Bagaimana peran morfem dalam mengubah bentuk verba menjadi adjektiva?

image

Morfem adalah unit terkecil dari tata bahasa yang memiliki arti.
Morfem tidak dapat dibagi menjadi bentuk yang lebih kecil dari bahasa lagi. Morfem juga memiliki beberapa jenis yang bisa mengubah satu kelas kata menjadi kelas kata lainnya.
Lalu, bagaimana peran morfem dalam mengubah bentuk verba menjadi adjektiva?

1 Like

Morfem adalah satuan terkecil bahasa yang memiliki pengertian dalam suatu ujaran. Seperti yang dikemukakan oleh Hocket (1958, hlm. 123 dalam Tarigan 1987, hlm. 6) morfem adalah unsur terkecil yang secara individual mengandung pengertian dalam ujaran suatu bahasa.

Lalu seperti apa morfem itu? Dapat berupa imbuhan atau kata, misalnya: ber-, di-, juang. Keraf (1987, hlm. 51) membedakan morfem menjadi dua, yaitu:
morfem bebas yang dapat langsung membentuk sebuah kalimat atau morfem yang dapat berdiri sendiri;
morfem terikat yang tidak dapat langsung membina sebuah kalimat, tetapi selalu terikat dengan morfem lain.

Morfem sangat berperan penting dalam beberapa proses morfologis, baik dalam proses pembentukan verba maupun adjektiva. Ada beberapa proses morfologis yang harus dilalui oleh morfem, baik afiksasi atau penambahan imbuhan, reduplikasi atau pengulangan, maupun komposisi. Sebagai contoh morfem bebas rumah melalui proses afiksasi dengan penambahan konfiks me-kan menjadi merumahkan berubah bentuk menjadi verba selanjutnya bila ditambah konfiks di-kan menjadi dirumahkan berubah bentuk dari morfem menjadi adjektiva

Morfem adalah unsur bahasa yang mempunyai makna dan ikut mendukung makna. Berdasarkan (J.W.M Verhaar, 2010:106) menyatakan bahwa morfem itu merupakan suatu kesatuan yang abstrak, dapat berupa segmental (utuh atau terbagi) dapat berupa nol, dapat juga berupa nada tertentu.

Berdasarkan prosesnya Morfem dibagi menjadi 2, yaitu :

  1. Morfem bebas adalah Morfem yang dapat berdiri sendiri, artinya tidak membutuhkan Morfem lain yang digabung dengannya.
    Misalnya : Morfem “Hak” merupakan Morfem bebas pada tuturan “semua ini hak saya”.
  2. Morfem terikat adalah Morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dan yang hanya dapat meleburkan diri pada Morfem yang lain.
    Misalnya : ber- dalam kata “berhak”.

Jika dilihat, morfem memiliki beberapa peran dalam proses pembentukan verba dan adjectiva. melalui beberapa proses Morfologis, seperti : afiksasi atau penambahan imbuhan, Reduplikasi atau pengulangan, dan Komposisi atau pemajemukan Morfem berperan mengubah makna. Hal ini sesuai dengan prinsip adjectiva Deverbal yang menyatakan bahwa penambahan afiks tertentu dapat menjadikan verba berfungsi sebagai adjectiva.

Contoh :
Morfem bebas “aktif”, jika dilakukan proses afiksasi berupa penambahan konfiks me(N)-kan maka akan berubah menjadi verba “mengaktifkan”. Demikian pula jika ditambahkan Prefiks ter- maka akan berubah menjadi adjectiva “teraktif”.

Referensi :
Verhaar, J.W.M. 2010. Asas-asas Linguistik Umum. (Cetakan ke-7) Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Alwi, Hasan. 2010. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. (Edisi 3. Cetakan ke-8) Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka.

Menurut Kridalaksana (1933) morfem merupakan satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan yang tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil.

