiap satu informasi dibuat dalam satu kalimat, maka tidak aka efektif dan fungsi praanggapan tidak akan bekerja. Suatu wacana akan kurang tersusun konteksnya dengan baik jika fungsi praanggapan tidak dipergunakan.

  • Grice (dalam Yuniarti, 2014) mengemukakanbahwa implikatur ialah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Sesuatu yang berbeda tersebut adalah maksudpembicaraan yang tidak dikemukakan secara eksplisit.

Referensi:
Wijayanti, N.N. (2017). Analisis Deiksis, Praanggapan, dan Implikatur dalam Novel Tan Karya Hendri Teja: Suatu Kajian Wacana. https://www.academia.edu/43614641/ANALISIS_ASPEK_DEIKSIS_PRAANGGAPAN_DAN_IMPLIKATUR_DALAM_NOVEL_TAN_KARYA_HENDRI_TEJA_KAJIAN_WACANA. Diakses tanggal 4 Desember 2021.

Yuniarti, N. (2016). Implikatur percakapan dalam percakapan humor. Jurnal Pendidikan Bahasa , 3 (2), 225-240.

Objek Kajian Pragmatik Chaniago, dkk. (1997: 15) mengemukakan bahwa suatu cabang ilmu bahasa, pragmatik memiliki kajian atau bidang telaahan tertentu yaitu:
1. Deiksis
Deiksis berhubungan dengan referensi atau penunjukkan kepada sesuatu yang ada dalam teks, baik yang sudah disebut maupun yang akan disebut dan penunjukkan kepada sesuatu yang di luar kalimat atau teks.
Dalam kajian pragmatik ada lima macam deiksis, yaitu
a. Deiksis orang ialah pemberian bentuk kepada personal atau orang, yang mencakup ketiga kelas kata ganti diri, yaitu kata ganti orang pertama, kata ganti orang kedua, dan kata ganti orang ketiga, baik bentuk tunggal maupun bentuk jamak.
b. Deiksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi atau ruang yang merupakan tempat dalam peristiwa berbahasa itu.
c. Deiksis waktu adalah pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu dipandang dari waktu atau saat suatu ungkapan dibuat.
d. Deiksis wacana adalah pemberian bentuk kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah disebut atau yang akan disebut, yang telah diuraikan atau yang sedang dikembangkan.
e. Deiksis sosial menunjukkan atau mengungkapkan adanya perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat di antara peran serta, yaitu antara pembicara dan pendengar yang dituju.

2. Praanggapan (presupposition)
Praanggapan merupakan suatu dugaan yang menjadi prasyarat untuk menentukan benar tidaknya suatu pernyataan yang kita dengar.
Bambang Kaswanti Purwo dalam Chaniago, dkk. (1997: 16) memberikan beberapa macam praanggapan (Tanda /— menunjukkan pranggapan). Contoh:

a. Gambaran yang tertentukan

  1. Tono (tidak) melihat orang yang berkepala dua /— Ada orang berkepala dua.
  2. Anak di belakang rumah itu anak manja /— Ada anak di belakang rumah.

b. Kata verbal yang mengandung kenyataan (faktive)

  1. (tidak) aneh kalau orang Amerika itu sua durian /— orang Amerika itu suka durian.
  2. Marta (tidak) menyesal membuang benda itu /— Marta membuang benda itu.

c. Kata verbal implikatur

  1. Saya (tidak) lupa beli buku /— saya harus membeli buku.
  2. Saya berhasil menipu anak itu /— Saya menipu anak itu.

d. Kata verbal yang mengganti keadaan

  1. Dia sudah/ belum berhenti membaca surat itu /— Dia membaca surat itu.
  2. Dia sudah/ belum selesai membaca surat itu /— Dia membaca surat itu.

e. Pengulang

  1. Dia kembali berkuasa /— Dia pernah berkuasa.
  2. Dia (tidak) akan mencuri lagi /— Dia pernah mencuri.

f. Kata waktu

  1. Aku (tidak) mencuci piring, ketika Ali tidur /— Ali tidur.
  2. Sejak saya pindah ke Amerika, Amat (tidak) membenci ibunya /— Saya pindah ke Amerika.

g. Kalimat yang ada topik atau fokusnya

  1. (bukan) Ali yang mencuri uang itu /— Ali mencuri uang.
  2. Yang menyanyi itu (bukan) Ali /— Ada orang yang menyanyi.
  3. Yang dicuri anak itu (bukan) uang /— Anak itu mencuri sesuatu.

h. Kata bandingan

  1. Anak saya (tidak) bisa melompat lebih jauh dari Ali /— Ali bisa melompat.
  2. Anak saya (tidak) bisa melompat sejauh Ali /— Ali bisa melompat.

