Bagaimanakah hubungan antara verba yang dilahirkan dari proses morfologi dengan ilmu semantik?

Seperti yang kita ketahui, ilmu morfologi mempelajari berbagai kelas kata, salah satunya verba. Kridalaksana (1993:226) mengemukakan bahwa verba merupakan kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat; dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri kala, aspek, persona, atau jumlah. Verba dalam ilmu morfologi bertalian erat dengan semantik karena pembentukan suatu makna yang dikaji dalam ilmu semantik dapat melibatkan proses morfologis di dalamnya. Verba yang mengalami proses morfologi seperti afiksasi, reduplikasi, dan kata majemuk akan mengalami perubahan makna ketika disandingkan dengan verba dasar. Contoh : kata verba dasar /jatuh/ mempunyai makna turun atau meluncur kebawah dengan cepat karena gravitas bumi, namun ketika verba itu mengalami proses afiksasi dengan penambahan konfiks ke-an menjadi /kejatuhan/ maknanya akan berubah menjadi tertimpa sesuatu yang jatuh.

Referensi : Rachmat, Wahyudi, dan Mhd. Johan.2015. Morfo Morfosintaksis dan Semantik. 57-61 halaman.

(Chaer, 2003: 7) Proses morfologi melibatkan komponen, antara lain: komponen dasar atau bentuk dasar, alat pembentuk (afiks, duplikasi, komposisi), dan makna gramatikal.

Berdasarkan pendapat Abdul Chaer di atas, dapat dijelaskan bahwa verba yang dilahirkan dari morfologi dengan semantik memiliki hubungan dimana pada proses morfologi melibatkan makna gramatikal. Makna gramatikal sendiri termasuk keilmuwan semantik lebih tepatnya pada jenis-jenis makna. Jadi, verba yang dilahirkan dari morfologi dengan semantik saling berkaitan karena keduanya termasuk bagian dari struktur kebahasaan (morfologi: bentuk kata, semantik: makna kata).

Referensi:

Gani, Saida dan Berti Arsyad.2018.KAJIAN TEORITIS STRUKTUR INTERNAL BAHASA
(Fonologi, Morfologi, Sintaksis, dan Semantik).'A Jamiy, Jurnal Bahasa dan Sastra Arab.7(1): 7.

Verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat, dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis, seperti ciri kala, aspek, persona, atau jumlah (Kridalaksana, 20011:254). Kridalaksana juga menambahkan bahwa kata kerja secara sintaksis sebuah satuan gramatikal dapat diketahui berkategori verba dari perilakunya dari satuan yang lebih besar; jadi sebuah kata dapat dikatakan berkategori verba hanya dilihat dari perilakunya dalam frasa, yakni dalam hal kemungkinannya satuan itu didampingi partikel tidak dalam konstruksi dan dalam hal tidak dapat didampinginya satuan itu dengan partikel di- atau partikel seperti sangat, lebih, atau agak.

Peran semantis merupakan generalisasi tentang peran partisipan dalam peristiwa yang ditunjukkan oleh verba (Booij 2007:191). Peran semantis berguna dalam menggolongkan argumen verba. Menurut Levin (2007:3), representasi peran semantis akan mereduksi makna verba melalui seperangkat peran yang diberikan kepada argumennya.

Sumber

KATEGORI DAN PERAN SEMANTIS VERBA DALAM BAHASA INDONESIA

https://www.researchgate.net/publication/48379307

Semantik dan morfologi memiliki hubungan yang sangat erat karena morfologi merupakan salah satu objek penelitian dari semantik yang mempelajari mengenai morfem dan kombinasinya serta bagian dari struktur bahasa yang mencangkup kata dan bagian-bagian kata. Kemudian verba menurut Finoza (2004:65-66) merupakan kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan, proses, dan keadaan yang bukan merupakan sifat. Ramlan (2016:20) menyatakan bahwa morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik gramatik maupun fungsi semantik. Kemudian hubungan antara verba yang dilahirkan dari proses morfologi yaitu berasal dari pembentukan kata dalam bidang morfologi meliputi afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Jika dilihat dari bentuk morfologisnya, verba dibagi menjadi dua bentuk, yaitu verba asal dan verba turunan.

Referensi:
Amalia, Rizky. 2018. “Verba sebagai Ciri Kebahasaan Teks Bahasa Indonesia Dalam Kurikulum 2013”. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
http://lib.unnes.ac.id/33744/1/2101414054_Optimized.pdf

Chaer (2008:3) Didalam Linguistik, morfologi adalah mengkaji bentuk-bentuk kata dan proses pembentukan kata. Artinya setiap bentuk bahasa (linguistic from) yang berupa seluk beluk kata, menjadi objek sasaran untuk dikaji, misalnya, selain kata desain, terdapat kata mendesain, mendesainkan, terdesain, banyak desain, dll.
Leksikologi adalah cabang linguistik yang mempelajari leksikon, Kridalaksana (2011 : 114) .

Referensi
Kridalaksana, Harimurti. 2011. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia.