Pada proses morfemis,morfem memiliki peran penting dalam pementukan verb dan ajektif. Proses morfemis membentuk kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain. Salah satu wujud dari proses morfemis ialah penggabungan morfem dasar dengan morfem afiks.

Pembentukan verb dan adjektiva dengan imbuhan tertentu dapat mengubah kelas kata, contoh morfem dasar ‘lari’ mendapat prefiks ber- menjadi berlari membentuk kata kerja (verb), dan morfem dasar ‘kuat’+ prefiks ter- menjadi terkuat (adjektiva).

Referensi :
Rumilah, Siti dan Ibnu Cahyani. 2020. STRUKTUR BAHASA, PEMBENTUKAN KATA DAN MORFEM SEBAGAI PROSEA MORFEMIS DAN MORFONEMIK DALAM BAHASA INDONESIA. Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia. Vol 8(1), 70 - 87.

Menurut Sitindoan (1984 : 64) morfem ialah kesatuan gramatik yang terkecil yang mengandung arti, yang tidak mempunyai kesamaan baik dalam bentuk maupun dalam arti dengan bentuk – bentuk yang lain. Dalam bahasa Indonesia, morfem-morfem tersebut dapat berproses melalui pengimbuhan, pengulangan, dan pemajemukan. Proses tersebut dapat membentuk kata baru yang dapat berposisi sebagai adjektif, verba, maupun nomina. Akan tetapi, dalam proses tersebut verba dapat berubah menjadi adjektiva. Hal tersebut dihasilkan melalui proses transposisi, yaitu pengubahan kelas kata tanpa adanya perubahan bentuk. Dari proses ini, adjektiva yang berasal dari verba disebut sebagai adjektiva deverbal. Sebuah kata yang berupa adjektiva dapat menjadi verba , atau sebaliknya melalui proses penurunan. Pertama-tama, kata tersebut harus ditransitifkan lewat penambahan sufiks derivasi -kan atau -i.

Contoh : kata kecewa mendapat imbuhan –kan menjadi kecewakan yang kemudian dibubuhi awalan me- sehingga menjadi mengecewakan. Sekarang, mengecewakan telah menjadi bentuk verba transitif. Apabila diterapkan dalam kalimat, pangkal adjektiva—dalam hal ini kecewa—yang dibubuhi sufiks -kan dapat mencerminkan suatu objek bernyawa yang mengalami sikap atau perasaan yang dinyatakan oleh verba mengecewakan. Jika diubah menjadi adjectiva, mengecewakan dapat diganti menjadi terkecewakan.

Morfem adalah bentuk bahasa yang terkecil yang tidak dapat lagi dibagi menjadi bagian bagian yang lebih kecil, misalnya, kata putus jika dibagi menjadi pu dan tus, bagian-bagian itu
tidak dapat lagi disebut morfem karena tidak mempunyai makna, baik makna leksikal ataupun makna gramatikal. Demikian juga me-
dan -kan tidak dapat kita bagi menjadi bagian yang lebih kecil (Badudu,1985:66).

Lalu seperti apa morfem itu? Dapat berupa imbuhan atau kata, misalnya: ber-, di-, juang. Morfem dibedakan menjadi dua, yaitu:

  • morfem bebas yang dapat langsung membentuk sebuah kalimat atau morfem yang dapat berdiri sendiri;
  • morfem terikat yang tidak dapat langsung membina sebuah kalimat, tetapi selalu terikat dengan morfem lain.

Perubahan morfem dari verba ke adjektiva dipengaruhi oleh proses afiksasi, afiksasi adalah proses pembentukan kata dengan membubuhkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal maupun kompleks. Contohnya Morfem bebas “pendek”, jika dilakukan proses afiksasi berupa penambahan prefiks ter- maka akan berubah menjadi adjectiva “terpendek”.

