Sebagai mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, tentu kita akan dibekali dengan keilmuan berkenaan dengan bahasa dan sastra Indonesia.
Terkhusus berkenaan dengan bahasa, kita pun akan belajar mengenai fonologi, morfologi, sintaksis, dan lain sebagainya, baik dalam konteks materi maupun praktik analisis.
Selain itu, mahasiswa juga disiapkan untuk menjadi calon guru yang mampu melaksanakan pengajaran bahasa Indonesia dengan baik.
Menurut kalian, bagaimana sih idealnya pengajaran bahasa dan sastra yang baik itu?
Pengajaran bahasa dan sastra dapat diibaratkan sebagai sekeping mata uang logam yang kedua sisinya tidak dapat dipisahkan, sehingga pengajaran sastra dalam kaitannya dengan pengajaran bahasa dapat berfungsi sebagai wahana untuk membuat pengajaran bahasa tidak terjebak pada pengajaran yang “kering” dan bersifat kognitif belaka. Dengan sastra pengajaran bahasa akan terasa lebih indah.
Pengajaran bahasa dan sastra yang ideal, yaitu:
1.) Pengajaran sastra yang ideal harus bermuara pada kegiatan apresiasi sastra. Apresiasi langsung sangat sulit dilakukan di dalam jam tatap muka yang terbatas di kelas, oleh karena itu guru dan dosen pengajar sastra harus mampu mensiasati kondisi ini sehingga pengajarannya dapat sampai pada tujuan apresiasi yang ideal. Proses menuju apresiasi sastra yang ideal dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan, yakni tingkat menggemari cipta sastra, tingkat menikmati cipta sastra, tingkat mereaksi yakni menyatakan pendapat tentang cipta sastra yang dibacanya, dan tingkat produksi yakni menghasilkan cipta sastra.
2.) Pengajaran sastra yang ideal tidak menekankan pada penguasaan aspek kognitif semata tetapi pada aspek penghayatan dan pemahaman terhadap cipta sastra (aspek afektif).
3.) Pengajaran sastra yang ideal mensyaratkan adanya guru atau dosen sastra yang dapat dijadikan model dan teladan.
4.) Pengajaran sastra yang ideal mengandaikan dahulu dan berpijak pada pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan.
5.) Pembelajaran sastra yang ideal mengandaikan penilaian berbasis kinerja, yakni penilaian autentik sehingga dapat mewadahi seluruh ekspresi siswa.
REFERENSI:
Ismawati, E. (2013). Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Fakta menunjukkan bahwa nilai rapor pada mata pelajaran bahasa Indonesia lebih rendah dibandingkan mata pelajaran lainnya, terutama bahasa Inggris. Alasannya pun beragam. Hidayat (2009:5) mengungkapkan kebanyakan murid menganggap bahasa Indonesia sebagai pelajaran yang tidak sulit sehingga tidak perlu keseriusan dalam mempelajarinya. Mayoritas murid juga merasa mengantuk dan bosan lebih cepat setiap mempelajari bahasa Indonesia. Alasan lainnya karena murid cenderung lebih memilih ilmu pasti yang menggunakan logika seperti, fisika, matematika, dan kimia daripada bahasa dan sastra.
Terdapat beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk mendukung pengajaran bahasa dan sastra yang baik :
Guru yang profesional dan mumpuni. Guru merupakan fasilitator penting yang menjadikan kegiatan belajar mengajar dapat berjalan lancar. Diharapkan guru yang mengajar adalah guru lulusan bidang bahasa Indonesia dengan kemampuan pemahaman bahasa dan sastra yang baik pula.
Metode yang efektif dan mengikuti perkembangan zaman. Metode lama yang monoton seperti, menghafal konsep dan materi sudah tidak tepat jika masih diberlakukan. Lebih baik gunakan metode apresiasi dan kritik yang bervariasi melalui praktik. Misalnya, kegiatan membaca, menyimak, menulis, dan berpendapat untuk melatih kreativitas, keaktifan, pemikiran kritis murid, serta meningkatkan minat terhadap bahasa dan sastra. Pemanfaatan berbagai media juga diperlukan. Misalnya, teknologi digital.
Kegiatan yang menyenangkan. Pembelajaran yang dilakukan tidak hanya sebatas membaca buku cetak, tetapi gunakan cara lain. Misalnya, membaca novel, drama, dan menonton film.
