Tradisi " Berebut Lawang " di Belitung

                            Berebut Lawang
                       Oleh : Stefani Dwi Putri 

Berebut lawang merupakan tradisi yang ada di Gawai penganten pada proses pernikahan adat melayu di Belitung . Gawai penganten adalah acara pernikahan atau pesta pernikahan , namun bahasa daerah belitung disebut dengan kata “ Gawai penganten ’’ .
Berebut Lawang merupakan suatu kegiatan yang berbalas pantun dalam proses perkawinan , baik dari pihak laki – laki dan pihak perempuan . masing – masing mempelai telah menyiapkan jagoan pantunnya , masing – masing perwakilan akan menunjukkan kehebatannya dalam berpantun dan kegiatan ini juga menjadi hiburan untuk para tamu undangan . Berebut Lawang dimulai ketika mempelai laki – laki telah datang di rumah mempelai wanita , lalu mempelai laki – laki akan dihadang dengan seutas tali sampai pertarungan berbalas pantun selesai di tiga lawang ( pintu ) yang telah di siapkan oleh pihak mempelai wanita .

Pada gambar merupakan suatu proses pada saat pihak mempelai laki – laki sampai dirumah mempelai perempuan . pada saat inilah kegiatan berebut lawang dimulai, Kegitatan dimulai melalui 3 lawang saat pengantin pria ingin memasuki rumah pengantin perempuan. Masing-masing pintu di dalam berebut lawang ada nilai uangnya yang dinamakan “ Uang Perayu’’
Uang ini hanya sebagai syarat agar diberikan izin melewati pos – pos tersebut , uang yang diberikan tidak menjadi milik pengantin wanita hanya saja digunakan untuk membantu kelancaran jalannya pernikahan . maksud uang tersebut adalah misalnya pintu pertama biasanya bernilai Rp. 20.000,00 ini di peruntukkan buat tukang tanak nasi, pintu kedua Rp. 30.000,00 ini di peruntukkan buat mak panggung atau tukang masak, sedangkan pintu ke tiga Rp. 50.000,00 buat mak inang atau tukang rias. pantun dan uang tersebut nantinya akan diberikan kepada Kepala Gawai ( ketua panitia dari hajatan perkawinan). Pada Lawang Pertama mempelai laki – laki melanturkan pantun berisi ucapan salam pada pemilik rumah , lanjut di Lawang Kedua, atau disebut dengan Lawang Panggong yang bermakna bahwa penganti laki-laki selain harus memberi nafkah juga harus bisa menjadi imam bagi istri dan anaknya, selanjutnya Lawang Ketiga yang dinamakan lawang Mak Inang ( Pintu bagi orang yang merias pengantin) yang bermakna bahwa pengantin laki-laki selain harus mampu memberi nafkah, menjadi imam dan pemimpin juga harus bisa merias istri dan anaknya nanti salah satunya bisa memberikan pakaian yang layak. Setelah selesai di lawang ketiga ini barulah pengantin pria untuk pertama kalinya bisa bertemu dan melihat pengantin perempuan . Sama seperti di lawang-lawang sebelumnya pengantin pria harus memberikan sejumlah uang sesuai hasil kesepakatan dari berbalas pantun dan uangnya nanti akan diberikan kepada Mak Inang. Setelah Berebut Lawang selesai barulah kemudian pengantin laki-laki dan perempuan duduk bersanding di pelaminan yang dilanjutkan dengan doa pengantin dehingga selesai. Dan prosesi terakhirnya adalah penyerahan barang hantaran yang dibawa oleh pihak keluarga laki-laki kepada pihak perempuan .