Referensi:
Ghamal Thabroni. 2020. Pengertian, Proses Morfologis dan Morfonemik,
https://serupa.id/morfologi-pengertian-proses-morfologis-morfofonemik/. Diakses pada 2 November 2021 pukul 17.00 WIB

Morfem adalah deretan morf yang mempunyai makna secara jelas baik ketika sudah digunakan dalam suatu konteks maupun sebelum digunakan dalam konteks. Menurut Abdul Chaer (2008:7) morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. Berdasarkan kebebasannya untuk dapat digunakan secara langsung dalam pertuturan, morfem dibedakan menjadi morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri tanpa terikat dengan morfem lain dan dapat langsung digunakan dalam penuturan misalnya saya, duduk, kursi. Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tidak bisa berdiri sendiri dan selalu terikat pada morfem lain misalnya juang, baur, ber-, meng-, -kan, dan lain sebagainya.

Dalam kajian morfologi, pembicaraan mengenai pembentukan kata tentu tidak terlepas dari komponen atau unsur pembentukan kata itu yaitu morfem, baik morfem dasar maupun morfem terikat, tentunya dengan melibatkan proses morfologis di dalamnya, yaitu afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa morfem mempunyai peran penting dalam mengubah bentuk kata, termasuk mengubah verba menjadi adjektiva yang disebut juga dengan adjektiva deverbal.

Ada sekelompok verba dalam bahasa Indonesia yang tanpa perubahan bentuk dapat digunakan sebagai adjektiva. Kelompok adjektiva deverbal ini diturunkan dari kata dasar yang dibubuhi dengan afiks-afiks tertentu seperti meng-, meng-…kan, ter- dan ber-. Penambahan afiks ini melalui proses morfologis yang disebut afiksasi. Contoh: menarik, menggembirakan, terkenal, beruntung, dan sebagainya. Dari kata “menarik” kita dapat melihat peran morfem, dimana kata tersebut dibentuk oleh dua morfem yaitu “me-” sebagai morfem terikat dan “tarik” sebagai morfem bebas.

Referensi:
Chaer, Abdul. 2020. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang memiliki makna. Kridalaksana (1933) dalam Kamus Linguistik menambahkan bahwa makna morfem tidak dapat dibagi lagi menjadi sesuatu yang lebih kecil, misalnya kata masak jika dibagi menjadi ma dan sak, bagian-bagian tersebut
tidak dapat lagi disebut sebagai morfem karena tidak memiliki makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Demikian juga me- dan -kan tidak dapat dibagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil (Badudu,1985: 66).

Dalam proses morfologis (afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan), morfem berperan sangat penting didalamnya. Proses tersebut dapat membentuk kata baru yang berposisi sebagai adjektif, verba, dan nomina. Akan tetapi, dalam ketiga proses tersebut verba dapat berubah menjadi adjektiva. Pembentukan verba dan adjektiva dengan imbuhan tertentu dapat mengubah kelas kata, seperti pada contoh morfem dasar yaitu ‘rasa’. Melalui proses afiksasi dengan penambahan konfiks me-kan menjadi ‘merasakan’ berubah bentuk menjadi verba. Selanjutnya, apabila mendapat penambahan konfiks di-kan menjadi ‘dirasakan’ berubah bentuk menjadi adjektiva.

Referensi :
Siregar, Iskandarsyah. 2020. Monograf : Morfologi. Hlm 1-60. Diakses pada laman MONOGRAF : MORFOLOGI - Unas Repository
Rumilah, Siti dan Ibnu Cahyani. 2020. Struktur Bahasa, Pembentukan Kata, dan Morfem Sebagai Proses Morfemis dan Morfonemik Dalam Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia. Vol. 8, No. (1), Hlm. 70 - 87.

