Bagaimanakah tingkat kekerabatan bahasa-bahasa daerah di Indonesia dari perspektif metode pengelompokan bahasa?

Percaya atau tidak, komunikasi tak dapat dipisahkan dari bahasa. Oleh karena itu, wajar sekiranya apabila bahasa kerap disebut sebagai alat komunikasi. Hal tersebut dikuatkan Kridalaksana (1983:21) yang memaknai bahasa sebagai sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Mengenai bahasa, di Indonesia setidaknya memiliki tiga ragam bahasa yang didasarkan pada kedudukan dan fungsinya, yakni bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Tentang bahasa daerah, kamu tahu gak sih kalau Indonesia itu memiliki kekayaan bahasa daerah yang luar biasa?

Sudarno (1994:112) mengungkapkan bahwa hampir semua bahasa daerah di Indonesia memiliki kesamaan atau kemiripan bentuk dan makna antarsatu bahasa dengan bahasa yang lain. Menyoal bahasa daerah, tentu kita tak dapat melepaskannya dari metode pengelompokan bahasa, yang setidaknya terdiri dari beberapa metode, meliputi metode pemeriksaan sekilas, metode kosakata dasar (basic vocabulary), metode inovasi atau metode pembaruan, dan leksikostatistik (glotokronologi).

Berpijak pada uraian sebelumnya, menurut kamu, bagaimana tingkat kekerabatan bahasa-bahasa daerah di Indonesia setelah hadirnya beberapa metode pengelompokan bahasa?

Referensi
Kridalaksana, H. (1983). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Sudarno, M. Ed. (1994). Perbandingan Bahasa Nusantara. Jakarta: Arikha Medika Cipta.

1 Like

Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu tujuan dari linguistik historis komparatif sendiri yakni untuk merumuskan tingkat kekerabatan bahasa-bahasa dengan cara membandingkan antar bahasa lain. Tingkat kekerabatan bahasa menurut Sudjalil (2018) dapat diketahui dengan menggunakan teknik leksikostatistik dengan dasar persamaan bunyi pada leksikon antar bahasa dengan indikator kosakata dasar. Arnawa (2018) dalam bukunya mengemukakan bahwa kekerabatan bahasa harus dapat dibuktikan melalui kualitatif (inovasi) dan kuantitatif (retensi). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudjalil (2018) diperoleh hasil tingkat kekerabatan untuk bahasa daerah Lombok, Jawa, dan Bali tergolong kelompok mikrofilium dengan persentase (10-19%) dengan menganut pedoman rumus leksikostatistik Keraf. Bahasa yang memiliki kategori serumpun dalam penelitian Sudjalil (2018) yakni bahasa Indonesia, Jawa, dan Bali dengan persentase kekerabatan 20-39%.

Referensi

Arnawa, N. (2018). Penerapan Leksikostatistik Pada Studi Kekerabatan Bahasa Austronesia. Pustaka Larasan.

Sudjalil, S. (2018, October). Leksikostatistik sebagai Alternatif Penentuan Kekerabatan Bahasa-Bahasa Daerah. In Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia (SENASBASA) (Vol. 2, No. 2).

1 Like

Bagaimana tingkat kekerabatan bahasa daerah di Indonesia setelah hadirnya beberapa metode pengelompokan bahasa? Menurut saya bahasa dapat dikatakan memiliki ikatan atau berkerabat, yaitu bahasa tersebut memiliki kesamaan dengan kelompok bahasa lainnya. Menurut (Kridalaksana, 2001) kekerabatan dalam bahasa merupakan sebuah hubungan antara dua bahasa atau lebih dan tepatnya didapatkan dari sumber yang sama. Terjadinya kekerabatan bahasa sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kontak bahasa, migrasi, dan transmigrasi. Ketiga faktor tersebut dapat mempengaruhi timbulnya variasi dialek bahasa sehingga mampu memberi efek kesamaan atau kekerabatan dialek bahasa namun memiliki arti yang berbeda pada setiap daerahnya. Dapat diambil contoh dari penelitian (Ruriana, 2018) menunjukkan bahwa kekerabatan bahasa Jawa dan Madura dengan metode leksikostatistik menunjukkan hasil, yaitu kedua kelompok bahasa tersebut masuk dalam kategori bahasa serumpun atau berkerabat. Setelah diteliti dengan adanya beberapa metode pengelompokan bahasa, yaitu menunjukkan hasil yang sama berupa bahasa daerah di Indonesia memiliki kekerabatan satu sama lain karena di dukung adanya banyaknya suku hal itu menjadi faktor sendiri dalam kekerabatan bahasa.

Kridalaksana, H. (2001). Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Ruriana, P. (2018). Hubungan Kekerabatan Bahasa Jawa dan Madura. KANDAI, 15-30.

