sumber gambar: kompas.com
Cerpen dapat dikategorikan sebagai salah satu jenis karya fiksi. Menurut Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya yang berjudul “Teori Pengkajian Fiksi”, sebuah karya fiksi dapat dianalisis berdasarkan tema, alur, tokoh, latar dan sudut pandang. Dalam hal ini, kami menganalisis cerpen berjudul “Mata Celurit” yang ditulis oleh Muna Masyari dan diterbitkan di koran Kompas pada 27 Oktober 2024.
Mata Celurit adalah cerpen dari sudut pandang “kamu” yang bercerita mengenai pencatutan jabatan kepala desa. Kisah dimulai dari pesta kemenangan Dahlan menjadi kepala desa, diikuti isu tentang kecurangan suara. Kemudian “kamu” yang baru saja kembali ke desa, mendengar rumor bahwa langgar yang menempati tanah desa atau percaton kalebun akan dirobohkan. Lantaran Ke Ta’lab yang sebelumnya digunakan sebagai mata celurit, justru mendukung Samsul demi memutus rantai dinasti kekuasaan. Pada akhirnya, cerpen ditutup dengan adegan Ke Ta’lab yang kian ringkih setelah menerima kekalahan. Dari cuplikan sinopsis tersebut, diharapkan dapat memberikan sedikit gambaran mengenai cerpen “Mata Celurit” pada pembaca. Selanjutnya, kami akan menganalisis cerpen “Mata Celurit” dari tiap poin-poin tersebut.
Tema
Analisis pertama terkait dengan tema cerpen “Mata Celurit” yang bisa dikatakan sebagai tema non tradisional, karena pada akhirnya antagonis, atau rival dari protagonis menang dan mendapatkan jabatan kepala desa. Kemudian dari segi tingkatan tema menurut Shipley, cerpen “Mata Celurit” dapat dikategorikan sebagai tingkat sosial dan egoik. Tingkat sosial, atau bisa dibilang sebagai man as socious pada cerpen ini, mengangkat masalah isu sosial yang berkaitan dengan politik pemilihan kepala desa, dan berfokus pada Dahlan serta Ke Ta’lab yang mendukung Samsul.
Kemudian dari segi tingkat egoik atau man as individualism. Di mana manusia adalah makhluk yang senantiasa “menuntut” pengakuan atas hak individualitasnya. Dalam hal ini, Dahlan beserta keluarganya sangat menggambarkan keegoisan, keserakahan, serta nafsu akan jabatan dan uang adalah sifat yang mendominasi sebagian besar alur dalam cerpen. Namun di sisi lain, Ke Ta’lab adalah sosok yang mencerminkan keberanian serta perlawanan. Walau pada akhirnya seperti banyak contoh di dunia nyata, hal itu masih berakhir dengan kegagalan, ketika sosok kecil melawan tokoh terkemuka yang sudah lama menjabat secara turun-temurun.
Lalu yang terakhir adalah dari kategori tema mayor dan minor. Tema mayor, atau tema utama dalam cerpen ini adalah tentang sisi gelap demokrasi yang berkaitan dengan pencatutan jabatan, penyelewengan dana desa, sogok-menyogok, pembelian suara serta masih banyak lagi. Hal ini tercermin dari perbuatan Dahlan beserta ayahnya yang menginginkan kekuasaan dengan menghalalkan segala macam cara, demi memenangkan jabatan kepala desa. Sedangkan tema minor cerpen ini, berkaitan dengan pencatutan jabatan, serta jabatan kepala desa yang justru menjadi turun-temurun bukannya pemilihan adil melalui pemilu, atau dalam cerpen disebut sebagai “rantai dinasti kekuasaan”.
Pemplotan
Berikutnya mengenai plot atau alur cerita. Cerpen “Mata Celurit” memiliki cerita dengan plot sorot balik dengan langsung menyuguhkan konflik isu pengosongan tanah pada malam pesta kemenangan. Konflik tersebut langsung disodorkan secara gamblang, seolah pembaca ditarik dalam sebuah pusaran yang membingungkan. Kemudian penjelasan atas suatu konflik tersebut diungkapkan pada adegan selanjutnya, yaitu percakapan antara Ayah dan “kamu”. Setelah pembaca mempertanyakan apa yang terjadi pada cerita tersebut, maka terjadi sebuah pembalikan cerita terkait kenangan masa kecil tokoh “kamu”, lantas ditutup dengan kembali ke masa sekarang.