Pembagian porsi bahasa dan sastra yang sama rata atau seimbang. Bahasa yang berkaitan dengan penyuntingan kata atau kalimat, sedangkan sastra yang berkaitan dengan karya.
Tidak sebatas kemampuan kognitif, tetapi praktik. Sesuai tujuannya, pengajaran bahasa dan sastra hendaknya menanamkan nilai-nilai positif, meningkatkan kemampuan komunikatif, memahami keindahan bahasa dan sastra, serta dorongan untuk memberikan kontribusi atau berkarya nyata dalam kehidupan.
Referensi :
Syarifudin, M & Nursalim. 2019. Strategi Pengajaran Sastra. Pentas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 5(2), 1-8
Banyak siswa menganggap bahwa bahasa dan sastra Indonesia ialah mata pelajaran yang tidak terlalu serius, dan mereka memilih belajar pada ilmu yang berkaitan dengan olimpiade yakni matematika, kimia, dan fisika. Hidayat (2009:5) menyatakan siswa di sekolah menganggap bahwa bahasa Indonesia merupakan pelajaran yang tidak sulit dan tidak diperlukan keseriusan dalam mempelajarinya. Jika dilihat dengan seksama pelajaran bahasa dan sastra terdapat banyak dampak poistif yang akan didapatkan siswa, diantaranya yakni: diantaranya dalam upaya pengembangan rasa,cipta, dan karsa. Dibalik dampak positif yang didapat oleh siswa tentunya ada acara atau strategi didalamnya, yakni:
Peranan seorang guru dalam strategi pengajaran bahasa dan sastra sangat penting. Seorang guru dalam pembelajaran sastra diharapkan mampu untuk, mendidik siswa agar memiliki kecintaan terhadap sastra, membekali siswa agar memiliki kecintaan terhadap sastra, dan yang terakhir membekali diri sendiri untuk mengapresiasi karya sastra.
Banyak sekali metode yang membantu strategi dalam pengajaran sastra dan bahasa diantaranya menyimak, membaca, melisankan dan mengoralkan,
Dalam pengajaran bahasa dan sastra dibutuhkan keterlibatan guru yang aktif dan mumpuni dalam bersastra. Sehingga makna dalam pengajaran bahasa dan sastra bisa tersampaikan dengan baik kepada siswa.
Sumber referensi :
Nursalim, N. (2019). Strategi Pengajaran Sastra. PENTAS: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 5(2), 1-8. ISO 690
Definisikan ulang materi bahasa (dan sastra) yang harus diajarkan di sekolah. Banyak mazhab yang berbicara tentang kurikulum mengenai apa yang seharusnya diberikan pada peserta didik, namun yang terpenting kita dapat memadukan teori-teori terbaik dari sistem-sistem yang telah terbukti berhasil. Misalnya, teori-teori struktural dalam lingusitik dan strukturalisme sastra yang masih dominan di sekolah-sekolah dipadukan dengan teori psikolinguistik dan psikologi sastra, sosiolinguistik dan sosiologi sastra, atau antropolinguistik dan resepsi sastra, dll.
Polakan kurikulum dalam empat bagian, dengan penilaian diri dan pelatihan ketrampilan hidup sebagai komponen kunci—yang menekankan: (a) citra diri dan perkembangan pribadi, (b) pelatihan keterampilan hidup, (c) belajar tentang cara belajar dan berpikir, dan (d) kemampuan-kemampuan akademik-intelektual dan artistik yang spesifik. Setiap aspek tersebut dapat disatupadukan untuk saling mendukung dan melengkapi pendidikan sastra.
Polakan kurikulum dalam empat bagian, dengan penilaian diri dan pelatihan ketrampilan hidup sebagai komponen kunci—yang menekankan: (a) citra diri dan perkembangan pribadi, (b) pelatihan keterampilan hidup, (c) belajar tentang cara belajar dan berpikir, dan (d) kemampuan-kemampuan akademik-intelektual dan artistik yang spesifik. Setiap aspek tersebut dapat disatupadukan untuk saling mendukung dan melengkapi pendidikan sastra.
Terapkan tiga tujuan untuk sebagian besar pembelajaran dan pengajaran bahasa (dan sastra), yaitu (a) mempelajari keterampilan dan pengetahuan tentang materi-materi pelajaran bahasa (dan sastra) yang spesifik, (b) mengembangkan kemampuan konseptual umum—mampu belajar menerapkan konsep bahasa (dan sastra) dengan bidang-bidang lain, dan (c) mengembangkan kemampuan apresiasi dan sikap pribadi yang apresiatif yang secara mudah dapat digunakan dalam segala tindakan nyata.