1 Like

Linguistik bandingan historis diartikan sebagai cabang ilmu bahasa yang membahas tentang bahasa yang ada dalam bisang waktu dan perubahan unsur yang terjadi pada waktu didalamnya (Keraf, 1984:22). Perbandingan bahasa sampai pada pengelompokkan bahasa, termasuk bahasa-bahasa yang ada di Indonesia. Antar bahasa memiliki hubungan kekerabatan. Menurut Keraf (198:25) bahasa Indonesia masuk dalam bahasa Austronesia yang dibagi menjadi dua, yaitu bahasa-bahasa Indonesia (Nusantara) dan bahasa-bahasa Oceania.
Keraf membagi bahasa-bahasa nusantara menjadi dua bagian, yaitu bahasa Nusantara Barat dan bahasa Nusantara Timur. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa kekerabatan bahasa daerah di Indonesia terbilang cukup tinggi, karena hanya bersumber dari dua garis struktur bahasa. Bahasa Nusantara Barat banyak mempunyai morfem terikat guna membentuk kata kerja dan benda, serta kata benda berperan posesif ada di belakang kata benda yang dimiliki. Bahasa Nusantara Timur minim morfem terikat dan kata benda posesif ada di depan kata benda yang dimiliki.

Referensi:
Keraf, Gorys. 1991. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Keraf, Gorys. 1982. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.

1 Like

Bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia dapat dilihat tingkat kekerabatannya melalui metode Leksikostatistik. Metode ini digunakan untuk mengelompokkan bahasa-bahasa serumpun atau sekerabat yang didasarkan pada persamaan bunyi leksikon dalam suatu bahasa (Sudjalil, 2018). Terdapat suatu klasifikasi yang digunakan untuk mengelompokkan tingkatan bahasa, yang meliputi: ((bahasa, keluarga, rumpun, mikrofilium, mesofilium, dan makrofilium) (Keraf, 1991).Jika dilihat dari metode Leksikostatistik tingkat kekerabatan bahasa-bahasa daerah di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yang meliputi :

  1. Kelompok Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sumatera
  2. Kelompok Kalimantan
  3. Kelompok Sulawesi
    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Sudjalil, 2018) dapat diketahui bahwa bahasa persatuan, bahasa Indonesia, mempunyai tingkat kekerabatan yang serumpun dengan kelompok bahasa Lombok, Bali, dam Jawa. Kedua, bahasa Lombok, Jawa, dan Bali memiliki pengucapan (artikulasi) yang serupa. Ketiga, bahasa Lombok termasuk ke dalam mikrofilium sementara bahasa Jawa dan Bali termasuk ke dalam mesofilium.

Referensi :

Keraf, G. (1991). Lingustik Historis Komparatif. Jakarta : PT Gramedia.
Sudjalil. (2018). Leksikostatistik Sebagai Alternatif Penentuan Kekerabatan Bahasa-Bahasa Daerah. Prosiding SENASBASA (Seminar Nasional Bahasa dan Sastra), 213-227.

1 Like

Menurut Keraf (1996:22), linguistik historis komparatif adalah bidang linguistik yang mempelajari bahasa pada bidang waktu dan perubahan unsur kebahasaan yang terjadi pada bidang waktu tersebut. Periksa data dalam satu atau lebih bahasa untuk setidaknya dua periode waktu. Linguistik historis komparatif secara kronologis membandingkan dua bahasa dari satu zaman ke zaman lainnya. Hal ini juga bertujuan untuk mengelompokkan bahasa-bahasa dan mencoba menemukan bahasa kuno/proto-bahasa yang berasal dari bahasa-bahasa tersebut. Selanjutnya dicari kesamaan fonologis dan morfologis dalam bahasa yang bersangkutan untuk menentukan arah keberlanjutan.

Linguistik sinkronis menyatakan bahwa bahasa yang kita kenal sekarang ini merupakan fosil yang merupakan hasil peninggalan purbakala karena setiap kata memiliki sejarahnya masing-masing. Kosakata yang digunakan oleh para ahli bahasa saat ini merupakan cerminan (refleksi) masa lalu, karena setiap kata secara terus menerus diturunkan dari generasi ke generasi. Ahli bahasa memperkirakan bahwa dalam 1000 tahun akan ada sekitar 20% perubahan atau hilangnya kosakata bahasa. Di antara banyak kosakata yang berubah dan menghilang, ada kosakata yang jarang diubah karena sangat sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan relatif tidak peka terhadap perubahan. Kosakata termasuk nama tubuh, angka, lingkungan umum, dan banyak lagi.

Sumber : Keraf, Gorys. 1991. Penetapan Negeri Asal Bahasa-Bahasa Austronesia. Jakarta: Pidato pada Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap pada Fakultas Indonesia.

