Bagaimanakah hubungan antara verba yang dilahirkan dari proses morfologi dengan ilmu semantik?

Semantik dan morfologi merupakan cabang ilmu linguistik. Morfologi mempelajari struktur kebahasaan sedangkan semantik mempelajari makna dari suatu bahasa. Suatu verba dibentuk lewat morfologi melalui proses yang terdapat dalam ilmu morfologi. Lalu, bagaimanakah hubungan antara verba yang dilahirkan dari proses morfologi dengan ilmu semantik?

Morfologi adalah ilmu yang mengkaji tentang kata, sedangkan semantik adalah ilmu yang mengkaji tentang makna kata. Lalu hubungan verba antar keduanya berarti suatu kata apabila mendapat imbuhan tertentu akan menghasilkan makna verba yang berbeda pula dari sebelumnya.

Refrensi :
Rahmad, Wahyudi, dan Mhd. Johan. 2015. MORFO MORFOSINTAKSIS DAN SEMANTIK. JURNAL BASIS UPB. Vol 2(1), 64-69.

Pada setiap pembentukan kata, khususnya yang di sini dibahas adalah verba pasti melibatkan aspek semantis, sebab satuan bahasa itu selalu memiliki makna. Juga kita bisa melihat apakah verba yang terbentuk dari proses morfologis itu benar/tidaknya adalah mengetahui makna melalui ilmu semantik. Dengan begitu kajian morfologi terkait pula dengan makna kata yang dipelajari lewat ilmu semantik.

Suparno, D. Morfologi Bahasa Indonesia. Diakses pada laman http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45131/2/Morfologi%20Bahasa%20Indonesia.pdf.

Morfologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang pembentukan kata. Salah satu kelas kata yang dapat dibentuk melalui proses morfologi adalah verba atau kata kerja. Verba yang mengalami pembentukan kata, salah satunya melalui proses afiksasi, dapat menyebabkan ciptakan kata dan makna baru (Moeliono, 2017). Makna verba dari pembentukan kata inilah yang nantinya akan dikaji menggunakan ilmu semantik karena verba dapat mengalami proses pembentukan kata yang berbeda-beda sehingga akan menghasilkan makna yang berbeda pula.

Gani, Saida dan Beti Arsyad. (2018). Kajian Teoritis Struktur Internal Bahasa (Fonologi, Morfologi, Sintaksis, dan Semantik). A Jamiy: Jurnal Bahasa dan Sastra Arab, 7(1), 1-20.

Morfologi adalah salah satu cabang linguistik atau ilmu bahasa yang menyelidiki seluk-beluk struktur internal kata dan pengaruh perubahan struktur tersebut terhadap arti dan golongan kata. Struktur internal kata terdiri dari satuan-satuan gramatik terkecil yang disebut morfem. Oleh karena itu, objek kajian terbesar dalam morfologi ialah kata, sedangkan objek kajian terkecilnya adalah morfem.

Verba, menurut Kridalaksana (1993:226), adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat; dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri kala, aspek, persona, atau jumlah. Dapat disimpulkan secara sedarhana bahwa verba ialah sebuah kata. Proses pembentukan kata sangat berkaitan dengan ilmu morfologi. Verhaar (1996: 97), menyatakan bahwa morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal, sedangkan Samsuri (1988: 15), mendefinisikan morfologi sebagai cabang linguistik yang mempelajari struktur dan bentuk-bentuk kata. Sebuah kata atau verba terbentuk melalui proses-proses morfologi seperti afiksasi(atau pemberian imbuhan), reduplikasi(pengulangan), dan komposisi(pemajemukan), sementara verba dalam ilmu semantik diartikan sebagai makna gramatikal atau arti sebenarnya. Karena sebagaimana yang kita ketahui ilmu semantik ialah ilmu yang mengkaji tentang makna. Kridalaksana (2001:1993)
Pengertian Semantik menurut Kridalaksana adlah bagian dari struktur bahasa yang berkaitan dengan makna ungkapan dan dengan struktur makna suatu wicara.

Berdasarkan (Alwi, 2010:91) yang menyatakan bahwasanya Verba mengandung makna inheren, yaitu perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas.

