Tasaro GK: Peran Sastra dalam Toleransi Antar Umat Beragama

TASARO GK: PERAN SASTRA DALAM TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA


Foto dokumen pribadi: Buku Tasaro GK

Indonesia tumbuh dengan komitmen menerima perbedaan, berlandaskan pada keanekaragaman suku, budaya, dan ras mendorong Indonesia untuk toleransi antar sesama. Setiap elemen masyarakat dituntut untuk turut ambil andil dalam memberikan pendidikan nilai-nilai toleransi antar kelompok masyarakat pada generasi penerus bangsa. Sayangnya, implementasi nilai toleransi nampak cukup sukar di tengah masyarakat yang memiliki keberagaman mencolok. Dapat kita lihat dalam beberapa dekade terakhir konflik yang dilandaskan penolakan penerimaan suatu golongan tertentu atau intoleransi kerap terjadi.

Tasaro GK mencoba memberi pendekatan baru melalui karya sastra sebagai referensi untuk memahami toleransi. Harapannya, dengan memahami toleransi maka akan mudah dalam mengimplementasikannya. Menurut Tasaro, toleransi dapat dicapai dengan ideal bila kita memahami terlebih dahulu bagaimana bentuk perbedaan itu sendiri. Dimulai dari memahami bentuk-bentuk perbedaan yang ada, kemudian mengidentifikasi batasan-batasan antar perbedaaan tersebut. Batasan-batasan tersebutlah yang nantinya dapat digunakan sebagai pedoman untuk memahami hal apa saja yang dapat kita campuri dan hal apa saja yang tidak bisa kita campuri.

Implementasi wujud nilai toleransi antar umat beragama yang dilakukan Tasaro nampak dalam beberapa novel garapannya seperti seri novel tetralogi bertajuk biografi Muhammad yang menguraikan bagaimana agama lain memandang sosok nabi Muhammad. Selain itu, seri novel tetralogi berjudul Al-Masih yang berkisah tentang seorang kristian berkebangsaan Italia dan seorang muslim dari suku Jawa saling bertukar pikiran tentang Al-Masih. Tetralogi ini menunjukan bagaimana dua agama besar memandang Isa Al Masih.

Keputusan Tasaro untuk menulis kisa nabi dengan perspektif beberapa agama terbilang tindakan yang cukup berani. Dalam buku Muhammad Penggenggam hujan beliau menyadari akan banyak orang yang menentang karyanya karena dinilai “kurang etis” hal tersebut diakui membuatnya deg-degan. Selain itu, beliau pun kerap kali diingatkan oleh orang-orang sekitarnya untuk mempertimbangkan keputusannya itu. Namun Tasaro menegaskan bahwa karyanya tersebut ditulis dengan maksud baik sebagai wujud toleransi dan memberi wawasan bagi umat beragama bahwa tokoh-tokoh keagamaan memiliki “versi lain” dari perspektif agama yang berbeda.

Keseriusan Tasaro dalam menyajikan novel keagamaan dari perspektif beberapa agama ditunjukkannya melalui riset mendalam yang beliau lakukan untuk sampai pada pemahaman akidah masing-masing agama. Tasaro menjelaskan riset yang dilakukannya sampai memakan waktu kurang lebih sepuluh tahun dengan membaca banyak literatur terkait. Proses penulisan karya sastranya pun juga memakan waktu yang cukup lama.

Keadilan dalam Penyajian

Penyajian kisah dalam kedua tetralogi karya Tasaro GK berjudul Muhammad dan Al-masih sangat menarik. Tasaro tidak hanya memaparkan kisah asli tokoh, namun juga menambahkan kisah fiktif yang mendukung penyampaian pesan-pesan kehidupan. Cerita fiktif ini juga berperan penting terhadap pemahaman pembaca untuk mengetahui bagaimana kondisi sosial, politik, dan ekonomi di zaman tokoh keagamaan tersebut hidup. Variasi ini bisa dikatakan sangat beresiko menguba kisah asli tokoh keagamaan. Untuk menghindari hal tersebut, contohnya pada tetralogi berjudul Muhammad, Tasaro di awal novel memisahkan dengan tegas kisah asli dan fiktif menjadi dua jalan cerita berbeda, kemudian dikerucutkan menjadi saling berkesinambungan di novel-novel berikutnya.

Sudut pandang masing-masing agama dijabarkan dengan rinci dan jelas, namun secara porsi sudut pandang agama Islam lebih dominan. Meskipun demikian, Tasaro tidak menunjukan keberpihakan pada keyakinannya. Tasaro berperilaku adil dengan tidak mengunggul-unggulkan sudut pandang agamanya dan mengabaikan sudut pandang agama lain. Tasaro juga tidak menghilangkan poin penting dari sudut pandang agama lain meskipun poin tersebut tidak dianggap benar di sudut pandang agamanya. Contohnya di tetralogi berjudul Al-Masih pada poin penyaliban Yesus Kristus.

Keadilan dalam penyajian inilah bukti konkrit penerapan toleransi antar umat beragama. Dengan menyajikan keseluruhan cerita masing masing agama menunjukan nilai menghargai batasan-batasan antar umat beragama. Sedangkan ketidak berpihakan penulis menunjukan nilai saling menghargai kehadiran antar umat beragama.

Sastra dan Toleransi

Sastra sebagai objek pengetahuan sangat berkontribusi pada peradaban manusia. Tidak dapat dipungkiri peradaban manusia saat ini sangat dipengaruhi oleh sastra tulis. Oleh karena itu, sastra harus bisa hadir sebagai alternatif solusi atas permasalahan setiap generasinya. Kondisi saat ini, yaitu maraknya intoleransi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat sangat meresakan. Novel tetralogi karya Tasaro GK berjudul Muhammad dan Al-masih dapat dijadikan sebagai solusi pada permasalahan intoleransi di tengah masyarakat. Dengan mengapresiasi karya sastra tersebut, pembaca selain mendapatkan wawasan terkait toleransi juga mendapat wawasan keagamaan.

Sangat disayangkan tingkat literasi masyarakat di negara kita saat ini sangat rendah, padahal sastra menyajikan banyak solusi pada permasalahan masyarakat kita saat ini. Rendahnya tingkat literasi masyarakat menjadi tanggung jawab kita bersama. Dengan adanya tulisan ini, penulis harap dapat meningkatkan toleransi antar umat beragama dan juga meningkatkan tingkat literasi kita.

Tasaro GK merupakan sosok yang saya kagumi. Keberaniannya dalam menulis sangat memotivasi untuk fokus pada tujuan mulia. Kegigihan dalam riset dan menulis mendorong saya untuk terus produktif dimanapun dan kapanpun.