Linguistik historis komparatif diartikan oleh Keraf (1996) sebagai cabang ilmu bahasa yang membahas tentang kekerabata bahasa dan perubahan unsur bahasa dalam kurun waktu tertentu. Ino (2015) berpendapat bahwa linguistik historis komparatif memiliki tugas dalam menetapkan fakta dan tingkat keeratan serta kekerabatan bahasa yang memiliki kaitan dengan pengelompokan bahasa yang sekerabat. Bahasa dapat dikatakan sekerabat apabila terdapat kesamaan dengan kelompok bahasa yang lain. Kridalaksana (2008) mengemukakan bahwa kekerabatan dalam bahasa merupakan suatu hubungan antara dua bahasa atau lebih yang didapat dari sumber sama. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kekerabatan bahasa, antara lain adalah kontak bahasa, migrasi, dan transmigrasi. Menurut Sudjalil (2018) metode leksikostatistik menjadi metode yang dapat digunakan untuk melihat tingkat kekerabatan bahasa-bahasa daerah di Indonesia, melalui metode ini bahasa-bahasa yang satu rumoun atau satu kerabat dikelompokkan berdasarkan pada persamaan bunyi leksikon dalan suatu bahasa. Keraf (1991) memiliki suatu klasifikasi untuk mengelompokkan tingkatan bahasa, yaitu: 1) bahasa, 2) keluarga, 3) rumpun, 4) mikrofilum, 5) mesofilum, dan 6) makrofilum. Dilihat dari metode leksikostatistik, tingkat kekerabatan bahasa-bahasa daerah di indonesia dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu: 1) kelompok Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera, 2) kelompok Kalimantan, serta 3) kelompok Sulawesi.
Penelitian yang dilakukan oleh Sudjalil (2018) menunjukkan bahwa bahasa Indonesia memiliki kekerabatan yang satu rumpun dengan kelompok bahasa Jawa, Lombok, dan Bali. Bahasa Jawa, Lombok, dan Bali mempunyai pengucapan yang serupa, serta bahasa Lombok termasuk mikrofilium, sedangkan bahasa Jawa dan Bali temasuk mesofilium.

Referensi:
Ino, L. (2015). Pemanfaatan Linguistik Historis Komparataif Dalam Pemetaan Bahasa-Bahasa Nusantara. RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, 1(2), 365. Pemanfaatan Linguistik Historis Komparataif Dalam Pemetaan Bahasa-Bahasa Nusantara | RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa
Keraf, G. (1991). Linguistik Historis Komparatif. PT Gramedia Pustaka Utama.
Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Gramedia.
Kridalaksana. (2008). Kamus Linguistik. Gramedia Pustaka Utama.
Sudjalil. (2018). Leksikostatistik Sebagai Alternatif Penentuan Kekerabatan Bahasa-Bahasa Daerah. Prosiding SENABASA (Seminar Nasional Bahasa dan Sastra), 213–227.

1 Like

Linguistik Historis Komparatif memiliki maksud untuk memberikan perbandingan antar bahasa sehingga dapat diketahui bagaimana tingkat kekerabatan antar bahasa tersebut. Teknik yang digunakan untuk mengetahui tingkat kekerabatan bahasa adalah teknik leksikostatik yang melihat persamaan bunyi di dalam leksikon bahasa itu. Kata dasar Swadesh yang berjumlah 200 kata dijadikan indikator dan dianggap ada dalam berbagai bahasa yang ada di dunia ini. Teknik leksikostatik ini akan mengelompokkan tingkat kekerabatan bahasa menjadi 5 jenis, yakni bahasa, keluarga, rumpun, mikrofilum, misofilum, dan makrofilum. Contoh tingkat kekerabatan bahasa daerah di Indonesia berdasarkan penelitian Sudjalil (2018) adalah bahasa Indonesia memiliki tingkat kekerabatan serumpun bahasa Jawa, Bali, dan Lombok (21%-39%). Kemudian, antara bahasa Jawa, Bali, dan Lombok bertipe artikulasi sejenis dan penzeroan. Terakhir, bahasa Jawa dan Bali adalah bahasa mesofilum, sedangkan bahasa Lombok adalah mikrofilum.

Referensi:
Sudjalil, S. (2018, October). Leksikostatistik sebagai Alternatif Penentuan Kekerabatan Bahasa-Bahasa Daerah. In Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia (SENASBASA) (Vol. 2, No. 2).

Seperti yang kita ketahui Indonesia memiliki bahasa daerah yang beragam. Bahasa daerah menggambarkan keunikan dan menjadi salah satu ciri khas di dalam suatu daerah. Dalam bahasa Indonesia ditemukan 15 istilah kekerabatan, pemakaian istilah kekerabatan antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah lain yang diteliti terjadi sedikit kerumpangan karena dibedakan oleh konsep budaya dan bahasa yang sedikit berbeda. Menurut Fatehah (2010) menjelaskan bahwa bahasa yang beragam dipengaruhi juga oleh pengalaman manusia. Kajian linguistik historis komparatif mempunyai tugas untuk menetapkan tingkat kekerabatan bahasa yang berkaitan dengan pengelompokan bahasa sekerabat. Suatu budaya dan bahasa berasal dari induk yang sama, kekerabatan bahasa dan budaya diperoleh melalui perbandingan bahasa dalam kategori fonologi dan leksikon. Jadi tingkat kekerabatan bahasa yang terjadi sekarang sudah cukup berhubungan tetapi terjadi sedikit kerumpangan dikarenakan konsep budaya dan bahasa yang ada di masing-masing daerah.