Satuan bahasa dalam tataran morfologi berupa bentuk-bentuk kebahasaan terkcil yang lazim disebut morf dan abstraknya disebut morfem. Konsep morf dan morfem mirip dengan konsep fon dan fonem. Perbedaannya adalah bahwa fon dan fonem dalam lingkup bunyi sedangkan morf dan morfem dalam lingkup bentuk kata.
Pendapat lain dikemukakan oleh Chaer yang menyatakan bahwa dalam semantik yang dibicarakan adalah hubungan antara kata dengan konsep atau makna dari kata tersebut, serta benda atau hal-hal yang dirujuk oleh makna itu yang berada diluar bahasa. Makna dari sebuah kata, ungkapan atau wacana ditentukan oleh konteks yang ada.

Gani, S. (2019). Kajian Teoritis Struktur Internal Bahasa (Fonologi, Morfologi, Sintaksis, Dan Semantik).
Siti Aisyah Chalik. Analisis Linguistik dalam Bahasa Arab Al-Qura>n. (Makassar: Alauddin University Press. 2011), h. 16
Abdul Chaer, Linguistik Umum. h. 60

Ciri-ciri verba dapat diketahui melalui tiga hal disampaikan oleh Sudaryanto (1992: 76-77) yakni ciri morfologis, perilaku sintaksis, dan perangkai semantis yang menyeluruh dalam kalimat.
Dalam suatu verba, dijelaskan oleh Kridalaksana (1993:226) memiliki ciri morfologis seperti kata, aspek, dan pesona atau jumlah. Serta dalam verba juga memiliki unsur semantik berupa perbuatan, keadaan dan proses,
Melalui penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwasanya suatu verba memuat unsur morfosemantis didalamnya, yang artinya morfologi dan semantik saling berhubungan erat. Verba yang tercipta melalui proses morfologis dengan semantik akan memiliki makna yang bukan leksikal. Hal ini dikarenakan proses morfologis (afiksasi, reduplikasi, dan komposisi) selain menghasilkan bentuk baru juga menghasilkan makna berbeda, yakni gramatikal. Baru kemudian makna tersebut dikasi dengan ilmu semantik.

Kridalaksana, Harimurti. 1993. Pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sudaryanto. 1992. Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa Cetakan Kedua. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Verba atau kata kerja adalah kelas kata yang menyatakan suatu tindakan, keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya. Jenis kata ini umumnya menjadi predikat dalam suatu frasa atau kalimat. Verba juga dilahirkan dari proses morfologi. Suatu morfem yang awalnya tergolong kelas kata benda akibat proses morfologi menjadi kelas kata kerja. Semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna. Semantik sebagai cabang ilmu bahasa mempunyai kedudukan yang sama dengan cabang- cabang ilmu bahasa lainnya. Semantik berkedudukan sama dengan fonologi, morfologi, dan sintaksis. Jadi ilmu semantik memiliki peran sebagai makna atau arti dari sebuah verba. Contoh : membaca memiliki arti suatu kegiatan, menguning memiliki arti perubahan warna, dll.

Referensi :

  1. H. Alwi; Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, Anton M. Moeliono (1998). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
  2. https://id.wikipedia.org/wiki/Semantik

Kata sebagai objek kajian terbesar dalam morfologi sekaligus merupakan objek kajian terkecil dalam sintaksis. Sama-sama memiliki perhatian terhadap kata, morfologi lebih berkonsentrasi pada struktur internal kata, sedangkan sintaksis lebih berkonsentrasi pada gabungan- gabungan kata, baik berupa frase, klausa maupun kalimat.
Semantik adalah cabang linguistik yang menyelidiki makna. Dalam menyelidiki makna, semantik berurusan dengan makna leksikal dan makna gramatikal. Di samping itu, semantik juga mempelajari adanya perubahan makna, pergeseran makna, persamaan makna, pertentangan makna, dan sebagainya. Dengan demikian, semantik memiliki objek kajian yang sangat luas, yaitu mengenai semua tataran bahasa, kecuali fonem karena fonem tidak bermakna tetapi berfungsi membedakan makna.

Ramlan, M. (1980). Ilmu Bahasa Indonesia: Morfologi, Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: U.P. Karyono

Samsuri. (1981). Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga

Verhaar, J.W.M. (1995). Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Antara morfologi dan semantik adalah bahwa dalam ilmu morfologi mengkaji bentuk kata dan perubahan bentuk kata yang akan menyebabkan perubahan makna pada kata yang berubah bentuk tersebut. Perubahan makna kata, pengetahuan mengenai seluk-beluk dan pergeseran arti kata itulah yang dikaji oleh disiplin ilmu semantik.
Semantik secara garis besar beranggapan bahwa setiap satuan bahasa memiliki makna. Pembicaraan makna di dalam studi semantik merujuk kepada kajian berbagai persoalan makna kalimat, seluk-beluk makna yang dikandung oleh setiap komponen bahasa, mulai dari
satuan bahasa terkecil yaitu, bunyi, morfem, kata, frase, klausa, kalimat bahkan wacana.
Diakses http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45131/2/Morfologi%20Bahasa%20Indonesia.pdf
https://www.ariesrutung.com/2017/09/morfologi-bahasa-indonesia-firts-meeting.html?m=1

Suparno (2012: 21) mengemukakan bahwa penggunaan bahasa adalah kebiasaan berbahasa seorang penutur dengan mitra tuturnya atau pengguna bahasa dalam masyarakat didalam suatu peristiwa bahasa tertentu.