Definisikan ulang tempat-tempat terbaik untuk pengajaran—bukan hanya di sekolah atau ruang kelas. Ajaklah peserta didik menampilkan drama singkat di luar ruang kelas atau ajaklah mereka berdiskusi, berdebat, bermain peran, atau menonton pembacaan puisi dan mendiskusikannya
Agendakan dalam pembelajaran bahasa (dan sastra) di kelas: belajar sastra sama dengan belajar tentang cara belajar dan cara berpikir. Yang pertama berarti mempelajari cara membaca, cara memori menangkap informasi kesastraan, cara kita menyimpan informasi, mengambilnya, menghubungkannya dengan konsep lain (misal, tokoh ini bernama dan berwatak begini dan mengapa dia begitu, lalu refleksikan dengan kehidupan peserta didik), dan mencari pengetahuan baru, kapan pun peserta didik memerlukannya dengan cepat.
Temukan gaya belajar dan kecerdasan individu, dan layani setiap gaya yang ada. Kita semua tahu bahwa sebagian orang belajar lebih baik dengan suatu cara, sebagian yang lain dengan cara yang lain pula. Sebagaimana orang suka belajar sambil duduk di kursi, sedang yang lain sambil berbaring di kasur atau lantai. Namun, setiap orang mempunyai tipe kecerdasan tidak hanya satu dan setiap orang memiliki gaya belajar yang unik, sama uniknya dengan sidik jari. Seorang yang cenderung lebih menyukai matematika tidak mustahil dia pun mampu menulis puisi.
Pelajari komputer dan internet. Bagi abad ke-21, komputer dan internet adalah seperti halnya telepon bagi abad ke-20. Bahkan lebih dahsyat lagi. Seperti halnya tak ada orang yang mampu bertahan di dunia ekonomi modern tanpa telepon, tak ada orang yang kini dapat bertahan tanpa mengenal komputer dan internet. Hellen J. Schwartz (1989: 1) dalam Literacy Theory in the Classroom: Computers in Literature and Writing pernah mengatakan bahwa penggunaan komputer dan internet tidak saja untuk ilmu-ilmu eksakta, sastra pun bisa menggunakan media ini terutama untuk membantu pembelajaran menulis karya sastra dan pemerkayaan kosa kata peserta didik.
Posisikan kembali peran pendidikan sastra di dunia pendidikan kita karena kita hidup di era komunikasi digital ketika setiap orang dapat berkomunikasi dengan siapa saja. Teknologi gabungan internet-komputer-World Wide Web telah membentuk generasi baru—lebih dahsyat dibandingkan revolusi yang dipicu oleh temuan percetakan, radio, mobil, dan televisi. Bangsa yang benar-benar memanfaatkan ledakan komunikasi digital, dan menghubungkannya dengan teknik-teknik pembelajaran baru niscaya akan memimpin dunia di bidang pendidikan.
Bukalah pikiran dan ciptakan komunikasi yang segar. Semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan sastra agar selalu membuka pikiran dan mengomunikasikan capaian-capaian penelitian secara faktual, jujur dan jelas. Masa depan jutaan anak telah dirusak oleh penyebaran teori-teori pendidikan yang telah terbukti kesalahannya.
Ismawati (2013) mengemukakan bahwa, pengajaran sastra merupakan pengajaran yang menyangkut aspek sastra, di antaranya; teori sastra, sejarah sastra, kritik sastra, sastra perbandingan, dan apresiasi sastra. Dalam beberapa aspek tersebut, yang paling sulit dalam pengajaran sastra adalah apresiasi sastra, yaitu dalam hal pemahaman dan penikmatan suatu karya sastra yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Padahal menurut Ismawati (2013), pengajaran sastra yang ideal adalah pengajaran yang berakhir pada kegiatan apresiasi sastra yang sempurna. Selain itu, pengajaran sastra yang ideal juga berkaitan dengan beberapa hal lainnya seperti:
Pengajaran sastra tidak hanya menekankan pada aspek kognitif tetapi juga pada aspek afektif.
Dalam pengajaran sastra, guru dapat dijadikan contoh bagi peserta didik terkait dengan apresiasi sastra seperti dapat membaca puisi dengan baik.
Pengajaran sastra yang ideal juga menekankan pada proses pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan.
