Di era informasi begitu mudah diakses dan tersebar dengan mudah melalui internet dan media sosial. Namun kemudahan ini juga membuat masyarakat rentan terhadap hoaks, informasi yang salah atau menyesatkan yang sengaja disebarkan. Hoaks dapat menyebar dengan sangat cepat dan luas, mempengaruhi opini publik, bahkan memicu konflik sosial. Informasi tidak benar biasanya dikemas dengan cara yang provokatif untuk menarik perhatian publik, dan disebarkan dengan tujuan untuk menyesatkan. Hoaks dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari artikel, gambar, hingga video. Masyarakat belum memiliki literasi digital yang memadai, hingga kesulitan membedakan informasi yang benar dan hoaks, sehingga mudah terpengaruh oleh berita bohong.
Hoaks muncul dengan berbagai macam isu, salah satunya politik yang seringkali muncul menjelang atau selama periode pemilihan umum. Hoaks politik menjadi salah satu tantangan besar dalam dunia demokrasi, terutama pada masa-masa pemilihan umum. Hoaks ini sering digunakan untuk mengguncang stabilitas politik, menciptakan kebingunguan, atau mempengaruhi pemilih agar memilih calon tertentu. Hoaks pada masa politik berisi klaim-klaim tidak berdasar tentang calon atau partai politik tanpa bukti yang jelas. Dalam beberapa kasus, hoaks politik melibatkan penyebaran informasi yang merusak reputasi calon atau pihak tertentu dengan cara menghubungkan mereka dengan kelompok atau ideologi yang tidak mereka dukung. Berita hoaks biasanya muncul dalam berbentuk meme atau gambar yang menyesatkan, kemudian beredar luas di media sosial bertujuan untuk menggugah emosi publik.
Media sosial pada saat ini menjadi tempat utama penyebaran hoaks, memperburuk keadaan karena sifatnya yang sangat cepat dan viral. Hal tersebut memungkinkan informasi palsu dapat diterima tanpa verifikasi yang cukup, dapat memecah belah masyarakat, mendiskreditkan lawan politik dengan memanfaatkan isu-isu sensitif yang dapat memecah belah basis pendukung. Konten yang sensasional atau provokatif sering kali mendapat perhatian lebih, bahkan jika konten tersebut tidak benar. Masyarakat juga tidak memahami pentingnya memeriksa sumber informasi yang diterima sebelum membagikannya, sehingga hoaks dapat berkembang dengan cepat. Dalam kondisi seperti ini, pentingnya literasi digital menjadi semakin jelas. Tanpa kemampuan untuk mengenali dan memverifikasi informasi yang benar, masyarakat akan terus terperangkap dalam arus hoaks yang merusak integritas pemilu dan stabilitas sosial.
Literasi digital menjadi kunci utama untuk menghadapi tantangan informasi palsu di dunia maya. Perlunya keterlibatan berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, media, dan platform digital. Dengan pengetahuan literasi digital yang baik, masyarakat bisa belajar cara memeriksa sumber informasi, mengecek fakta, dan menggunakan situs atau aplikasi pemeriksa fakta yang terpercaya. Selain itu, pendidikan mengenai etika digital juga sangat penting. Literasi digital yang baik akan dibekali dengan kemampuan untuk berpikir kritis terhadap informasi yang datang, serta membantu mengenali perbedaan antara berita yang sah dan yang palsu. Namun tidak semua akses internet dan perangkat digital mudah didapatkan, masih banyak yang mengalami kesulitan dalam memahami teknologi digital. Hoaks menyebar cepat hingga informasi palsu bisa viral dengan sangat cepat. Banyak orang lebih percaya pada informasi yang tidak terverifikasi. Peraturan tentang hoaks masih belum jelas dan sulit diterapkan. Budaya yang suka gossip membuat kebiasaan percaya pada rumor membuat masyarakat rentan terhadap hoaks.
Perlunya pemahaman yang lebih baik mengenai literasi digital secara nyata. Dimulai dengan membangun kesadaran masyarakat itu sendiri, bagaimana memahami algoritma dan cara menghindari informasi yang mungkin menyesatkan. Pendidikan literasi digital juga perlu diterapkan untuk mengurangi polarisasi sosial yang sering kali dimanfaatkan dalam hoaks politik. Ketika masyarakat memiliki kemampuan untuk memahami berbagai sudut pandang dan mengevaluasi informasi dari berbagai sumber yang berbeda, maka akan lebih terbuka dan tidak mudah terprovokasi oleh hoaks yang dirancang untuk memecah belah. Dalam praktiknya, pemerintah dan lembaga pendidikan juga memiliki peran penting dalam meningkatkan literasi digital di kalangan masyarakat. Semua pihak harus bekerjasama agar segala sesuatu dapat berjalan berjalan dengan baik. Adanya gerakan penyuluhan dan pelatihan dari pemerintah mengenai literasi digital secara menyeluruh, terutama di kalangan pemilih pemula atau mereka yang tidak terbiasa menggunakan teknologi. Secara keseluruhan, penanganan hoaks politik sangat bergantung pada peningkatan literasi digital di masyarakat. Dengan masyarakat yang lebih teredukasi dalam hal penggunaan teknologi informasi, mereka akan lebih kritis, lebih berhati-hati dalam menerima informasi, dan dapat lebih efektif dalam memerangi hoaks politik yang merusak proses demokrasi dan stabilitas sosial.
Yogyakarta, 2025