Menurut Bloomfield (1933 : 161) mendefinisikan morfem sebagai “a linguistic from wich bears no partial phonetic – semantic resemblance to any other form, is a simple form or morpheme. Maksud dari pernyataan tersebut yaitu “satu bentuk lingual yang sebagiannya tidak mirip dengan bentuk lain manapun secara bunyi maupun arti adalah bentuk tunggal atau morfem”. Morfem dapat berubah dengan melewati beberapa proses yakni dengan afiksasi, reduplikasi dan komposisi. Proses perubahan morfem tersebut dapat menghasilkan perubahan kelas kata pada morfem. Jika dilihat dari perubahan kelas kata dari verba menjadi adjektiva maka morfem mengalami proses transposisi adjektiva deverbal dimana mengubah kelas kata tanpa mengubah bentuk dan dianggap penurunan dengan afiksasi nol. Proses singkatnya pertama verba diturunkan dari kata dasar yang kemudian dibubuhi dengan afiks-afiks tertentu.
Hasan, A., Soejono, D., Hans, L., & Anton. (2010). TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA. BALAI PUSTAKA.

Charles F. Hockett (dalam Mulyana, 2007: 11), menyatakan bahwa morfem adalah satuan gramatik, terdiri atas unsur-unsur bermakna dalam suatu bahasa. Sejalan dengan pernyataan di atas, morfem dapat disebut sebagai satuan kebahasaan terkecil, tidak dapat lagi menjadi bagian yang lebih kecil, yang terdiri atas deretan fonem, membentuk sebuah struktur dan makna gramatik tertentu. Sementara itu, berdasarkan fungsinya morfem terikat dapat dibedakan mendaji tiga jenis, yaitu, morfem pembentuk kata kerja, morfem pembentuk kata benda, dan morfem pembentuk kata sifat. Morfem ini juga memiliki pernanan dalam pembentukan verba menjadi adjektiva. Perubahan tersebut terjadi melalui proses morfologi seperti afiksasi. Dalam proses afiksasi dapat dibagi menjadi lima jenis, yaitu awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks), gabungan awalan-akhiran (konfiks) dan imbuhan gabungan (simulfiks).

Referensi:
Rumilah, Siti dan Ibnu Cahyani. 2020. Struktur Bahasa; Pembentukan Kata Dan Morfem Sebagai Proses Morfemis Dan Morfofonemik Dalam Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia, 8(1), 70-87.

Dalam kajian morfologi, morfem dikenal dengan sebuah unsur dasar atau satuan terkecil dalam lokus pengamatan. Sebagai satuan terkecil, morfem tidak dapat dipecah-pecah bagian yang lebih kecil yang mengandung makna. Morfem membentuk satuan yang lebih besar dan memiliki makna yang disebut sebagai satuan gramatikal.
Kata terkecil itu tersebut menyiratkan adanya satuan gramatikal yang lebih besar dari morfem. Inilah yang dalam ilmu bahasa disebut sebagai kata, frasa, klausa dan kalimat. dengan demikian, morfem menjadi bagian pembentuk atau konstituen satuan-satuan gramatikal yang lebih besar tersebut, (Kushartanti, 2007: 144).

Dalam pembentukan kata Bahasa Indonesia, terdapat keunikan yaitu adanya proses afiksasi. jenis-jenis afiksasi dalam bahasa Indonesia terbagi empat yaitu (1) prefiks yang terdiri dari prefiks ber-, me-, per-, ter, di-, se- dan ke-. (2) infiks yang terdiri dari infiks –er-, -el- dan –em-. (3) sufiks antara lain –kan, -i, dan –an. (4) konfiks yaitu antara lain, ke-an, ber-an, pe-an, per-an, dan se-nya.
Dalam proses perubahan bentuk verba menjadi adjektiva, afiksasi cukup berperan penting, seperti pada kata verba “girang” jika diberi konfiks ke-an, menjadi kegirangan yang termasuk ke dalam adjektiva.