Oleh karena itu, demi mewujudkan pengajaran bahasa dan sastra yang ideal diperlukan adanya metode atau strategi dalam pengajaran bahasa dan sastra. Metode tersebut termasuk pada tahap pemilihan, penentuan, persiapan sistematis bahan yang akan diajarkan serta kemungkinan memperoleh solusi dan cara mengembangkan solusinya.
Referensi:
Ismawati, E. (2013). Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Mardiana, D., Supriyanto, R. T., & Pristiwati, R. (2021). Tantangan Pembelajaran Abad-21: Mewujudkan Kompetensi Guru Kelas Dalam Mengaplikasikan Metode Pengajaran Bahasa. Tunas: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar , 6 (2), 1-18.
Keadaan pembelajaran sastra di Indonesia masih memprihatinkan hingga saat ini. Sayuti (dalam Yarsama 2020: 208-209) menyatakan bahwa topik permasalahan ini mulai diangkat pada tahun 1950-an dalam seminar sastra di Universitas Indonesia. Bermula dari permasalah tersebut, pembelajaran sastra harus diubah agar menjadi ideal dan baik.
Yarsama (2020) berpendapat bahwa pembelajaran bahasa dan sastra yang baik dan ideal, antara lain:
Guru wajib menguasai, memahami, dan mampu mengembangkan materi ajar dengan baik.
Guru mengapresiasi kemampuan peserta didik mengenai pembelajaran bahasa dan sastra
Guru dapat melaksanakan pembelajaran yang harmonis antara teori dan praktik
Pembelajaran bahasa dan sastra baiknya dibuat dengan model semenarik mungkin agar peserta didik tertarik dan termotivasi untuk mempelajari bahasa dan sastra.
Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bahasa dan sastra yang baik sebagian besar tergantung pada guru atau pendidik, selain itu materi pembelajaran, model pembelajaran, dan keseimbangan antara teori dan praktik juga menjadi komponen penting dalam proses pembelajaran bahasa dan sastra yang baik dan ideal.
Referensi:
Yarsama, K. (2020). Pembelajaran Sastra yang Apresiatif Berbasis Literasi. Stilistika: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni, 8(2), 207-218.
Materi pembelajaran yang dipilih oleh guru untuk diajarkan pada peserta didik hendaknya berisi pembelajaran yang menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Zunaedy (2018) mengatakan bahwa ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengajaran bahasa dan sastra yang ideal serta baik, sebagai berikut:
Memilih pembelajaran yang sesuai atau relevan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar
Memilih jenis materi yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Memilih sumber pembelajaran.
Mengidentifikasi jenis-jenis materi pembelajaran
Mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar yang menjadi acuan atau rujukan
Kesimpulannya yang jadi utama adalah pemilihan materi pembelajaran yang relevan. Selain beberapa hal diatas, sebagai pendidik pun harus bisa menjadi teladan bagi peserta didiknya, memberikan kesempatan peserta didik untuk beropini, dan memberikan kesempatan atau mengajak peserta didik untuk berkarya sastra dan berbahasa Indonesia dengan baik.
Referensi:
Zunaedy, Y. A. (2018). Model Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang Ideal. Jurnal Edukasi Kultura: Jurnal Bahasa, Sastra dan Budaya, 5(2).
Pengajaran bahasa dan sastra yang baik dan ideal itu adalah dengan cara sebagai berikut :
Untuk tingkat Sekolah Dasar, terdiri atas aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Aspek mendengarkan: siswa
mampu mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan mendengarkan hasil sastra. Aspek berbicara: siswa mampu mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan melisankan hasil sastra. Aspek membaca: siswa mampu mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan membaca hasil sastra. Aspek
menulis: siswa mampu menulis prosa dan puisi sederhana.
Untuk tingkat SMP, terdiri atas aspek mendengarkan, yakni mengapresiasi dongeng, puisi, drama. Aspek membaca meliputi membaca teks sastra, puisi, dan novel remaja. Aspek berbicara meliputi menanggapi pembacaan cerpen, mendiskusikan novel remaja. Dan aspek menulis meliputi menulis puisi bebas, menulis
cerpen, dan menulis naskah drama.
Untuk tingkat SMA, yang terkait dengan pengajaran sastra meliputi empat aspek keterampilan berbahasa. Aspek mendengarkan meliputi puisi, cerita rakyat, pementasan drama,
dan cerpen. Aspek berbicara meliputi diskusi cerpen, puisi, dan pementasan drama. Aspek membaca meliputi puisi, cerpen, naskah drama. Dan aspek menulis meliputi puisi, cerpen, resensi
cerpen, dan naskah drama.
