Wong Jowo Ojo Ngasi Ilang Jawane?

Belakangan ini, sering kita temukan di lingkungan kita masyarakat yang lebih menerbiasakan bahasa gaul saat ini dibandingkan dengan bahasa daerahnya. Disamping itu, Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis dan budaya memiliki perbedaan. Dengan hal ini dapat ditegaskan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa multikultural yang didiami oleh penduduk berjumlah 255,4 juta jiwa berdasarkan pada data tahun 2015. Sehingga, di setiap daerahnya memiliki ciri khas bahasanya sendiri.

Dalam kehidupan sehari-hari, dimana selalu ada nilai dan status bahasa yang tidak dapat ditinggalkan. Bahasa daerah memiliki ciri khusus yang digunakan berdasarkan kebutuhan mereka dengan kekhasan daerah mereka. Bahasa daerah digunakan sebagai alat berkomunikasi, di luar hal itu juga digunakan sebagai alat mengintegrasikan dan beradaptasi lingkungan sosial atau situasi. Bahasa adalah sarana komunikasi kepada orang lain, baik secara lisan maupun tertulis.

“Wong jowo ojo ngasi ilang jawane”, pepatah ini merupakan gambaran keadaan saat ini. Bagaimana tidak? semakin pesatnya globalisasi mampu mengubah semuanya, dimana orang yang dekat disekitar kita bisa menjadi jauh dan yang jauh pun menjadi dekat. Globalisasi adalah era terjadi perubahan waktu pengaruh budaya asing. Pada akhirnya, balita pun mampu mengikuti bahasa channel kartun asal mereka.

Selain itu, penginternasionalan mempengaruhi semua bidang kehidupan termasuk bahasa daerah di masyarakat. Menambahkan bahasa global digunakan di semua negara dunia adalah bahasa Inggris, apa lebih dari satu miliar pengguna. Dikutip dari Kompas Online artinya dalam bahasa inggris yang menjadikan bahasa inggris sebagai bahasa kedua.

Akulturasi bahasa daerah mampu menyebabkan peningkatan budaya daerah setempat hapus, bahasanya tidak lagi digunakan, sehingga mereka mengutamakan budaya daerah lain dibandingkan dengan budaya daerahnya sendiri. Itu mengarah pada budaya masyarakat menjadi semakin terisolasi atau tidak lagi menggunakannya, cara menggunakan bahasa daerah setempat walaupun anda mengerti bahasa daerah adalah identitas. Akulturasi terjadi karena tidak ada lagi solidaritas di dalam masyarakat di mana perubahan terjadi dan yang lebih kuat perubahannya adalah adanya pendatang.

Munculnya bahasa multilingual (gaul) juga mampu menyebabkan berbagai fenomena linguistik seperti bilingualisme (multibahasa) yang sering terjadi pada kelompok bahasa Minoritas. Penggunaan bahasa Indonesia lebih dominan daripada penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, bahasa daerah mudah tergusur dengan datangnya kalimat bahasa pendatang.

Berdasarkan penutur bahasa daerah di kalangan anak muda, krisis jumlah penutur sebagai tanda kepunahan. Saat ini, generasi muda hampir tidak menyadari pentingnya menjaga dan melestarikan bahasa daerah. Mereka lebih suka menggunakan bahasa Indonesia di rumah daripada bahasa daerah sehingga terjadi proses diskontinuitas di wilayah tersebut.

Secara kuantitas, jumlah pembicara bahasa daerah di nusantara ini cukup beragam. Ada bahasa daerah yang masih bisa bertahan hanya dengan jumlah penutur yang bisa melakukan itu harus menjadi bahasa minoritas. Namun, juga secara kuantitatif. Penutur asli, itu tidak selalu menunjukkan Minoritas, karena ada juga bahasa dengan jumlah penutur yang sedikit tetapi kesetiaan mereka pada bahasa cukup kuat untuk tidak goyah terancam punah (Coulmas 1997:276).

Kita tidak bisa menolak zaman yang semakin maju. Tuntutan urbanisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus mampu kita hadapi. Tidak luput pula masalah bahasa yang semakin hari semakin mengalami perubahan dengan maraknya bahasa asing, baik secara langsung maupun melalui dunia digital. Punahnya bahasa daerah tentu menjadi ancaman serius dengan maraknya bahasa asing.

Itulah sebab pentingnya pelestarian bahasa daerah, Sosialisasi dan kebijakan pemerintah sangat penting dalam hal ini. Tanpa mereka, mustahil mewujudkan semua upaya tersebut di atas. Karena tanpa sosialisasi dan pedoman atau aturan yang tegas dalam melestarikan bahasa daerah, secara tidak sadar kita telah kehilangan tradisi, budaya dan bahasa warisan nenek moyang kita. Cara yang tepat adalah menerapkan himbauan kepada masyarakat tentang pentingnya pelestarian bahasa melalui media digital dan menerapkan kebiasaan menggunakan bahasa daerah di dalam kegiatan sehari-hari.