Morfem (bahasa Inggris: morpheme) adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. Morfem tidak bisa dibagi ke dalam bentuk bahasa yang lebih kecil lagi, yang dapat atau tidak dapat berdiri sendiri. Menurut Finoza (2004:65-66) verba adalah kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan, proses, dan keadaan yang bukan merupakan sifat. Kata kerja pada umumnya berfungsi sebagai predikat dalam kalimat. Secara sintaksis, verba pada sebuah satuan gramatikal dapat diketahui dengan cara melihat kemungkinan kata yang dapat melekatinya ataupun sebaliknya. Kata yang dapat melekatinya yaitu partikel tidak ataupun yang setara dengannya. Sementara itu, kata yang tidak dapat melekat pada kata tersebut yaitu partikel di, ke, dari, ataupun kata yang berkelas sama dengan kata itu (Kridalaksana, 2005: 51). adjektiva adalah kata yang menerangkan nomina (kata benda) dan secara umum dapat bergabung dengan kata lebih dan sangat. Adjektiva atau kata sifat dalam bahasa Indonesia memiliki tiga buah fungsi. Menurut C. A. Mees dalam buku berjudul Tatabahasa Indonesia (1954) menyatakan bahwa adjektiva dapat berfungsi atributif, predikatif, dan substantif.

Samsuri (1982 : 170) mengatakan bahwa morfem merupakan bentuk pengertian terkecil yang sama atau mirip dan berulang. Morfem dapat berubah makna bila mengalami proses afiksasi, reduplikasi, dan kata majemuk. Morfem digunakan sebagai pembeda makna dengan cara menggabungkan morfem tersebut dengan kata yang mempunyai arti leksikal yang nantinya akan berubah makna akibat penggabungan tersebut.

Kita dapat melihat kedudukan sebuah morfem dari berbagai sudut. Ada tiga hal pokok yang ditunjukkan dalam hubungan dengan morfem. Pertama, morfem mempunyai satuan-satuan yang formal dan rupa fonetik; kedua, ia mempunyai makna; dan ketiga, ia mempunyai peranan sintaksis dalam pembentukan satuan-satuan gramatikal yang lebih besar.

Pembentukan adjektiva dari verba dapat terjadi dengan proses afiksasi. Chaer (1994: 177) mengatakan bahwa afiksasi merupakan proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar, afiksasi adalah proses penambahan afiks pada sebuah kata dasar berupa morfem terikat dan dapat ditambahkan pada awal kataPada proses pembentukan adjektiva tersebut, verba dicari akar kata atau kata dasarnya, kemudian ditambahkan sufiks dan menjadi adjektiva. Penambahan sufiks tersebut menyebabkan perubahan nuansa makna.

Referensi:

Herlina, N. Derivasi Verba menjadi Adjektiva dengan Proses Sufiksasi dalam Bahasa Rusia. Jurnal Unpad, Vol 1(1), 98-125. Diakses pada 2 November 2021 pukul 16.15 WIB

Morfem adalah unit terkecil dalam satuan bahasa yang tidak dapat terpecah menjadi bagian yang lebih kecil, di mana bagian kecil tersebut memiliki makna. Morfem secara tidak langsung memberi isyarat bahwa ada unit yang lebih besar dari morfem. Satuan-satuan yang lebih besar ini adalah yang kita sebut sebagai kata, frasa, klausa, dan kalimat. Maka dari itu, Kushartanti (2007: 144) menyatakan bahwa morfem menjadi bagian pembentuk bagi satuan gramatikal yang lebih besar tersebut.
Morfem memiliki peran dalam pembentukan adjektiva dan verba pada proses morfemis. Morfem dapat berbentuk imbuhan seperti di-, ter, me-, -kan, dan -i.
Contohnya ketika terdapat morfem gunting kemudian mendapat imbuhan me(n) maka akan terbentuk verba menggunting. Juga berlaku pada pembentukan adjektiva pada morfem dasar baru yang diberi imbuhan ter- maka akan terbentuk adjektiva terbaru.
Rumilah, Siti dan Ibnu Cahyani. 2020. STRUKTUR BAHASA, PEMBENTUKAN KATA DAN MORFEM SEBAGAI PROSEA MORFEMIS DAN MORFONEMIK DALAM BAHASA INDONESIA. Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia. Vol 8(1), 70 - 87.