Jika dikaitkan dengan semantik maka setiap verba memiliki makna inheren didalamnya. Seperti contoh verba Makan dan Minum mengandung makna perbuatan. Verba Menulis mengandung makna proses. Verba Mengecil mengandung makna perubahan keadaan. Setiap makna yang terkandung dalam sebuah verba memiliki perbedaan antara satu sama lain. Semua verba perbuatan dapat digunakan untuk kalimat perintah, sedangkan verba proses tidak semuanya dapat dipakai untuk kalimat perintah. Begitupun dengan verba keadaan yang sama sekali tidak dapat digunakan untuk kalimat perintah.
Berdasarkan bukti tersebut, maka makna suatu verba tidak terikat dengan wujud verba tersebut. Maksudnya verba yang masih berwujud kata dasar atau sudah melalui proses Morfologi tidak mempengaruhi makna inheren didalamnya.

Misalnya : Pada verba mendengarkan, terdapat proses afiksasi yang bermakna kesengajaan. Berbeda dengan verba mendengar, yang didalamnya mengandung makna suara yang masuk ke pendengaran tanpa dikehendaki. Verba mendengar ini dinamakan verba yang memiliki makna pengalaman. Dengan begitu, maka melalui proses afiksasi pada suatu verba akan muncul makna tambahan atau makna baru di dalam semantik.

Referensi :
Alwi, Hasan. 2010. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. (Edisi 3. Cetakan ke-8) Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka.

Muslich (2008:37) menyatakan bahwa verba yang dikenal dengan sebuatan kata kerja berbeda dengan kelas kata lainnya, karena memiliki sifat-sifat seperti dapat berfungsi utama predikat atau inti predikat dan juga dapat berfungsi lain, yaitu sebagai subjek, objek, pelengkap, dan keterangan.
Menurut Chaer (2009), semantik adalah ilmu tentang makna atau tentang arti. Semantik berhubungan dengan tanda-tanda. Salah satu makna dalam semantik yaitu makna inheren. Makna inheren adalah makna yang mempunyai hubungan erat dengan bentuk atau wujud suatu bahasa.
Makna inheren terkandung di dalam setiap verba, baik verba asal maupun verba turunan. Verba merupakan unsur yang penting dalam kalimat karena dalam kebanyakan hal berpengaruh besar terhadap unsur-unsur lain yang harus ada dalam kalimat tersebut. Dengan adanya verba dalam suatu kalimat, maka memungkinkan kalimat tersebut memiliki makna yang jelas. Dengan demikian verba dalam proses morfologi sangat berpengaruh pada penentuan suatu makna dalam kalimat yang dihasilkan.

Referensi:
Amalia, Rizki. 2018. Verba sebagai Ciri Kebahasaan Teks Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Septina Sulistyaningrum, S.Pd., M.Pd.

Morfologi dengan semantik memiliki hubungan, morfologi, menurut Samsuri (1988:15), adalah cabang linguistik yang mempelajari struktur dan bentuk kata, di dalam proses morfologi terdapat verba yang di mana merupakan kelas kata yang digunakan untuk menyatakan tindakan, sedangkan semantik, menurut Saeed (2003:3) merupakan ilmu yang mempelajari berbagai makna yang dikomunikasikan melalui bahasa. Makna tersebut berasal dari kata yang dipelajari melalu morfologi dan juga verba, apabila kita dapat mengetahui makna dari suatu kata yang kita rangkai maka akan tercipta bahasa yang dapat dimengerti dan dipahami maknanya.

Referensi :
Gani, S. (2019). Kajian Teoritis Struktur Internal Bahasa (Fonologi, Morfologi, Sintaksis, Dan Semantik). A Jamiy : Jurnal Bahasa dan Sastra Arab, 7(1),1-20.
Hassan, A. (2006). Morfologi . Akademia.

Di dalam kajian linguistik, morfologi berarti ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata (Chaer 2008:3).
Pembentukan kata dalam bidang morfologi meliputi afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Afiksasi, reduplikasi, dan komposisi tersebut dapat diterapkan pada verba. Dilihat dari bentuk morfologisnya, verba dibagi menjadi dua bentuk, yaitu verba asal dan verba turunan.
Verba dari Segi Bentuk Morfologisnya
Verba dilihat dari segi perilaku morfologisnya dibagi menjadi dua (Alwi, dkk. 2010:98) yaitu sebagai berikut.
(1) Verba Asal
Verba asal adalah verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks.
(2) Verba Turunan
Verba turunan adalah verba yang dibentuk melalui transposisi,
pengafiksan, reduplikasi (pengulangan), atau pemajemukan (pemaduan).

