Teori Formalisme, Teori yang Gimana, Sih?

Berbicara tentang bahasa, kita tidak dapat melewatkan dengan apa yang disebut semantik.

Semantik, sebagai salah satu bagian dari linguistik adalah sebuah studi yang mengkaji mengenai makna bahasa. Sama seperti yang dituturkan oleh Palmer, 1981, “Semantics is the technical term used to refer the study of meaning, and since meaning is a part of language, semantics is a part of linguistics.” Atau dalam bahasa Indonesia yaitu, “Semantik adalah istilah teknis yang digunakan untuk merujuk pada studi tentang makna, dan apabila makna adalah bagian dari bahasa, maka semantik juga bagian dari linguistik”. Selaras dengan penuturan Palmer tersebut, Chaer (1989:60) mengemukakan bahwa semantik membahas tentang korelasi antara kata dengan pemikiran atau maksud dari kata tersebut, serta benda atau hal-hal yang dimaksudkan oleh makna tersebut yang tidak berada di dalam bahasa. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa apa yang kita bicarakan di awal tadi tervalidasi kebenarannya, yaitu, semantik merupakan bagian dari linguistik yang mengkaji tentang makna.

Setelah mengetahui apa yang dimaksud dengan semantik, selanjutnya adalah hal yang dikaji di dalamnya yaitu makna. Makna merupakan salah satu bidang kajian yang dipelajari dalam ilmu semantik. Kemudian, makna menurut Kridalaksana (2001: 1993) ialah maksud dari sebuah pembicaraan, pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman pendapat, serta aktivitas manusia maupun kelompok. Sederhananya, makna adalah sesuatu yang ingin disampaikan oleh seseorang kepada seseorang lain melalui pembicaraan atau aktivitas hubungan antar manusia. Dengan pengertian tersebut, makna sebuah kata bergantung pada bagaimana aktivitas manusia bekerja. Contohnya pada kata meja hijau. Seseorang menyebut meja hijau ketika ia melihat sebuah meja yang berwarna hijau. Namun, seseorang yang lain dapat pula menyebut meja hijau apabila ia ingin menggambarkan mengenai pengadilan.

Sebagaimana bidang studi pada keilmuan lainnya. Teori semantik tentang makna dibangun oleh empat sub-materi dan salah satunya adalah teori pemakaian makna. Teori pemakaian makna dalam semantik atau biasa disebut dengan teori formalisme adalah teori yang beranggapan bahwa kata tidak mungkin dipakai dan bermakna untuk segala konteks karena konteks selalu berubah. Teori yang dikembangkan oleh Wittgenstein ini dapat diartikan bahwa tidak setiap kata memiliki makna dan kata yang sudah dipastikan memiliki makna terpengaruh pada konteks yang sedang digunakan. Hal ini selaras dengan yang telah dituliskan di awal bahwa makna dipengaruhi oleh pembicaraan dan kegiatan manusia. Lebih lanjut mengenai prinsip formalisme, menurut istilah Saussure, bahasa memiliki dua tanda, di antaranya adalah signifier (penanda) dan signifie (petanda). Penanda mempunyai aspek tidak tetap dan memunculkan rantai diakronis yang berarti berkiblat pada hubungan kata yang linear dan runtut pada sebuah ucapan. (Eagleton, 1986:96). Pendapat ini menjadi landasan tambahan mengenai bagaimana teori formalisme ini bekerja. Salah satu teori yang tumbuh karena pengaruh new critism ini menekankan pada bentuk sebuah bahasa, mengambil kata form dari namanya yaitu formalisme. Buntut dari berpedoman pada sebuah bentuk bahasa ini adalah teori formalisme terkesan bersifat subjektif serta fokus perhatian teori formalisme ada pada makna konotasi, bukanlah pada makna denotasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna konotasi adalah makna yang berlandaskan pada tautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata. Dengan penjelasan tersebut, prinsip formalisme dapat digunakan ketika membedah sebuah rangkaian kata melalui pemahaman mengenai seluk beluk konteks ketika bahasa diucapkan untuk dapat menghasilkan sebuah makna.

Mempelajari semantik terutama kaitannya mengenai makna ialah penting bagi hidup karena aktivitas hubungan antar manusia tidak dapat terlepaskan dari penggunaan bahasa yang menyimpulkan sebuah makna. Kata seperti, “hai”, “apa kabar?”, “minta tolong” adalah bagian dari bahasa yang merupakan jembatan utama dalam aktivitas penghubung antara manusia lain dengan manusia yang lainnya. Tak semudah pengucapannya, banyak sekali faktor yang dapat merujuk bahasa pada sebuah makna. Dengan kata lain, menerjemahkan sesuatu yang diucapkan adalah hal yang lebih rumit apabila dibandingkan dengan mengucapkannya. Dan pada akhirnya, semantik hadir untuk mengungkap lebih dalam tentang apa yang terselip dari sebuah tulisan atau bahkan yang tersimpan dari sebuah ucapan.

Referensi:
Alwi, Hasan dkk. (Ed.). 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer, A. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Palmer, F.R. 1981. Semantics. London: Cambridge University Press.
Suwandi, Sarwiji. 2022. Semantik: Pengantar Kajian Makna. Yogyakarta: Media Perkasa.