Referensi :
Esti, I. (2013). Pengajaran sastra. Ombak.
Membicarakan tentang pengajaran bahasa dan sastra, Syafrial (2013: 4) menyatakan bahwa tahun 2010 merupakan puncak permasalahan dalam strategi pembelajaran sastra. Tidak hanya itu, Hidayat (2009: 5) menyatakan bahwa bahasa Indonesia dianggap oleh siswa di sekolah sebagai pelajaran yang tidak sulit dan tidak memerlukan keseriusan untuk mempelajarinya. Mahasiswa sebagai calon guru bahasa perlu merancang bagaimana pengajaran bahasa dan sastra yang ideal.
Pengajaran bahasa dan sastra yang ideal dapat diterapkan dengan beberapa cara, yaitu:
Menerapkan metode yang disebut metode Bimbingan Kritik dan Apresiasi Sastra (BKAS). Metode BKAS terdiri atas 5-M, yaitu menyimak, membaca, melisankan atau mengoralkan, menulis, dan menjawab semua pertanyaan.
Menganalisis beberapa aspek standar kompetensi serta kompetensi dasar.
Menentukan kesesuaian jenis materi dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Menentukan sumber pengajaran.
Sumber referensi:
Nursalim, N. (2019). Strategi Pengajaran Sastra. Pentas: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 5(2), 1-8.
Zunaedy, Y. A. (2018). Model Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang Ideal. Jurnal Edukasi Kultura: Jurnal Bahasa, Sastra dan Budaya, 5(2), 1-12.
Pembelajaran, menurut Gagne dan Briggs (1979:3), adalah sebuah sistem yang memiliki tujuan untuk membantu proses belajar siswa. Dalam pembelajaran akan terdapat serangkaian peristiwa yang telah dirancang sedemikian rupa untuk memengaruhi dan mendukung proses belajar siswa yang sifatnya internal.
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia sendiri tak dapat dipisahkan. Di dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia tentu ada langkah-langkah yang dapat digunakan sebagai penunjang keberhasilan pembelajaran agar menjadi sesuatu yang ideal. Menurut Zunaedy (2018:9-11), terdapat beberapa langkah untuk mewujudkan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang ideal yaitu:
Mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Memilih jenis materi yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Memilih pembelajaran yang sesuai atau relevan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah teridentifikasi tadi.
Memilih sumber pembelajaran.
referensi :
Zunaedy, Y. A. MODEL PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA YANG IDEAL. Jurnal Edukasi Kultura: Jurnal Bahasa, Sastra dan Budaya, 5(2).
Menurut Hidayat (2009:5) menyatakan bahwa, siswa di sekolah menganggap bahwa bahasa Indonesia merupakan pelajaran yang tidak sulit dan tidak diperlukan keseriusan dalam mempelajarinya. Maka dari itu, pembelajaran sastra dalam era globalisasi diharuskan dapat menyenangkan, kreatif, dan inovatif. Strategi pembelajaran sastra yang dapat menyenangkan siswa adalah strategi pembelajaran yang mengandung unsur hiburan dan tidak membosankan. Selain itu, ada juga metode yang digunakan dalam sistem pengajaran sastra. Pengajaran bahasa dan sastra Indonesia yang baik yaitu antara lain :
Menerapkan metode pengajaran Menyimak, Membaca, Melisankan, Menulis, dan Menjawab semua persoalan.
Dalam pengajaran bahasa dan sastra dibutuhkan keterlibatan guru yang aktif dan mumpuni dalam bersastra supaya makna dalam pengajaran bahasa dan sastra bisa tersampaikan dengan baik kepada siswa.
Seorang guru dalam pembelajaran sastra diharapkan mampu untuk mendidik siswa agar memiliki kecintaan terhadap sastra.
Membekali siswa agar memiliki kecintaan terhadap sastra.
Membekali diri sendiri untuk mengapresiasi karya sastra.
Referensi :
Nursalim, N. (2019). Strategi Pengajaran Sastra. PENTAS: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 5(2), 1-8.