Menurut Ramlan (dalam Sidu 2013:21), sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat,
klausa, dan frase.
Dari segi sintaksisnya, ketransitifan verba ditentukan oleh dua faktor: (1) adanya nomina yang berdiri di belakang verba yang berfungsi sebagai objek dalam kalimat aktif dan (2) kemungkinan objek itu berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Dengan demikian, pada dasarnya verba terdiri atas verba transitif dan verba taktransitif. Verba taktransitif ada pula yang berpreposisi (Alwi, dkk. 2010:90).

Amalia, Rizki. 2018. VERBA SEBAGAI CIRI KEBAHASAAN TEKS BAHASA
INDONESIA DALAM KURIKULUM 2013. Skripsi . Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang

Menurut Kridalaksana (1993), pemaknaan dikaji dalam ilmu yang mempelajari tentang makna yang disebut semantik, apabila digabungkan dengan morfologi maka akan tercipta istilah morfosemantis.

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa morfosemantis merupakan pembentukan suatu makna yang melibatkan proses morfologis di dalamnya. Oleh karena itu, morfologi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan semantik. Hubungan antara verba yang dilahirkan dari proses morfologi dengan ilmu semantik adalah verba menghasilkan makna yang berbeda dari makna leksikalnya. Makna verba tersebut kemudian dikaji dalam ilmu semantik. Proses morfologis adalah dasar pijakan pengambilan makna suatu verba/kata kerja. Proses morfologis yang meliputi afiksasi, reduplikasi, dan komposisi, tidak hanya menghasilkan bentuk yang baru pada verba melainkan juga menghasilkan makna yang baru, yang disebut makna gramatikal. Intinya, makna suatu verba akan berubah ketika sudah melalui proses morfologis.

Contoh: Verba dasar: jalan bermakna melangkahkan kaki bergerak maju

Verba turunan (sudah melalui proses morfologis): perjalanan bermakna bepergian dari suatu tempat ke tempat yang lain

Referensi : Rahmad, Wahyudi, dan Mhd. Johan. 2015. MORFO MORFOSINTAKSIS DAN SEMANTIK. JURNAL BASIS UPB. Vol 2(1), 64-69. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2021 dari laman MORFO MORFOSINTAKSIS DAN SEMANTIK | JURNAL BASIS

Ilmu semantik merupakan ilmu yang mempelajari tentang makna. Sedangkan morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Jadi, apabila sebuah kata mengalami perubahan bentuk kata, maka secara otomatis kata tersebut juga mengalami perubahan makna. Hal tersebut senada dengan pendapat Aronoff dan Fudeman (2005: 1-2) yang mendefinisikan bahwa morfologi sebagai cabang linguistik berkaitan dengan kata, struktur internal kata, dan cara pembentukan kata.
Pada proses morfologis, salah satu kelas kata yang dapat dibentuk adalah verba atau kata kerja. Verba yang telah mengalami proses morfologis disebut verba dasar terikat. Moeliono dkk. (2017) menuliskan bahwa kata baru bisa digolongkan sebagai verba setelah mengalami afiksasi. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Alwi et al. (2003: 87), yang menyatakan bahwa verba secara umum mengandung makna inheren “perbuatan (aksi)”, “proses”, atau “keadaan” yang bukan sifat atau kualitas.
Jika dikaitkan, ketiganya memiliki sebuah hubungan. Proses morfologis yang dapat membentuk sebuah verba dapat memberikan makna baru untuk verba yang dibentuk. Makna baru inilah yang nantinya akan dikaji menggunakan ilmu semantik, karena pada dasarnya setiap kata yang mengalami satu perubahan fonem saja akan memiliki makna yang berbeda.