Verba adalah kata kerja sedangkan adjektiva merupakan kata sifat.
Proses morfologis menurut Samsuri (1985:190) adalah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain. Kata disebutnya sebagai bentuk minimal yang bebas, artinya bentuk itu dapat diucapkan tersendiri, bisa dikatakan, dan bisa didahului dan diikuti oleh jeda yang potensial.
Jadi dapat disimpulkan bahwa peran morfem dalam mengubah bentuk verba menjadi adjektiva sangat penting. Melalui proses morfologis seperti morfem, afiksasi, reduplikasi, hingga komposisi sangat berperan dalam perubahan atau proses perubahan suatu kata.

Referensi :
Alwi, H., Dardjowidjojo, S., Lapoliwa, H., Moeliono, A. M. Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Chaer (2015:17) menyatakan bahwa afiks dalam bahasa Indonesia merupakan morfem terikat.

Berdasarkan pendapat Abdul Chaer di atas, bisa dikatakan afiksasi merupakan nama lain dari morfem terikat. Selain itu, berdasarkan fungsinya morfem terikat (dalam proses afiksasi) dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu morfem pembentuk kata kerja, morfem pembentuk kata benda, dan morfem pembentuk kata sifat.
Berikut saya berikan contoh morfem terikat (dalam proses afiksasi) pembentuk kata sifat:

  • manisan (manis + -an)
  • asinan (asin + -an)
    Jadi, morfem memiliki peran dalam mengubah verba menjadi adjektiva salah satunya pada morfem terikat (dalam proses afiksasi) pembentuk kata sifat.

Referensi:

Dr. Mulyono, M.Hum.2021.Bentuk dan Makna Afiks Verba pada Buku Siswa Bahasa Indonesia Kelas X Kurikulum 2013.Bapala.8(3): 82.

Rumilah, Siti dan Ibnu Cahyani.2020.STRUKTUR BAHASA; PEMBENTUKAN KATA DAN MORFEM SEBAGAI PROSES MORFEMIS DAN MORFOFONEMIK DALAM BAHASA INDONESIA.Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia.8(1): 74.

Hocket (1958, hlm. 123 dalam Tarigan 1987, hlm. 6) berpendapat bahwa morfem adalah unsur terkecil yang secara individual mengandung pengertian dalam ujaran suatu bahasa. Keraf (1987, hlm. 51) membedakan morfem menjadi dua, yaitu:

  1. morfem bebas yang dapat langsung membentuk sebuah kalimat atau morfem yang dapat berdiri sendiri;
  2. morfem terikat yang tidak dapat langsung membina sebuah kalimat, tetapi selalu terikat dengan morfem lain.
    Kata juga merupakan morfem, lebih tepatnya merupakan morfem bebas karena kata dapat berdiri sendiri tanpa morfem lain. Sementara itu, afiks (imbuhan) di-, ter-, me-, ber- dan lain sebagainya merupakan morfem terikat karena harus digabungkan dengan morfem lain.
    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa morfem memiliki peranan dalam mengubah bentuk verba menjadi adjektiva. Hal ini dapat terjadi karena berbagai proses morfologis pada verba itu sendiri. Proses morfologis dapat berupa afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Misalnya dengan penambahan ter- pada kata baik menjadi terbaik atau dengan menambahkan awalan me- pada kata baca menjadi membaca.

