Designed by Canva
Jika kalian mendengar kata frasa, apa yang pertama kali terlintas? Gabungan dua kata? Pasti sudah tidak asing kan dengan istilah ini dalam bahasa. Lantas apa sih sebenarnya pengertian frasa itu? Menurut Ramlan (1987) frasa merupakan suatu satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi klausa. Hal tersebut berarti berapapun jumlah katanya, asalkan tidak melebihi fungsinya sebagai subjek/predikat/objek/pelengkap/keterangan, maka dapat disebut sebagai frasa.
Berdasarkan unsur pembentuknya, frasa dibedakan menjadi dua, yaitu frasa endosentris dan frasa eksosentris. Nah, pada artikel ini kita akan membahas mengenai frasa endosentris. Sebenarnya apa sih frasa endosentris itu? Frasa endosentris merupakan suatu frasa yang mempunyai persamaan distribusi dengan unsurnya. Satuan konstruksi frasa ini berfungsi dan berdistribusi sama dengan salah satu konstituen pembentuknya. Menurut Supriyadi (2014) frasa endosentris sendiri dibedakan menjadi empat golongan, yaitu frasa endosentris zero, frasa endosentris koordinatif, frasa endosentris atributif, dan frasa endosentris apositif.
Pertama, frasa endosentris zero. Frasa ini terdiri dari satu unsur saja yang berupa kata serta satu unsur lainnya menjadi inti. Contohnya “Fani makan cireng”. Kalimat tersebut terdiri dari tiga frasa dan masing-masing frasa terdiri atas satu kata yaitu Fani, makan, dan cireng. Masing-masing frasa tersebut juga menjadi inti dari frasa yang bersangkutan.
Kedua, frasa endosentris koordinatif. Seperti namanya (koordinatif), frasa ini terdiri atas unsur-unsur yang memiliki kedudukan setara. Kesetaraannya dapat dilihat oleh kemungkinan unsur-unsur dari frasa yang dapat dihubungkan dengan konjungsi dan atau atau. Contohnya pada frasa “baca tulis”. Frasa tersebut bisa dihubungkan dengan konjungsi dan “baca dan tulis” atau konjungsi atau “baca atau tulis”
Ketiga, frasa endosentris atributif. Frasa ini terdiri atas unsur-unsur yang tidak setara. Salah satu unsur dalam frasa ini merupakan unsur pusat dan unsur lainnya merupakan atribut (Tarmini & Sulistyawati, 2019). Oleh karena itu, unsur dalam frasa ini tidak dapat dihubungkan dengan konjungsi dan atau atau. Misalnya “ide cemerlang”. Kata ide dalam frasa tersebut meupakan unsur pusat sementara kata cemerlang menjadi pelengkapnya.
Keempat, frasa endosentris apositif. Frasa ini terdiri atas unsur-unsur yang salah satu unsurnya merupakan suatu unsur pusat dan unsur lainnya merupakan aposisi. Unsur-unsur dalam frasa ini tidak dapat dihubungkan dengan konjungsi dan atau atau serta secara semantik unsurnya sama dan saling menggantikan. Misalnya dalam kalimat “Semarang, ibu kota Jawa Tengah”. Dalam kalimat tersebut, unsur Semarang dapat menggantikan unsur ibu kota Jawa Tengah.
Jadi, setelah membaca pemaparan di atas, apakah kalian sudah mendapat gambaran mengenai frasa endosentris? Semoga sudah ya. Jangan lupa lebih memperdalam lagi mengenai frasa endosentris! Semangat.
REFERENSI
Supriyadi. (2014). Sintaksis Bahasa Indonesia. Gorontalo: UNG Press.
Tarmini, W., & Sulistyawati. (2019). Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: UHAMKA Press.