Referensi :
Dinakaramani, Arawinda. (2011). Afiksasi Pembentuk Verba dalam Bahasa Indonesia : Afiks meng- dan Afiks ber-. Tesis. Jurusan Ilmu Linguistik, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Pembimbing : Dr. Mohammad Umar Muslim

Morfologi adalah salah satu cabang linguistik atau ilmu bahasa yang menyelidiki seluk-beluk struktur internal kata dan pengaruh perubahan struktur tersebut terhadap arti dan golongan kata. Analisis data dilaksanakan dengan menetapkan komponen semantis sebagai dasar pengelompokkan verba dan perangkat makna asali sebagai alat penetapannya. Kemudian dimunculkan data kalimat sebanyak mungkin (berdasarkan data awal: (verba sentuh) untuk melihat kesesuaian kata terhadap makna kalimat serta menguji keberterimaannya. Peneliti membagi proses penganalisaan data menjadi tiga bagian; Kondensasi data, data ditampilkan dan pemaparan kesimpulan serta peninjauan ulang (Miles, Huberman dan Saldana 2014).

Mulyadi. (2000). Struktur semantis verba penglihatan dalam bahasa Indonesia. Dalam Jurnal Linguistik Indonesia No.2 Tahun
18. Dapat diakses dalam https://jurnal.uns.ac.id/hsb/article/download/17484/16650

Ilmu morfologi mengkaji bentuk kata dan perubahan bentuk kata yang akan menyebabkan perubahan makna pada kata yang berubah bentuk tersebut. Perubahan makna kata, pengetahuan mengenai seluk-beluk dan pergeseran arti kata itulah yang dikaji oleh disiplin ilmu semantik.

Morfologi Bahasa Indonesia - first meeting. Anak Pantai. (n.d.). Retrieved October 26, 2021, from https://www.ariesrutung.com/2017/09/morfologi-bahasa-indonesia-firts-meeting.html?m=1.

Morfologi merupakan bagian ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk bentuk kata dan kemungkinan perubahan akibat berubahnya bentuk kata (Ramlan, 2009: 21). Seluk beluk bentuk kata dipelajari dalam morfologi, hal ini berarti mencakup proses pembentukan kata dan bentuk-bentuknya sendiri. Pembentukan kata berdasarkan proses morfologis, dibagi menjadi tiga, yaitu afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Berbagai jenis kata terbentuk, termasuk verba. Di sisi lain, semantik merupakan ilmu yang mengkaji tentang makna. Berbagai aspek dalam pembentukan kata atau berbagai hal yang berkaitan dengan morfologis melibatkan aspek semantis. Hal ini dikarenakan setiap satuan bahasa memiliki makna sehingga terdapat keterkaitan antara kata dan makna. Oleh karena itu di dalam proses morfologis terkait dengan aspek semantis (semantik).

Suparno, Darsita. (2015). Morfologi Bahasa Indonesia. Diakses pada laman http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45131/2/Morfologi%20Bahasa%20Indonesia.pdf

Pengertian verba menurut Kridalaksana (2008: 254) adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat; dalam bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri kala, aspek, persona, atau jumlah. Sedangkan semantik menurut Kridalaksana (2008: 216) adalah “1. bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan juga struktur makna dalam wicara; 2. Sistem dan penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.” Jadi kedua ilmu ini apabila digabungkan maka terciptalah morfosemantis yang mana merupakan ilmu yang mengkaji makna dalam suatu kata. Makna verba dari suatu kata nanti akan dikaji dalam suatu disiplin ilmu yang mengkaji tentang makna kaya yaitu semantik. Namun dalam proses pembentukan kata pasti berbeda dan akan menghasilkan makna yang berbeda pula.

Referensi:
Sari K. P. C. (2012). Verba yang Berkaitan dengan Aktivitas Mulut: Kajian Morfosemantik. Student e-journal. Vol. 1. No. 1. Diakses pada Selasa, 26 Oktober 2021 pukul 22.02 WIB, dilaman VERBA YANG BERKAITAN DENGAN AKTIVITAS MULUT: KAJIAN MORFOSEMANTIK | Sari | Students e-Journal