Referensi

Fatehah, N. (2010). Leksikon Perbatikan Pekalongan (Kajian Etnolinguistik). Adabiyyāt: Jurnal Bahasa dan Sastra , 9 (2), 327-363.

Yanti, N. (2017). Hubungan Kekerabatan Bahasa Rejang, Serawai Dan Pasemah Dengan Menggunakan Teknik Leksikostatistik. GENTA BAHTERA , 3 (2), 77-93.

Kekerabatan bahasa daerah dapat dilihat melalui berbagai metode pembelajaran sesuai yang dipaparkan oleh teman-teman. Salah satunya adalah metode leksikostatik. Dalam metode tersebut kekerabatan bahasa daerah dikelompokkan menjadi 3 yaitu : 1) subkelompok Sumatra, Jawa, Bali, dan NTB, 2) subkelompok Kalimantan, 3) subkelompok Sulawesi. Dalam tiap subkelompok bahasa tersebut dapat diketahui tingkat kekerabatannya berdasakan metode leksikostatik sebagai berikut :

  1. Bahasa
    Menurut perhitungan metode leksikostatik diketahui bahwa bahasa Jawa dan bahasa Sunda memiliki tingkat kekerabatan sebesar 23%, emudian untuk bahasa Madura dan bahasa Lampung Abung memiliki tingkat kekerabatan sebesar 18,5%, dan untuk bahasa bekatik dan bahasa galik di Kalimantan Barat memiliki tingkat kekerabatan sebesar 17%.
  2. Keluarga
    Bahasa abai dan bahasa tegalan memiliki tingkat kekerabatan dalam taraf keluarga sebesar 53,5% dan bahasa Bali dan Bali sasak memiliki tingkat kekerabatan dalam taraf keluarga sebesar 37%.
  3. Rumpun
    Bahasa Sumbawa dan bahasa Sasask memiliki tingkat kekerabatan sebesar 16,5%, bahasa Uud Danum dan bahasa Baream memiliki tingkat kekerabatan sebesar 26,7%.
  4. Mikrofilum
    Ketiga rumpun bahasa yang telah disebutkan di atas dinyatakan berkerapat dalam taraf mikrofilum, dengan prosentasi 4,9%, 5,9%, dan 8,3% untuk rumpun 1) Sumatra, Jawa, Bali, NTB, dan 2) Kalimantan, kemudian 7,3%, 7,4%, dan 7,5% untuk rumpun Kalimantan dan Sulawesi.
  5. Mesofilum
    Bahasa Lematang dialek Ujan Mas Sumsel dan bahasa Lampung abang di Lampung memiliki tingkat kekerabatan sebesar 2%.

Referensi
Kekerabatan Bahasa Daerah. (2020, Januari 17). Retrieved April 06, 2022, from Laboratorium Kebinekaan Bahasa dan Sastra: https://labbineka.kemdikbud.go.id/bahasa/tentang/19ca14e7ea6328a42e0eb13d585e4c22

Linguistik historis komparatif merupakan bagian dari cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang perbandingan bahasa-bahasa yang serumpun serta perkembangan bahasa dari masa ke masa. Linguistik Historis Komparatif mengamati tentang perubahan pada bahasa kemudian menelusuri sebab akibatnya. Dalam proses pengelompokan bahasa dikenal tiga metode. Metode-metode itu adalah metode kualitatif, leksikostatistik, dan glotokronologi. Metode kualitatif dilakukan dengan cara perhitungan statistik. Metode leksikostatistik merupakan pengelompokkan bahas yang dilakukan dengan cara mengutamakan pengamatan pada leksikon secara statistik, kemudian mengelompokkannya berdasarkan tingkat kesamaan dan perbedaan satu bahasa dengan yang lainnya. Sedangkan metode glotokronologi merupakan pengelompikan bahasa yang memfokuskan perhitungan bahasa berdasar pada usia suatu bahasa menggunakan rumus logaritma.

