Tradisi Suran Desa Rowo

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman, salah satunya adalah keberagaman budaya dan tradisi. Dengan keberagaman ini, Indonesia menjadi salah satu destinasi wisata utama yang menawarkan beragam objek wisata. Setiap daerah memiliki pengetahuan yang unik tentang suku dan budayanya, sehingga berwisata di Indonesia tidak hanya sebatas jalan-jalan, tetapi juga dapat memperluas pengetahuan tentang kebudayaan setempat. Membahas tradisi di Indonesia, setiap daerah pasti memiliki tradisi yang masih bertahan sejak zaman nenek moyang hingga kini. Tradisi ini dipelihara untuk memastikan kelestarian budaya di daerah tersebut tetap terjaga dengan baik dan dapat diwariskan kepada generasi berikutnya.

Jawa adalah salah satu pulau di Indonesia yang termasuk dalam Kepulauan Sunda Besar. Salah satu provinsi di pulau Jawa adalah Jawa Tengah. Masyarakat Jawa sangat erat dengan tradisi dan budayanya. Hingga saat ini, tradisi dan budaya Jawa masih berpengaruh besar terhadap tradisi dan budaya nasional, khususnya di provinsi Jawa Tengah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tradisi didefinisikan sebagai adat kebiasaan yang diwariskan dari generasi ke generasi dan masih dijalankan dalam masyarakat. Tradisi Jawa merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia yang mencakup berbagai adat istiadat, seni, dan tata cara bermasyarakat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Tradisi ini mencerminkan nilai-nilai luhur serta identitas budaya masyarakat Jawa. Setiap daerah, seperti Jawa Tengah, biasanya memiliki tradisi dan budaya yang beragam dan khas.

Hingga saat ini, Masyarakat Jawa masih sangat kental dengan kearifan lokal dan tradisinya. Tak hanya untuk kepentingan lokasl, tetapi juga untuk kepentingan religiusnya. Salah satunya yaitu tradisi Suran yang berasal dari istilah “suro”, tradisi ini telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia, terutama di Jawa, berasal dari kata Arab 'asyura yang berarti ikatan (merujuk pada tanggal 10 bulan suro). Istilah ini kemudian dijadikan sebagai bulan pertama dalam kalender Jawa. Dalam Islam, suro dipahami oleh sebagian besar umat sebagai bulan Muharam. Tradisi Suran yang diwariskan dari generasi ke generasi masih dipraktikkan oleh masyarakat Jawa hingga saat ini. Tradisi Suran sudah mengakar di seluruh lapisan masyarakat Jawa tanpa mengenal golongan atas ataupun golongan bawah yang lama-kelamaan semakin menguat dan berkembang dalam berbagai bentuk. Suran diadakan setiap tanggal satu Suro atau satu Muharam. Tradisi malam satu Suro fokus pada ketenangan batin dan keselamatan. Oleh karena itu, malam satu Suro biasanya diisi dengan ritual pembacaan doa oleh semua umat yang hadir untuk mendapatkan berkah dan mencegah bahaya.

Di Jawa Tengah tepatnya di Kabupaten Kebumen, tradisi Suran ini masih dilaksanakan rutin. Desa Rowo, yang terletak di ujung timur Kecamatan Mirit, berbatasan dengan Kabupaten Purworejo dan Samudra atau dikenal sebagai Laut Selatan, terkenal dengan ombak besarnya terutama saat pasang. Pantai di desa ini masih alami, terjaga, dan bersih. Gundukan pasir di tepi pantai juga dipertahankan dengan baik dan kini sudah ditumbuhi ribuan pohon cemara. Salah satu tradisi unik masyarakat setempat adalah sedekah laut (Suran) yang diadakan oleh para nelayan pada hari Selasa atau Jumat Kliwon di awal bulan Asyura, sebagai ungkapan syukur atas hasil laut yang didapat selama setahun dan permohonan keselamatan saat melaut. Di desa Rowo, prosesi upacara adat sedekah laut ini diawali dengan pelarungan sesajen. Pelarungan sesajen ini dilakukan oleh para nelayan dengan melarungkan julen yang berisi sesaji ke tengah laut selatan. Sebelum julen dilarung ke laut, para sesepuh melakukan ritual doa terlebih dahulu dimulai dari rumah Kepala Desa Rowo hingga ke bibir pantai selatan. Para nelayan melarungkan sesaji berisi satu ekor kambing kendit, ingkung bebek dan ayam jago, hasil bumi berupa polo pendem dan polo gantung serta bunga tujuh rupa. Aneka kelengkapan sesajen lain yang disiapkan adalah kepala kambing yang sudah dibungkus dengan kain putih (mori), bunga setaman, kelengkapan geman (pakaian) dan alat kecantikan wanita, tujuh rupa buah, tujuh rupa pisang, serta tumpeng. Pemilihan perlengkapan itu berdasarkan keyakinan terhadap suatu hal yang disukai oleh Ratu Kidul. Masyarakat mempercayai bahwa Ratu Kidul sebagai perantara Tuhan sebagai penjaga laut selatan. Pelarungan ini lengkap dengan ageman atau pakaian mulai dari ageman batik, tusuk konde hingga alat kecantikan untuk bersolek. Hal ini dikarenakan bahwa Ratu Kidul diibaratkan sebagai putri Kerajaan atau putri keraton pada umumnya. Proses larungan ini dilakukan oleh nelayan dan keluarganya di tengah laut selatan. Para keluarga nelayan melakukan arak-arakan sesajen dari desa menuju Sungai Wawar, yaitu Sungai yang menjadi akses untuk menuju ke laut. Setelah itu, puluhan perahu nelayan akan beriringan ke laut untuk melarung sesajen tersebut (Khotib, Camat Mirit).