Di sisi lain, cerpen ini tidak hanya menjelaskan perjalanan hidup suatu tokoh saja, namun juga memiliki subplot untuk memperjelas suatu jalannya cerita yang menjabarkan kehidupan Dahlan, Ke Ta’lab, dan “kamu”. Juga selain itu, dua paragraf pertama dapat dianggap sebagai plot yang bersifat longgar pada awal cerita. Tapi secara keseluruhan, cerpen ini memiliki plot yang padat, karena pembaca akan terus digelitik oleh rasa ingin tahu yang besar, dan merasa kehilangan informasi apabila tidak membacanya secara menyeluruh. Sehingga plot tersebut bisa dikatakan tetap menyenangkan untuk diikuti dari awal hingga akhir.
Penokohan
Kemudian untuk poin penokohan, pembedaan tokoh membahas tentang banyak hal. Dari segi peran terdapat dua hal, yaitu tokoh utama diperankan oleh “kamu”, dan tokoh tambahan diperankan oleh Dahlan, Samsul, Ke Ta’lab, ayah dari tokoh “kamu”, Ayah Dahlan serta Mat Tanjar. Dari segi fungsi penampil tokoh ada dua macam, yaitu tokoh protagonis seperti “kamu”, Samsul, Ke Ta’lab, dan tokoh antagonis seperti Dahlan, Ayah Dahlan, dan Mat Tanjar.
Dari segi perwatakan ada dua, yaitu tokoh sederhana seperti ayah dari tokoh “kamu” dan Samsul, serta tokoh bulat seperti “kamu”. Dari segi berkembang atau tidaknya perwatakan ada dua macam, yaitu tokoh statis seperti Ayah Dahlan dan tokoh berkembang seperti Dahlan. Kemudian dari segi pencerminan, terdapat tokoh tipikal seperti Ke Ta’lab.
Cerpen ini menggunakan dua teknik pelukisan tokoh, yakni dengan menggunakan teknik ekspositori dan teknik dramatik. Teknik ekspositori adalah teknik penggambaran tokoh secara langsung melalui deskripsi, maupun uraian yang jelas mengenai tingkah-laku tokoh. Sedangkan untuk teknik dramatik adalah penggambaran secara tidak langsung di mana pembaca menafsirkan sendiri karakter tokoh.
Pelataran
Poin keempat membahas tentang latar dalam cerita. Pada cerpen ini, latar berada di sebuah desa yang kaya akan nilai-nilai religius, tradisi dan politik lokal. Tempat-tempat seperti langgar, lapangan, dan rumah Dahlan menggambarkan aspek kehidupan sosial masyarakat, mulai dari pendidikan agama hingga aktivitas masyarakat desa. Latar waktu meliputi pagi hari, kenangan masa kecil, dan pemilihan kepala desa sebagai inti konflik cerita. Dari segi sosial, cerpen ini menunjukkan betapa eratnya kehidupan religius dengan tradisi, dominasi dinasti yang berkuasa dalam politik lokal, serta konflik nilai dalam mempertahankan tradisi. Kombinasi latar ini mencerminkan kompleksitas hubungan masyarakat desa di tengah pergulatan budaya dan politik.
Penyudutpandangan
Selanjutnya, sudut pandang yang digunakan dalam cerpen “Mata Celurit” adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu dan sudut pandang campuran. Hal ini ditandai dengan penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu untuk memberikan informasi yang jelas dan menyeluruh tentang situasi dan perasaan tokoh, yang ditunjukkan dengan menyebutkan nama tokoh secara langsung. Namun di sisi lain, sudut pandang juga diwakilkan yang disebut oleh penulis sebagai “kamu”.
Berdasarkan pemaparan di atas, kami dapat menyimpulkan bahwa cerpen “Mata Celurit” karya Muna Masyari ini membahas mengenai politik yang dalam, tentang seberapa buta seseorang terhadap kekuasaan. Cerpen ditulis dengan jelas serta mudah dipahami, memiliki alur kompak, tema yang menarik, sekaligus sangat direkomendasikan untuk dibaca oleh khalayak umum sebagai wawasan mengenai politik dalam negeri. Karena sebenarnya, “Mata Celurit” tidak hanya bisa dianggap sebagai cerpen, namun juga sebuah kritik terhadap situasi politik di Indonesia. Dengan begitu, tulisan kami diharapkan dapat mengedukasi pembaca lebih lanjut mengenai cerpen “Mata Celurit” yang telah kami telaah secara mendalam, berdasarkan referensi dari buku Burhan Nurgiyantoro.
Referensi
- Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
- Masyari, Muna. 2024. Cerpen “Mata Celurit”. Madura: Koran Kompas.
Penulis: Izzah, Zaky, Hafidz, Tasya, Devita dan Ipo