Untuk mengetahui tingkat kekerabatan bahasa-bahasa daerah di Indonesia, dapat dilakukan dengan metode leksikolastik. Penelitian-penelitian mengenai tingkat kekerabatan bahasa telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Fitrah, dkk., (2017) meneliti tentang kekerabatan bahasa-bahasa etnis Melayu, Batak, Bugis, Sunda, dan Jawa di Provinsi Jambi. Hasil sepuluh perbandingan leksikostatistik didapatkan Melayu-Batak 31,5%, Melayu-Bugis 15%, Melayu-Jawa 26%, Melayu-Sunda 44%; Batak-Bugis 14%, Batak-Jawa 13%, Batak-Sunda 27%; Bugis-Jawa 13%, Bugis-Sunda 16,5%; Jawa-Sunda 26,5%. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Indrariani (2017) menyatakan bahwa presentase kekerabatan antara Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda mencapai 60%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kekerabatan bahasa daerah di Indonesia tergolong cukup tinggi jika bahasa daerah tersebut berada dalam wilayah geografis yang berdekatan. Namun, kekerabatan bahasa daerah cenderung rendah jika bahasa daerah tersebug tidak dalam wilayah geografis yang berdekatan.

Fitrah, Y., & Afria, R. (2017). Kekerabatan Bahasa-Bahasa Etnis Melayu, Batak, Sunda, Bugis, Dan Jawa Di Provinsi Jambi: Sebuah Kajian Linguistik Historis Komparatif. Jurnal Titian, 1(2), 204–218.
Indrariani, E. A. (2017). Leksikostatistik bahasa jawa dan bahasa sunda. PIBSI XXXIX, Semarang.

1 Like

Menurut Keraf (1996), salah satu tujuan linguistik historis yakni usaha untuk mengadakan pengelompokan (sub-grouping) bahasa-bahasa, sehingga bukan hanya diketahui bahwa antara bahasa tertentu terdapat tali kekerabatan, tetapi dapat diketahui lebih lanjut bagaimana tingkat kekerabatan antara bahasa tersebut. Selain itu, dapat diketahui lebih lanjut terkait dengan bagaimana tingkat kekerabatan antara bahasa-bahasa tersebut. Jika tingkat-tingkat kekerabatan tersebut diketahui maka akan diketahui pula kelompok, baik kecil maupun besar dalam suatu kesatuan bahasa proto. Untuk mengadakan pengelompokan tersebut dalam abad XIX muncul dua teori yang terkenal yaitu teori Batang pohon (Stammbaumtheorie, atau Pedigree Theory) dari A. Schleicher (1823-1868) yang dikemukakannya dalam tahun 1866. Teori ini kemudian disempurnakan oleh J. Schmidt (1843-1901) dalam tahun 1872, dengan nama Teori Gelombang (Wellentheori atau Wave Theory) (Keraf, 1996). Menurut Keraf (1996), bahasa yang memperlihatkan presentase kekerabatan yang tinggi merupakan kelompok yang lebih dekat keanggotaannya, sedangkan bahasa yang memiliki presentase kekerabatan kecil merupakan bahasa yang jauh kekerabatannya dan termasuk dalam kelompok yang lebih besar. Menurut Sudjalil (2018) Metode leksikostatistik menjadi metode yang digunakan untuk melihat tingkat kekerabatan bahasa di Indonesia. Tingkat kekerabatan bahasa daerah di Indonesia dikelompokkan menjadi 3 jika dilihat dari metode leksikostatisti, yakni 1) kelompok Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera, 2) kelompok Kalimantan, serta 3) kelompok Sulawesi.

Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Gramedia.
Sudjalil. (2018). Leksikostatistik Sebagai Alternatif Penentuan Kekerabatan Bahasa-Bahasa Daerah. Prosiding SENABASA (Seminar Nasional Bahasa dan Sastra), 213–227.

1 Like

Berdasarkan kelompok empat metode yang telah dipaparkan berkaitan dengan tingkat kekerabatan bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Hal tersebut memungkinkan budaya yang sama dalam daerah menjadikan kekerabatan bahasa lebih akrab atau adanya kemiripan, seperti budaya Batak Toba yang memiliki kemiripan dengan budaya Sasak juga berhubungan dengan bahasa daerahnya yang memiliki kemiripan. Kedua bahasa tersebut menjadi satu rumpun, yakni rumpun Austronesia. Berlandaskan dari metode pemeriksaan sekilas, kedua bahasa tersebut (Batak Toba dan Sasak) mempunyai fonem yang hampir sama, seperti bahasa Batak Toba dengan aksennya tinggi dalam fonem â, sedangkan bahasa Sasak terdapat perubahan fon (ə dan?). Sementara itu, metode kosakata dasar dalam bahasa Batak Toba dan Sasak mempunyai kemiripan sesuai budayanya.

Referensi:
Wastono, A.T. (2017). Aspek Interkultural dalam Pengajaran Bahasa Arab. Sebagai Bahasa Asing di Indonesia. Seminar Nasional Pengajaran Bahasa (hlm. 1-14).

Menurut Keraf (1991:128), sebuah pasangan kata dapat dikatakan kerabat jika memenuhi salah satu syarat, yaitu (a) identik, (b) memiliki korespondensi fonemis, (c) kemiripan secara fonetis, atau (d) satu fonem berbeda.