Yarsama (2020) mengemukakan Pengajaran bahasa dan sastra yang baik yaitu dengan menekankan keselarasan antara pemahaman teoretis sastra dan keterampilan sastra. Literasi yang secara inheren berorientasi pada pengetahuan, tentu tidak membawa manfaat yang berarti bagi siswa. Siswa tidak merasa tertarik ketika mempelajari sastra. Pembelajaran literasi yang diapresiasi dapat tercipta jika guru merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran literasi dengan baik. Guru memberikan materi pembelajaran sastra yang menekankan pada aspek kognitif, psikologis, dan afektif. Literasi yang diapresiasi dapat tercapai jika siswa memiliki budaya membaca dan menulis yang baik. Keterampilan membaca pemahaman ini memiliki peran yang sangat mendasar dalam menciptakan literasi yang berkualitas.
Referensi:
Yarsama, K. (2020). PEMBELAJARAN SASTRA YANG APRESIATIF BERBASIS LITERASI. Stilistika: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni, 8(2), 207-218.
Moody (1971) mengemukakan dalam bukunya The Teaching of Literature, ada yang dapat diperoleh dari belajar sastra, yaitu untuk memupuk keterampilan berbahasa, untuk melatih kepekaan akan keindahan, untuk mampu menghayati tema kemanusiaan, moral, budi pekerti yang luhur, dan untuk memahami watak sesama manusia, perbedaan antara satu dengan yang lain sehingga melatih solidaritas, dan untuk melatih kepekaan sosial dalam arti memahami penderitaan sesama manusia.
Berikut adalah cara pembalajaran sastra yang baik dan ideal:
a. Yang pertama adalah menarik minat peserta didik. Kita sadari bersama banyak siswa yang kurang berminat pada karya sastra, hal itu dapat diakibatkan oleh cara guru mengajar yang kurang menarik. Cara yang ditempuh misalnya membaca karya sastra (cerpen, puisi, teks drama) karya peserta didik, dari majalah atau koran.
b. Langkah berikutnya menanamkan konsep teori melalui kegiatan pertama. Cara ini ditempuh agar peserta didik tidak merasakan belajar secara teoretis sebagaimana yang telah dilakukan banyak guru selama ini.
c. Yang terakhir ialah agar pembelajaran bermakna dengan mengaitkan nilai-nilai yang dapat dipetik dari karya sastra dengan kehidupan sehari-hari peserta didik.
Referensi
Suryaman, M., Wiyatmi, W., Hartono, H., & Efendi, A. (2012). Pengembangan model panduan pendidik pengajaran sastra berbasis pendidikan karakter. Jurnal Kependidikan: Penelitian Inovasi Pembelajaran, 42(1).
Pembelajaran bahasa dan sastra yang apresiatif menekankan pada keserasian antara pemahaman teori sastra dan keterampilan bersastra. Pembelajaran bahasa dan sastra hendaknya dirancang dan dikemas dengan menarik sehingga peserta didik termotivasi dan terpacu untuk mempelajari sastra. Sulaeman (1988:135) menyatakan bahwa guru harus menentukan prosedur-prosedur yang paling efektif dan efesien untuk diterapkan di kelas. Prosedur yang akan ditetapkan dan diterapkan itulah disebut sebagai suatu strategi yang direncanakan oleh guru. Adapun pengajaran bahasa dan sastra yang ideal yaitu, perlu :
pembelajaran berbasis masalah.
Pembelajaran berbasis masalah lebih menekan pada pemecahan masalah autentik seperti masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sanjaya (2013:214) menyatakan bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.
pengaplikasian metode inkuiri.
Dewi (2016) menjelaskan bahwa metode inkuiri merupakan model pembelajaran inkuiri merupakan salah satu inovasi pembelajaran yang dapat mengarahkan siswa untuk melakukan penemuan sehingga siswa dapat memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
melakukan pendekatan secara psikologis sesuai keadaan siswa. Solusi tersebut bertujuan agar pemahaman siswa terhadap pembelajaran bisa merata. Dengan meratanya pemahaman siswa, maka strategi pembelajaran yang digunakan guru dapat dikatakan berhasil. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Sunendar dan Iskandarwassid (2015:170) bahwa strategi pembelajaran harus dipilih sesuai dengan kompetensi dasar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa. Siswa yang memiliki kesulitan dalam pembelajaran dapat dilihat dari sikap dan kemampuannya dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, guru bisa memberikan penanganan secara langsung kepada siswa.
guru diharapkan mampu menentukan aspek-aspek yang membedakan antara kompetensi pembelajaran bahasa dan pembelajaran sastra.