i. Aposisi Renggang

  1. Paijem, yang saya perkenalkan kepadamu kemarin, (tidak) akan pulang pagi ini /— saya memperkenalkan Paijem kepadamu kemarin.
  2. Pencuri itu, yang sedang ditangkap itu, masih muda /— orang itu ditangkap.

j. Konditional yang berlawanan

  1. Kalau/ Andaikata anak itu bangun sebelum jam lima dia (tidak) akan terlambat /— Anak itu bangun sebelum jam lima.
  2. Kalau/ Andaikata anak itu tidak bangun sebelum jam lima dia (tidak) akan melihat pencurian itu /— Anak itu bangun sebelum jam lima.

k. Praanggapan pertanyaan

  1. Kamu membeli apa di toko itu? /— kamu membeli sesuatu di toko itu.
  2. Mengapa dia membencimu? /— Dia membencimu

3. Tindak ujaran (speech act)
Berhubungan dengan adanya keinginan untuk menindakkan sesuatu dari pembicara atau penulis melalui kalimat yang diucapkan atau ditulisnya.
Chaniago, 1997 menjelaskan tiga jenis tindakan dalam tindak ujaran (speech act) yaitu:
a. Tindak Lokusi (Locutionary act) adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak lokusi yang mengaitkan suatu topik dengan keterangan dalam suatu ungkapan. Tindak lokusi memandang suatu kalimat/ ujaran sebagai suatu proposisi yang terdiri dari subjek/ topik dan predikat/ komentar.
b. Tindak Ilokusi (illocutionary act) merupakan pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji, pertanyaan, pujian, permintaan, dan sebagainya yang dinyatakan dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan. Tindak ilokusi memandang suatu kalimat/ ujaran sebagai tindakan bahasa, misalnya menyuruh, memanggil, menyatakan setuju, menyampaikan keberatan, dan sebagainya.
c. Tindak Perlokusi (perlocution act) ialah hasil atau efek yang ditimbulkan oleh suatu ungkapan pada pendengar atau lawan tutur sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan sebuah kalimat.

4. Implikatur percakapan (conversational implicature) merupakan kegiatan menganalisis ucapan pembicara untuk menentukan makna yang tersirat/ terselubung dari ucapan yang dikeluarkan oleh pembicara itu. Implikatur percakapan
contohnya,
A : Rasanya kerongkonganku terasa kering sekali.
B : Kan ada warung di ujung jalan itu.
Pada percakapan di atas, B tidak secara terus terang menanggapi ucapan A. Meskipun demikian, apa yang diucapkannya secara tidak langsung menanggapi ucapan A itu. Pernyataan tentang warung memberikan implikasi bahwa terdapat minuman di situ. Jadi, baik A maupun B dapat membeli minuman di situ sehingga kerongkongannya tidak akan terasa kering lagi.

Sumber dan Referensi:
Usman, U., & Hasriani, H. (2021, November). Ragam Slang dalam Bahasa Iklan Selebriti Instagram Makassar (Suatu Tinjauan Pragmatik). In Seminar Nasional LP2M UNM.

Deiksis adalah ilmu yang mempelajari mengenai rujukan hal-hal di luar wacana yang belum jelas statusnya atau tidak tetap referennya. Deiksis bertujuan untuk mengetahui referen terhadap suatu kata dalam satu kalimat dilihat dari hubungannya dengan kalimat lain.

Tindak ujar adalah tindak komunikasi yang dihubungkan sesuai dengan yang penutur maksudkan, yang penutur mengerti dan yang diinginkan penutur dari pembicaraan tersebut (Searle, 1970:21). Sebagai contoh, suatu pernyataan mengekspresikan suatu kepercayaan, suatu permintaan mengekspresikan suatu keinginan.

Praanggapan dapat diartikan sebagai kesepahamanan (Asisda, 2017:69). Jadi, satu
kalimat dapat merangkum beberapa informasi yang mendukung konteks wacana.

Menurut Grice (1975), implikatur membedah makna suatu bahasa yang berbeda dari arti
harafiahnya sesuai dengan konteks yang berlaku.

Referensi

Ambeua, S. (2020). Tindak Ujar Ilokusi dalam Novel The Three Musketeers Karya Alexandre Dumas. Jurnal Elektronik Fakultas Sastra Universitas Sam Ratulangi 15. https://ejournal.unsrat.ac.id/.

Wijayanti, N. (2017). Analisis Dieksis, Praanggapan, dan Implikatur dalam Novel “Tan” Karya Hendri Teja: Suatu Kajian Wacana. Paper Universitas Negeri Jakarta. Diakses dari academia.edu.