Setelah memenuhi syarat tersebut, maka dapat ditetapkan besarnya persentase kekerabatannya dengan Teknik Perhitungan Persentase Leksikostatistik. Teknik tersebut dilakukan dengan cara menetapkan dan menghitung pasangan kata-kata kerabat yang sama (Setiawan, 2020: 29).

Adapun, kekerabatan bahasa daerah di Indonesia sangat beragam. Dua bahasa yang berbeda yang dibandingkan dengan yang lainnya tergolong dalam tingkatan bahasa yang berbeda dan memiliki persentase yang berbeda pula. Namun, secara umum kekerabatan bahasa Indonesia dibagi menjadi 6 tingkatan bahasa dengan persentase sebagai berikut (Keraf 1991: 35).

  1. Bahasa (Language) 81-100%
  2. Keluarga (Family) 36-81%
  3. Rumpun (Stock) 12-36%
  4. Mikrofilum 4-12%
  5. Mesofilum 1-4%
  6. Makrofilum >1%

Referensi
Keraf, Gorys. (1991). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Setiawan, Luh Gede. (2020). Hubungan Kekerabatan Bahasa Bali dan Sasak dalam Ekoleksikon Kenyiuran: Analisis Linguistik Historis Komparatif. Jurnal Inovasi Penelitian, 1(1), 27-30.

1 Like

Dalam memandang kekerabatan bahasa yang ada di Indonesia, kita dapat mengguakan berbagai pendekaatan seperti teori kekerabatan, teori gelombang, kesamaan unsur bahasa dan sebaginya. Jika kita mengambil salah satu teori, mialnya teori kekerabtan milik Sudjalil (2018) dapat diketahui bahwa masyarakat yang ada di wilayah lombok, sumtera, bali, dan jawa, memiliki sekitar sepuluh hingga tiga pulih persen. sedangkan jika kita melihat pendapat Keraf (1991) masyarakat di wilayah timur dengan prosesntase penduudk proto melau yang tinggi memiliki kedekatan bahasa dalam segi morfem, fonem, dan penekanan bahasa.
Berdasarkan dua argumen tersebut dapat di pahami bahwa mengacu pada tori bahasa yang ada, nyatanya bahasa di indonesia memiliki kedekatan meskipun secara garis besar dipisahkan menjadi dua, yaitu garus keturunan proto melayu dan dutro melayu.

Referensi

Keraf, Gorys. 1991. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sudjalil, S. (2018, October). Leksikostatistik sebagai Alternatif Penentuan Kekerabatan Bahasa-Bahasa Daerah. In Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia (SENASBASA) (Vol. 2, No. 2).

1 Like

Salah satu tujuan pengelompokan bahasa daerah dalam ranah Linguistik Historis Komparatif ialah mengetahui bahasa mana saja yang termasuk dalam satu kelompok (kerabat). Adanya metode leksikostatistik maupun rekonstruksi yang digunakan dalam penelitian akan memberikan presentase hasil yang mendetail (Ino, 2015: 373-375). Sebagai contoh dalam penelitian (Setiawan, 2020: 29) dijelaskan bahwa terdapat presentase kekerabatan bahasa Bali dan Sasak sebesar 68,75%. Contoh lain adalah penelitian (Erdayani, 2022: 20) yang membuktikan adalah presentase kekerabatan bahasa Rejang dan Bulungan di Kalimantan sebesar 72 %. Dengan demikian, dapat dimpulkan bahwa dengan adanya pengelompokan bahasa dapat diketahui bahasa mana saja yang termasuk dalam satu kerabat dengan tingkat presentase sekian persen.

Referensi

Erdayani, R. (2022). Analisis Kekerabatan Bahasa Rejang dan bahasa Bulungan. Gurindam, 2(1), 1-20.

Pemanfaatan Linguistik Historis Komparatif dalam Pemetaan Bahasa-Bahasa Nusantara. (2015). Retorika, 1(2), 365-378.

Setiawan, L. G. (2020). Hubungan Kekerabatan Bahasa Bali dan Sasak dalam Ekoleksikon Kenyiuran: Analisis Linguistik Historis Komparatif. Jurnal Inovasi Penelitian, 1(1), 27-30.

1 Like

Bahasa daerah memiliki fungsi sebagai lambang kebanggaan daerah, lambang identitas daerah, serta alat perhubungan di lingkungan keluarga masyarakat dan daerah (Mualita, 2015). Bahasa-bahasa yang berada dalam suatu rumpun yang sama belum tentu memiliki tingkat kekerabatann yang tinggi atau sama tingkat kemiripannya satu sama lain. Oleh karena itu, Linguistik Historis Komparatif berperan penting dalam menentukan tingkat kekerabatan antarbahasa, termasuk bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia. Menurut saya, tingkat kekerabatan bahasa-bahasa daerah di Indonesia jika dipandang dari perspektif metode pengelompokan bahasa ternyata justru memiliki tingkat kekerabatan yang cukup rendah. Hal ini dikarenakan beberapa alasan yakni sebagai berikut.