Pemilihan strategi yang ditentukan bergantung pada kompetensi yang akan dinilai. Dengan demikian, metode yang dipakai sebagai bagian dari strategi adalah dengan menggunakan metode kontekstual. Sedangkan pada aspek sastra, kompetensi yang diharapkan adalah mampu menentukan unsur-unsur intrinsik, maka metode yang dipakai adalah metode inkuiri
Referensi :
Yarsama, K. (2020). PEMBELAJARAN SASTRA YANG APRESIATIF BERBASIS LITERASI. Stilistika: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni, 8(2), 207-218.
Siki, F. (2019). Problematik Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jubindo: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 4(2), 71-76.
Pada proses pembelajaran bahasa dan sastra tentunya melibatkan guru. Dalam hal ini guru bahasa Indonesia sebagai pihak yang mengajarkan sastra, dan siswa sebagai subjek yang belajar sastra. Dalam pembelajaran sastra ada suatu metode yang menawarkan keefektifan kerja guru bahasa Indonesia. Dengan demikian, secara hirarkis akan dikemukakan adanya tiga tataran bagaimana idealnya pengajaran nahasa dan sastra Indonesia itu, yaitu:
Pendekatan
Pendekatan (approach) merupakan seperangkat asumsi yang berhubungan dengan hakikat belajar dan mengajar. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Dalam pembelajaran, dikenal beberapa macam pendekatan, di antaranya pendekatan keterampilan proses, pendekatan CBSA, pendekatan komunikatif, pendekatan integratif dan pendekatan kebermaknaan (whole language).
Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah suatu cara atau upaya yang dilakukan oleh para pendidik agar proses belajar-mengajar pada siswa tercapai sesuai dengan tujuan. Metode pembelajaran ini sangat penting di lakukan agar proses belajar mengajar tersebut nampak menyenangkan dan tidak membuat para siswa tersebut suntuk, dan juga para siswa tersebut dapat menangkap ilmu dari tenaga pendidik tersebut dengan mudah.
Strategi Pembelajaran
Dalam konteks pembelajaran, strategi dimaksudkan sebagai daya upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai dan berhasil guna.Strategi berarti pilihan pola kegiatan belajar-mengajar yang diambil untuk mencapai tujuan secara efektif.
Sumber referensi :
Susanto, Hadi. 2015. “Model Pembelajaran Bahasa dan Sastra” , https://bagawanabiyasa.wordpress.com/2015/11/29/model-pembelajaran-bahasa-dan-sastra/ , diakses pada 11 Desember 2021 pukul 19.35
Bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa bahasa seseorang tidak mampu mengungkap realitas-realitas dalam kehidupan dan budaya lingkungannya. Pengajaran didefinisikan sebagai sesuatu yang menunjukkan atau membantu seseorang mempelajari cara melakukan sesuatu, anggota instruksi, memandu dalam pengkajian sesuatu, mempersiapkan pengetahuan, menjadikan tahu atau paham.
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar siswa memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar serta dapat menghayati bahasa dan sastra Indonesia sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa serta tingkat pengalaman siswa sekolah dasar.
Referensi:
Basiran, Mokh. 1999. Apakah yang Dituntut GBPP Bahasa Indonesia Kurikulum 1994?. Yogyakarta: Depdikbud
Darjowidjojo, Soenjono. 1994. Butir-butir Renungan Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Salatiga: Univeristas Kristen Satya Wacana
Degeng, I.N.S. 1997. Strategi Pembelajaran Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi. Malang: IKIP dan IPTDI
Depdikbud. 1995. Pedoman Proses Belajar Mengajar di SD. Jakarta: Proyek Pembinaan Sekolah Dasar
Menurut Armia dan Nursalim (2019) pengajaran merupakan serangkaian kegiatan yang terpadu antara pelatihan, penugasan, penyediaan kondisi dan indoktrinasi dengan komponen kurikulum, bahan ajar, media, metode, lingkungan, guru dan siswa untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pengajaran bahasa dan sastra tentu seorang pendidik harus memiliki tujuan.
Salah satu contoh tujuan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah meningkatkan potensi diri peserta didik dalam berbahasa. Kemudian tujuan seorang pendidik tersebut dapat diwujudkan dengan cara pengajaran bahasa dan sastra yang baik dan tentunya ideal. Maka dari itu pengajaran yang ideal dan baik meliputi:
Pendidik harus memiliki penguasaan ilmu bahasa dan sastra Indonesia. Pendidik juga harus bisa menyesuaikan metode pengajarannya sesuai dengan kurikulum pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Dengan adanya penguasaan ilmu bahasa dan sastra Indonesia yang baik dan lengkap, guru bahasa dan sastra Indonesia akan mampu menyiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran bahasa dan sastra dengan baik.