Morfem merupakan unsur terkecil yang dibicarakan pada dalam morfologi. Pada buku Asas-Asas Linguistik J.W.M. Verhaar membagi morfem menurut bentuknya secara “linear” sebagai morfem “segmental” dan morfem “nonsegmental”.
Untuk morfem segmental, proses morfemisnya adalah:
1.) Pengimbuhan atau afiksasi
2.) Pengklitikan
3.) Pemajemukan, menggabungkan dua morfem dasar tau lebih untuk membentuk satu kata.
4.) Reduplikasi, penggabungan dua morfem dasar yang sama.
Morfem tentu sangat berpengaruh dalam pembentukan adjektiva. Misalnya pada kata “rendah hati”, adjektiva ini terbentuk dari dua morfem yang melakukan reduplikasi.
Referensi:
Verhaar, J.W.M. 2016. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sebagai satuan terkecil, morfem tidak dapat dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, yang masing-masing bagian tersebut mengandung makna. Kata terkecil itu tersebut menyiratkan adanya satuan gramatikal yang lebih besar dari morfem. (Kushartanti, 2007: 144). Sebagaimana disebutkan sebelumnya, morfem dapat berupa kata, tetapi sebuah kata dapat berwujud satu morfem atau lebih. Morfem yang sekaligus juga kata adalah morfem bebas (monomorfemis), sedangkan kata yang terdiri atas dua morfem atau lebih merupakan gabungan morfem-morfem bebas dan morfem terikat –mungkin juga gabungan morfem bebas dan morfem bebas– (polimorfemis).
Dalam pengubahan makna morfem dari kelas verba menjadi adjektiva, morfem dapat melalui proses berikut.

  1. Adjektiva deverbal.
    Beberapa morfem dapat menjadi verba dan adjektiva. Morfem sebelum menjadi verba mengalami afiksasi terlebih dahulu. Contohnya: menarik dan memalukan.
  2. Adjektiva gabungan sinonim atau antonim.
    Morfem dengan fungsi sebagai verba akan menjadi adjektiva dengan digabungkan dengan morfem yang maknanya sama atau berkebalikan. Contohnya: siap sedia dan pecah belah.
  3. Adjektiva majemuk
    Untuk membentuk adjektiva majemuk, morfem bebas berikatan dengan morfem terikat dan morfem bebas berikatan dengan sesama morfem bebas.
    Contohnya:
    Morfem terikat dan bebas: mahatahu (morfem ‘tahu’ adalah verba)
    Morfem sesama bebas: percaya diri (morfem ‘percaya’ adalah verba)
    Referensi :
    Alwi, H., Dardjowidjojo, S., Lapoliwa, H., & Moeliono, A. M. (2003). Tata bahasa baku bahasa Indonesia.
    Rumilah, S., & Cahyani, I. (2020). STRUKTUR BAHASA; Pembentukan Kata dan Morfem sebagai Proses Morfemis dan Morfofonemik dalam Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia, 8(1), 70-87.

Morfem memiliki peranan dalam pembentukan kelas kata. Dalam pengubahan kelas verba menjadi adjektiva perlu melewati proses morfologi hal ini seperti yang telah dikemukakan oleh (Chaer, 1998:25) bahwa proses morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk kata dasar melalui pembubuhan afiks, pengulangan, penggabungan, pemendekan, dan pengubahan status, dengan begitu maka dalam pembentukan berubah menjadi aktif harus melewati salah satu proses tersebut. Namun, dalam hal ini perubahan berubah menjadi adjektiva disebut sebagai adjective deverbal dan semua itu merupakan proses derivasi yakni berupa penambahan afiksasi. Sebuah kata verba untuk diubah menjadi adjektiva dapat melalui proses penurunan yakni sebuah kata harus ditransitifkan lewat penambahan sufiks derivasi -kan atau -i.

Sebagai contoh dalam kata jangkit merupakan verba dan dengan merujuk dari proses tersebut maka kita perlu menambahkan afiksasi meng- dan -i sehingga menjadi menjangkiti. Sekarang menjangkiti berubah menjadi adjektiva karena akibat proses derivasi tersebut.

Selain itu juga bisa dengan membubuhkan adverbia kualitatif. Sebagai contoh kata membantu ketika ditambahkan adverbia kualitatif menjadi saling membantu sehingga berubah menjadi adjektiva.

Referensi:
Moeliono, Anton M., dkk. 2017. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.