  • Presentase kemiripan bahasa-bahasa daerah Nusantara cukup kecil yakni hanya berkisar antara 30-40% (Keraf, 1996: 118). Hal ini tentunya membuat peneliti kesulitan untuk menentukan suatu bahasa lebih mirip dengan bahasa yang mana (bahasa daerah lain).
  • Kosa kata dasar sulit untuk dijadikan ciri sub-grouping karena kata-kata tersebut terdapat pada geografis yang sangat berjauhan (Keraf, 1996: 118).
  • Dalam Daftar Holle (Holle List) yang mulai diterbitkan pada tahun 1894 memuat banyak kata dan kalimat singkat yang cukup membantu peneliti dalam menentukan tingkat kekerabatan bahasa-bahasa daerah di Nusantara. Daftar tersebut diterbitkan kembali berkali-kali hingga terbitan pada tahun 1894, 1904/1911, dan 1931 disatukan dan telah memuat 1486 kata serta 60 kalimat singkat. Meski begitu, tetap saja daftar ini tidak terlalu menguntungkan bagi peneliti dalam melakukan pengelompokan bahasa-bahasa secara genealogis karena masih terdapat kata-kata budaya yang bukan merupakan kosa kata dasar dalam bahasa Indonesia (Keraf, 1996: 120).

Oleh karena itu, pengelompokan bahasa-bahasa daerah di Indonesia harus menggunakan teknik yang paling sesuai. Agar mampu menemukan teknik yang paling sesuai ini, peneliti tingkat kekerabatan bahasa-bahasa daerah di Indonesia perlu melakukan beberapa langkah sebagai berikut.

  • Mempergunakan kosa kata dasar untuk melakukan pengelompokan.
  • Apabila ditemukan hal-hal yang meragukan maka peneliti harus menggunakan metode inovasi, baik inovasi dalam kosa kata dasar, unsur-unsur gramatikal, serta fonologis (Keraf, 1996).
  • Mengelompokkan bahasa menggunakan teori Leksikostastistik.

Dalam membandingkan dua bahasa atau lebih, peneliti dapat menggunakan teknik leksikostatistik (Setiawan, 2020). Teknik leksikostatistik merupakan suatu teknik dalam pengelompokan bahasa yang cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk kemudian berusaha menetapkan pengelompokkan itu berdasarkan persentase kesamaan dan perbedaan suatu bahasa dengan bahasa lain (Keraf, 1984: 121).

Dalam membandingkan bahasa dan menetapkan kata-kata mana yang merupakan kata kerabat dan mana yang tidak, perlu dikemukakan lagi suatu asumsi lain dalam metode perbandingan, yaitu: fonem bahasa proto yang sudah berkembang secara berlainan dalam bahasa-bahasa kerabat, akan berkembang terus secara konsisten dalam lingkungan linguistis masing-masing bahasa kerabat (Sudjalil, 2018). Perbandingan ini dapat mengemukakan fonem-fonem dalam posisi relatif sama dibandingkan satu sama lain. Apabila antarbahasa mempunyai hubungan genetis, maka pasangan fonem-fonem itu akan muncul kembali dalam banyak pasangan lain. Tiap pasangan yang sama yang selalu muncul dalam hubungan itu akan dianggap sebagai pantulan suatu fonem atau alofon dalam bahasa protonya (Keraf, 1991: 127).

Menurut Keraf (1984: 128), sebuah pasangan kata dapat dinyatakan sebagai kerabat apabila telah memenuhi salah satu syarat berikut: (a) pasangan itu identik, (b) pasangan itu memiliki korespondensi fonemis, (c) kemiripan secara fonetis, atau (d) satu fonem berbeda. Apabila kata-kata kerabat telah ditentukan sesuai dengan prosedur tersebut, maka peneliti kemudian dapat menetapkan besarnya persentase kesamaan/kemiripan dari kedua bahasa yang dibandingkan dengan menggunakan teknik leksikostatistik. Teknik ini dilakukan dengan menghitung presentase kekerabatan dengan cara menetapkan dan menghitung pasangan kata-kata kerabat yang sama dan mirip.

Referensi:

Keraf, G. (1984). Linguistik Bandingan Historis . Jakarta: Gramedia.

Mualita, G. (2015). Kekerabatan Bahasa Batak Toba dan Bahasa Batak Angkola Suatu Kajian Linguistik Historis Komparatif. Arkhais-Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra Indonesia, 6(1), 46-52.

Setiawan, L. G. I. P. S. (2020). Hubungan Kekerabatan Bahasa Bali dan Sasak dalam Ekoleksikon Kenyiuran: Analisis Linguistik Historis Komparatif. Jurnal Inovasi Penelitian, 1(1), 27-30.

