Setiap daerah pasti memiliki makanan atau cinderamata khas yang biasa dijadikan oleh-oleh bagi wisatawan. Secara tidak langsung, oleh-oleh menjadi ciri khas suatu daerah sekaligus bisa menjadi sarana promosi daerah asalnya. Tidak terkecuali bagi Kota Semarang yang terkenal dengan berbagai makanan khasnya seperti bandeng presto, lumpia, dan wingko babat.
Wingko merupakan salah satu jenis makanan tradisional yang berasal dari Babat, Jawa Timur. Wingko babat juga berkembang di Semarang, Jawa Tengah dan lebih dikenal sebagai salah satu oleh-oleh khas Kota Semarang, Jawa Tengah. Wingko adalah makanan semi basah atau kudapan yang terbuat dari tepung ketan yang dicampur dengan parutan kelapa muda kemudian ditambahkan gula pasir. Sebagai perekat adonan biasanya digunakan santan atau kadang-kadang air biasa. Wingko babat umumnya sangat digemari oleh semua kalangan masyarakat karena memiliki cita rasa dan tekstur yang khas.
Wingko babat memiliki daya simpan dari 1 — 7 hari, tergantung dari takaran bahan yang digunakan. Sebagai makanan tradisional, wingko babat cukup terkenal. Sehingga banyak berkembang home industri yang memproduksi wingko babat. Namun kendala utama yang sering dialami adalah rendahnya daya simpan wingko yang sering disertai dengan ketengikan. Menurut Ayu (2013) “wingko adalah makanan semi basah yang mengandung kadar air sebesar 10-40%, kandungan lemak +10% berasal dari kelapa dan margarin yang digunakan dalam resep”. Oleh karena itu wingko sangat mudah mengalami oksidasi. Kandungan kadar air yang tinggi juga mempercepat pertumbuhan mikroorganisme sehingga wingko babat akan lebih cepat rusak dan tidak layak lagi untuk dijual maupun di konsumsi. Rendahnya daya simpan wingko babat menjadi masalah tersendiri bagi produsen wingko, karena dapat menurunkan keuntungan.
Wingko babat dapat dijual dalam bentuk bundar yang besar atau juga berupa kue-kue kecil yang dibungkus kertas. Kombinasi gula dan kelapa menjadikan kue ini nikmat. Wingko babat biasanya dikonsumsi sebagai hidangan selingan