Toeti Heraty dalam Kepenulisannya

817be2b9e6571a52756accf7ff0e2496

(Sumber : pin.it/OgH8P7a)

Penulisan kreatif merupakan proses penulisan yang memerlukan banyak perhatian. Proses kreatif sangat bergantung pada faktor ekternal dan internal setiap penulis. Setiap pengarang pasti melalui proses ini dalam pernciptaan sebuah karya. Menurut Eneste (1984) proses kreatif seorang pengarang dalah serangkaian proses yang dimulai dari munculnya dorongan pertama untuk menulis, pengedepankan ide. Penggarapannya, sampai pada terciptanya sebuah karya sastra yang utuh dan siap untuk dipublikasi. Proses kreatif bersifat individual, maka dari itu setiap penulis dakan menghadapi tantangan yang berbeda-beda. Karya sastra yang dihasilkan oleh setiap penulis akan memiliki ciri khasnya masing-masing. Proses kreatif merupakan asal mula dari sebuah karya sastra. Kualitas dari sebuah karya bergantung dengan penulisnya, hal tersebut menunjukan bahwa penulis dan karyanya menupakan satu kesatuan yang terikat. Seorang penulis memiliki pengalaman masing-masing dalam menemukan proses kreatifnya. Proses penulisan kreatif tidak setra merta muncul begitu saja, pasti melalui proses yang panjang. Biasanya dilatarbelakangi oleh pengalaman hidup di masa kecil, di sekolah, maupun di lingkungan pergaulannya. Proses ini akan menciptakan emosional dan pemikiran yang berbeda terhadap setiap penulisnya.

Seperti halnya yang dilakukan oleh sastrawati Toeti Heraty, menurut beliau sikap dasar seni adalah rasa empati. Empati merupakan suatu rasa yang meleburkan rasa kasih dan menimbilkan perasaan tersentuh. Perasaan itu menun jang terciptanya objek panduan hasil beberapa kerangka persepsi. Sikap dasar inilah yang merupakan perwujudan diri dalam rasa empati. Ibu Toeti memposisikan dirinya bukan sebagai pelaku, namun sebagai pengamat yang berdiri di pinggir arus kehidupan, mengamati, dan menganalisa hal yang terjadi dikehidupan sekitarnya. Melalui kenyamanan beliau pada posisi marjinal tersebut lahirlah catatan-catatan hasil pengamatan yang selama ini dilakukan. Muncullah proses penulisan dengan sifat yang berbeda, ada yang berbentuk makalah, ceritan, hingga sebuah sajak puisi.

Peran marjinal yang beliau ambil dalam hidupnya ternyata berpengaruh besar pada hidupnya. Selama masa sekolah Ibu Toeti selalu berada diposisi marjinal, atau yang bisa kita sebut sebagai figuran. Beliau merasa tidak cocok dengan pergaulan disekolahnya maupun di lingkingan bermainnya. Hal tersebut mengakibatkan beliau lebih nyaman dengan buku-buku. daripada bermain beliau lebih tertarik menyelam dalam luasnya pengetahuan.

Dorongan untuk menulis muncul secara spontan, tidak beralasan namun, seolah-olah ide itu harus dituangkan dalam tulisan. Pada tahun 1966-1971 beliau berorientasi secara total dan berkontribusi dalam berbagai bidang. Pada rentan waktu itu tercipta berbagai sajak-sajak. Namun setelahnya beliau memutuskan berhenti dengan segala rutinitas dan fokus pada kegiatan menulisnya. Bu Toeti merasa dalam masa kemapanan akan timbul keresahan dan ambisi untuk mencari tantangan baru. Melalui keresan, timbul keinginan untuk menciptakan sesuatu. Muncul kepekaan pada lingkungan sekitar yang turut mambantu penciptaan emosi dan empati yang nantinya menjadi pendukung penciptaan gagasan baru. Empati dan emosi tidak datang dengan sendirinya contoh, rasa sepi, sedih, kehilangan, bahagia, adan amarah. Keterbukaan dan kepekaan akan menjadi media dalam menyalurkan emosi-emosi tersebut.

Pada proses penyusunannya gagasan yang muncul dituangkan dalam esai atau makalah. Beliau menuturkan bahwa esai dan makalahnya akan mengecewakan untuk dibaca. Hal itu terjadi karena beliau merasa kurang berbakat dalam memaparkan sebuah gagasan dengan teori-teorinya. Sajak-sajak pendek dirasa lebih sesuaiu dengan dirinya. Menulis sajak menurutnya bagai menuliskan kesan-kesan.

1 Like