Acara ini disambut dengan antusias oleh warga setempat hingga banyak warga luar daerah yang datang menyaksikannya. Setelah prosesi adat pelarungan selesai, kemudian dilakukan acara lanjutan yaitu kenduren dilanjutkan hiburan orgen tunggal. Pada siang hari hingga sore hari hiburan yang disajikan berupa Kesenian Jaran Kepang dari Menganti yang ditonton ratusan warga. Sedangkan pada malam hari, penonton disajikan hiburan berupa Pagelaran Wayang Kulit Ki Dalang Samingun Anggit Purwoko dari Ambal dengan Lakon Wahyu Katentreman semalam suntuk. Setelah acara pelarungan itu dilaksanakan, ada juga acara lanjutan.

Jawa merupakan daerah yang masih sangat kental akan adat dan tradisinya. Tak hanya untuk kepentingan manusia dengan manusia, namun orang Jawa sangat identik dengan budaya religiusitas yang dibalut dengan kearifan lokal. Tradisi berupa ritual di bulan Suro ini menggambarkan tentang hubungan manusia dengan alam, rasa syukur, dan tindakan spiritual masyarakat Jawa. Maka dari itu, ritual malam satu suri ini merupakan sebuah upaya untuk menjaga tradisi akan tetap lestari. Tentu menjadi bagian tanggung jawab kita bersama untuk nguri-uri budaya bangsa di tengah berbagai kemajuan dan kekinian.

Artikel ini menunjukkan bahwa di Pulau Jawa masih kental dengan tradisi-tradisi adatnya. Tradisi Suran yang masih dilaksanakan hingga saat ini merupakan sebuah wujud pelestarian budaya dan adat istiadat di Indonesia. Dalam acara ini terdapat nilai-nilai kehidupan dalam bersosialisasi bagi masyarakat seperti silahturahmi dan gotong royong. Suran ini menjadi salah satu icon wisata budaya yang banyak menarik perhatian masyarakat luar daerah. Runtutan upacara adat yang dilakukan mengandung filosofi tersendiri bagi masyarakat desa Rowo. Pelestarian tradisi secara turun-temurun ini dilakukan guna menunjukkan rasa syukur para nelayan kepada Allah SWT. terkait hasil laut yang diperoleh sebagai matapencaharian mereka melalui perantara Nyi Roro Kidul. Kepercayaan masyarakat ini telah menjadi ciri khas masyarakat pesisir Pantai Selatan sejak dulu hingga sekarang, meskipun sudah melalui perkembangan zaman yang sangat pesat. Dilihat dari sudut pandang masyarakat Jawa terkait tradisi Suran ini secara keseluruhan berpendapat tradisi Suran ini adalah warisan leluhur pada masyarakat Desa Rowo yang mempunyai nilai-nilai tersendiri setiap pelaksanaannya, oleh karena itu tradisi ini harus dipertahankan serta diajarkan oleh generasi selanjutnya, karena tradisi Suran ini merupakan suatu identitas suatu suku yang tidak bisa dipisahkan. Maka, sudah selayaknya tetap dipertahankan untuk melestarikan budaya yang ada di Indonesia.