Sudjalil, S. (2018). Leksikostatistik sebagai Alternatif Penentuan Kekerabatan Bahasa-Bahasa Daerah. In Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia (SENASBASA) (Vol. 2, No. 2).

1 Like

Analisis kekerabatan bahasa daerah yang dilakukan oleh Laboratorium Kebinekaan Bahasa dan Sastra (Kemendikbud) mengindikasikan adanya persamaan antara bahasa dan dialek yang berbeda dengan tingkat kekerabatan. Sebelumnya bahasa daerah yang disajikan dalam Laboratorium Kebinekaan Bahasa dan Sastra yang dikelompokkan ke dalam tiga wilayah yaitu Subkelompok Sumatra, Jawa, Bali, dan NTB, Subkelompok Kalimantan, serta Subkelompok Sulawesi.
Berdasarkan perhitungan leksikostatistik, diketahui hasil kekerabatan ketiga subkelompok bahasa daerah diatas terdapat pada tataran Bahasa (language), Keluarga (family), Rumpun (stock), Mikrofilum, dan Mesofilum. Yang artinya, setiap bahasa darrah di Indonesia memiliki keterkaitan yang beragam pada tiap tatarannya. Misalnya bahasa Jawa di Yogyakarta dan bahasa Sunda di Jawa Barat berkerabat pada tataran rumpun bahasa dengan hitungan kuantitatif 23% atau rumpun bahasa Kalimantan dan rumpun bahasa Sulawesi berkerabat pada tingkatan mikrofilum, yaitu dengan persentase 7,3%, 7,4%, dan 7,5%.

Referensi:
Kekerabatan Bahasa Daerah. (2020, Januari 17). Retrieved April 06, 2022, from Laboratorium Kebinekaan Bahasa dan Sastra: https://labbineka.kemdikbud.go.id/bahasa/tentang/19ca14e7ea6328a42e0eb13d585e4c22

1 Like

Jika dilihat dari pendapat (KBBI, 2008:23) dalam linguistik kekerabatan dapat dimaknai sebagai hubungan antara dua bahasa atau lebih yang diwariskan dari suatu sumber yang sama atau serumpun.
Dalam kajian Linguistik historis komparatif, tataran leksikal dan fonologi sering dipakai untuk dasar penentuan kekerabatan serta pengelompokan bahasa. Menurut pendapat dari (Hock, 1988:573) ada dua alasannya sebagai berikut :

  1. Dengan pengelompokan tataran leksikal, dapat diperoleh informasi mengenai sosial, budaya, dan geografis dan fakta sejarah masyarakat.
  2. Dengan pengelompokan tataran fonologis dapat diperoleh informasi :
  • segmen fonologis merupakan unsur terkecil dalam suatu bahasa, dengan demikian menjadi lebih mudah untuk dipahami;
  • mempermudah ditemukan fakta yang relevan
  • kajian yang cukup mapan karena bunyi banyak dikaji dalam studi linguistik
  • perubahan bunyi yang beraturan memberikan indikasi hubungan di bahasa kekerabatan.

Referensi :
Ino, L. (2015). Pemanfaatan Linguistik Historis Komparatif dalam Pemetaan Bahasa-Bahasa Nusantara. RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, 1(2), (365-351)

Linguistik Historis Komparatif (LHK) memiliki tujuan utama yaitu untuk merumuskan tingkat kekerabatan pada bahasa-bahasa dengan cara membandingkan antara satu bahasa dengan bahasa yang lain. Sudjalil (2018) mengungkapkan bahwa tingkat kekerabatan bahasa dapat diketahui dengan menggunakan teknik leksikostatistik atas dasar persamaan bunyi pada leksikon antar bahasa dengan indikator kosakata dasar. Dalam bukunya, Arnawa (2018) mengemukakan bahwa tingkat kekerabatan bahasa harus dapat dibuktikan melalui kualitatif dan kuantitatif yaitu melalui inovasi dan retensi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudjalil (2018) diperoleh hasil tingkat kekerabatan untuk bahasa daerah Lombok, Jawa, dan Bali tergolong kelompok mikrofilium dengan persentase (10-19%) dengan menganut pedoman rumus leksikostatistik Keraf. Bahasa yang memiliki kategori serumpun dalam penelitian Sudjalil (2018) yakni bahasa Indonesia, Jawa, dan Bali dengan persentase kekerabatan 20-39%.

Referensi

Arnawa, N. (2018). Penerapan Leksikostatistik Pada Studi Kekerabatan Bahasa Austronesia. Pustaka Larasan.

Sudjalil, S. (2018, October). Leksikostatistik sebagai Alternatif Penentuan Kekerabatan Bahasa-Bahasa Daerah. In Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia (SENASBASA) (Vol. 2, No. 2).

1 Like