Samsuri (1988: 15) mendefinisikan morfologi sebagai cabang linguistik yang mempelajari struktur dan bentuk-bentuk kata sedangkan menurut Tarigan (2015: 7) semantik adalah telaah mengenai makna. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa morfologi berkaitan erat dengan semantik karena dalam proses morfologi tidak hanya mengubah atau menghasilkan kata saja tetapi juga menghasilkan makna baru. Kridalaksana (1993) berpendapat bahwa pemaknaan suatu kata dapat dikaji dengan ilmu semantik. Kemudian apabila morfologi dan semantik digabungkan akan tercipta morfosemantis. Morfosemantis yaitu perubahan makna yang melibatkan proses morfologis dan menjadikan morfologi sebagai pijakan dasar pengambilan makna. Verba yang lahir dari proses morfologi akan memiliki makna yang berbeda-beda tergantung pada proses morfologi yang digunakan baik itu afiksasi, reduplikasi, ataupun komposisi. Misalnya saja, kata memakan, dimakan, termakan, makanan, dan makan-makan memiliki makna yang berbeda tergantung dengan proses morfologinya.

Referensi:

Rahmad, Wahyudi, dan Mhd. Johan. 2015. MORFO MORFOSINTAKSIS DAN SEMANTIK. JURNAL BASIS UPB. Vol 2(1), 64-69.

Morfologi adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan bentuk kata atau struktur kata dan pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap jenis kata dan makna kata. Sedangkan, semantik adalah cabang linguistik yang menyelidiki satuan lingual dari segi makna, baik makna gramatikal maupun makna leksikalnya (cf. Wijana, 1996 : 1). Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah verba yang dilahirkan dari proses morfologi sudah pasti memiliki keterkaitan dengan ilmu semantik. Contohnya, verba transitif prefiks me(N)- dapat diubah menjadi bentuk pasif dengan mengganti prefiks me(N)- menjadi di- seperti menembak berubah menjadi ditembak. Contoh tersebut menunjukkan proses morfologi dapat menghasilkan makna baru di dalam semantik.

Rohmadi, M., Nasucha, Y., & Wahyudi, A. B. (2012). Morfologi: Telaah Morfem dan Kata. Surakarta: Yuma Pustaka.

Semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatikal, dan semantik (Nafinuddin 2020:1).

Sedangkan, morfologi membicarakan morfem dan susunan bentuk kata, sementara morfem adalah satuan makna kata yang terkecil atau bagian dari kata (Nida 1949:1). Menurut Chaer (2008:25) proses morfologi adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status (dalam proses konversi).

Maka hubungan kedua bagian bahasa tersebut seperti pada berikut,

Menurut Rahmad dan Johan (2015:57) morfosemantik adalah menganalisis semantik yang bersumber dari akar morfologi. Dapat membatasi obyek yang diangkat dari pembahasan morfosemantik tersebut yaitu pada masalah konstruksi dan dampak makna yang ditimbulkan.

Referensi:

Rahmad, Wahyudi dan Johan. (2015). Morfo Morfosintaksis dan Semantik. Jurnal Basis UPB. 2(1), 64-69. Diakses pada laman http://ejournal.upbatam.ac.id/index.php/basis/article/view/2928

Rochmah, Fatakhur. (2018). Morfosemantik Ragam Kasar Bahasa Indonesia dalam Kbbi Daring Edisi V. Bapala. 5(2), 1-12. Diakses pada laman https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/bapala/article/view/28455/26034

Verba yang dilahirkan dari proses semantik berhubungan dengan makna pada kata dan konteksnya, misalnya kata memikirkan menerangkan makna verba kognisi mengetahui, menjelaskan makna verba pengetahuan; merasakan mengungkapkan makna verba emosi, melihat mendeskripsikan makna verba persepsi. Hal ini seperti pernyataan Hurford dan Heasley (2007: 1) bahwa semantik mengacu pada studi tentang makna bahasa.

Verba melalui proses morfologi dilihat berdasarkan ciri bentuk dan pola-pola pembentukan kata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ramlan (2009: 21) bahwa morfologi sebagai bagian ilmu bahasa yang menyelidiki seluk beluk bentuk kata dan memungkinkan adanya perubahan akibat perubahan bentuk kata.

Verba yang dilahirkan dari proses semantik dan morfologi saling berhubungan karena perubahan bentuk suatu kata pasti akan menyebabkan perubahan makna.

Referensi:

Mulyadi. (1998). Struktur Semantis Verba Bahasa Indonesia. Jurnal USU, Vol 2(1), 73-176. Diakses pada 26 Oktober 2021 pukul 17.10 WIB