Tradisi Nyadran

Ada banyak tradisi yang ada di Indonesia, khususnya Pulau Jawa. Tradisi adalah kegiatan yang dilaksanakan secara berulang-ulang dengan cara yang sama. Di sini saya akan membahas sedikit mengenai salah satu tradisi di Pulau Jawa, yaitu tradisi nyadran. Sebelum kita mengenal lebih lanjut tentang tradisi nyadran, apakah teman-teman pernah mendengar tradisi nyadran? Apa itu tradisi nyadran?
Menurut Bapak Parjana tradisi nyadran atau biasa disebut dengan sadranan adalah tradisi yang dilakukan untuk mengirim doa pada leluhur yang sudah meninggal dunia sebagai ucapan rasa syukur. Tradisi ini dilakukan oleh orang jawa pada bulan Sya`ban atau Ruwah. Tidak hanya nyadran atau sadranan, tradisi ini juga sering disebut dengan ruwahan, karena dilakukan pada bulan ruwah.
Selain untuk mendoakan leluhur yang sudah meninggal dunia, tradisi nyadran juga mempunyai makna untuk mengingatkan diri kita sebagai manusia agar senantiasa ingat pada kematian yang suatu saat pasti akan terjadi. Tak hanya itu, tradisi ini juga mempunyai makna menjaga kerukunan dan mempererat tali persaudaraan.
Mengapa tradisi nyadran mempunyai makna menjaga kerukunan dan mempererat tali persaudaraan? Mari kita simak apa saja rangkaian kegiatan yang dilakukan pada tradisi nyadran. Menurut Bapak Parjana tradisi ini ada beberapa perbedaan tiap daerahnya. Di sini saya akan memberikan penjelasan tradisi nyadran yang ada di wilayah Kabupaten Bantul, yang terdiri dari beberapa kegiatan, yang pertama adalah membersihkan makam leluhur atau biasa disebut dengan besuk. Nah, dalam kegiatan ini tentunya akan dilakukan secara bersama antar anggota keluarga. Selanjutnya setelah besuk, masyarakat biasanya melakukan kegiatan kenduri ruwahan. Kenduri ruwahan dilakukan oleh masyarakat dalam suatu daerah kecil dimana orang bersama sama membawa makanan kenduri dari rumah masing-masing lalu berkumpul di suatu tempat. Saat kegiatan kenduri, nasi kenduri yang dibawa dari rumah masing-masing dikumpulkan di depan atau tengah tengah karena akan dilakukan doa bersama yang dipimpin oleh kaum rohis dusun atau pemuka agama setempat. Makna dari nasi kenduri yang dikumpulkan dan diletakkan di depan adalah agar nasi tersebut mendapat berkah atas doa yang dibacakan oleh pemuka agama setempat. Seusainya doa bersama, orang-orang akan makan bersama atau biasa disebut dengan kemul bujono. Makanan yang dimakan bersama-sama adalah makanan yang dibawa oleh beberapa orang yang mampu menyumbangkannya sebagai makanan untuk dimakan bersama-sama. Makanan itu biasanya berupa nasi uduk dan pelengkapnya serta ayam ingkung. Sedangkan nasi kenduri yang dibawa dari rumah masing-masing tadi ditukar-tukar dengan milik orang lain dan dibawa pulang ke rumah masing-masing.