Mengadakan pembelajaran yang tidak membosakan. Dalam hal ini kreativitas siswa dan guru sangat dibutuhkan agar kegiatan pengajaran penuh dengan antusias tinggi. Pengajaran ini harus mencakup menulis sekaligus menghasilkan sastra, membaca sekaligus menganalisis karya sastra, dan melisankan dengan cara menampilkan karya sastra yang dibuat.
Pengajar harus memiliki sebuah rencana pengajaran. Rencana pengajaran ini sangat penting. Rencana pengajaran dapat membantu pendidik untuk menyesuaikan situasi dan kondisi yang ada dalam proses pengajaran. Dengan begitu pendidik akan dapat mencapai pengajaran yang ideal.
Dari ketiga hal tersebut dapat disimpulkan bahwa idealnya pengajaran bahasa dan sastra Indonesia yang baik bersumber pada pendidik bahasa dan sastra Indonesia itu sendiri. Jika seorang pendidik mempunyai rancangan atau rencana dalam pengajarannya maka idealnya pengajaran bahasa dan sastra Indonesia yang baik pasti akan tercapai.
Referensi:
ARMIA, A., & Nursalim, N. (2019). PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA. PENTAS: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 5(2), 19-27.
Sukma (2012:433) menyebutkan bahwa pembelajaran bahasa dan sastra yang dilakukan di sekolah-sekolah saat ini masih sebatas pada pengembangan pengetahuan tentang sastra, belum mencapai pembahasan mengenai nilai-nilai dan hikmah yang dapat diambil dalam sebuah karya sastra. Sehingga siswa belum mampu untuk merespon sebuah karya sastra dalam diskusi kelas dan hal tersebut akan menyulitkan guru dalam mentransfer nilai-nilai yang ada dalam karya sastra tersebut. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang menarik untuk memperbaiki sistem pembelajaran sastra di sekolah.
Pengajaran bahasa dan sastra yang baik dapat dilakukan dengan
Pembelajaran bahasa dan sastra yang baik diharuskan dapat menyenangkan, kreatif, dan inovatif tidak hanya bagi siswa, namun juga bagi guru.
Pembelajaran sastra hendaknya dirancang dan dikemas dengan menarik sehingga peserta didik termotivasi dan terpacu untuk mempelajari sastra.
Seorang guru dalam pembelajaran bahasa dan sastra mampu mendidik siswa agar memiliki kecintaan terhadap sastra, membekali siswa agar di kemudian hari mampu menggali kariernya dalam menyonsong kehidupan di masa depan, dan guru juga dapat membekali diri sendiri agar mampu mengapresiasi karya sastra sebelum ia sendiri mengajarkan apresiasi tersebut kepada siswanya (Santosa dan Djamari, 2015:10)
Menerapkan jalur 5-M yang merupakan Metode Bimbingan Kritik dan Apresiasi Sastra (BKAS) yaitu Menyimak, Membaca, Melisankan atau Mengoralkan, Menulis, dan Menjawab semua persoalan.
Mengembangkan kegiatan literasi peserta didik untuk mengasah kemampuan peserta didik dalam menganggapi buku pengayaan secara lisan dan tulisan.
Referensi:
Nursalim, N. (2019). Strategi Pengajaran Sastra. PENTAS: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia , 5 (2), 1-8.
Yarsama, K. (2020). PEMBELAJARAN SASTRA YANG APRESIATIF BERBASIS LITERASI. Stilistika: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni, 8(2), 207-218.
Herfanda, A. Y. (2018). Membentuk Karakter Siswa dengan Pengajaran Sastra. Jurnal Tuturan , 1 (1), 1-13.
Pembelajaran bahasa dan sastra merupakan dua hal yang saling berhubungan. bahasa sebagai sarana penyampaian ide dan perasaan kepada orang lain, baik secara tertulis maupun lisan. Rusyana dan Suryaman (2005) menyatakan bahwa, dalam pembelajaran
bersastra dapat terjadi penggunaan bahasa dan estetika. Menurut saya, pengajaran bahasa dan sastra yang baik adalah pengajaran yang saling berhubungan antara dua hal tersebut. bahasa berfungsi untuk menyampaikan ide hasil dari kegiatan bersastra.
Referensi:
Alwi, Hasan dan Dendy Sugono. 2004. Telaah Bahasa dan Sastra. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.