Tari Tanggai Palembang

Palembang, ibu kota Sumatera Selatan, memiliki kekayaan budaya yang mencerminkan pengaruh berbagai daerah dan negara sepanjang sejarahnya. Tari Tanggai, yang menggambarkan kehidupan masyarakat tepian Sungai Musi, berfungsi sebagai sarana pelestarian nilai budaya dan sejarah. Tari tanggai merupakan sebuah tari tradisional yang biasanya di tampilkan untuk sebuah penyambutan kepada tamu, untuk pembuka sebuah acara, dan juga sebagai sarana hiburan bagi Masyarakat.
Tari tanggai mendeskripsikan keramahan, & rasa hormat warga Palembang atas kehadiran tamu sebagai sebuah makna ucapan selamat datang dari orang yg memiliki acara atau sebagai tuan rumah kepada tamu. Masyarakat Palembang kental menggunakan kultur permisif merupakan gampang berteman & gampang akrab menggunakan tamu yg tiba ke Palembang, bentuk spesial kulturnya merupakan tuan rumah ataupun instansi yg mempunyai acara yang kedatangan tamu resmi supaya menyajikan tari Tanggai dalam awal acara menjadi perindikasi bahwa program akan dimulai, diawali menggunakan proses menyambut tamu melalui penyajian tari Tanggai yg ditarikan sang penari remaja putri berparas menarik memakai pakaian tari spesial Palembang yaitu kain songket, dodot, pending, kalung, sanggul malang, kembang urai atau rampai, tajuk cempako, kembang goyang & tanggai yg berbentuk kuku terbuat berdasarkan lempengan tembaga.
Tari Tanggai ditarikan sang penari wanita berjumlah gasal mulai berdasarkan 1,3,5,7.Boleh ditarikan secara tunggal, berkelompok & kolosal.Fungsi tari menjadi wahana upacara adalah media persembahan atau pemujaan terhadap kekuatan mistik yg dipakai para warga yg mempunyai kepeercayaan animisme (roh-roh mistik), dinamisme (benda-benda yg memiliki kekuatan), & totemisme (hewan-hewan yg bisa menghipnotis kehidupan) yg disajikan pada upacara sakral ini memiliki maksud buat menerima keselamatan atau kebahagiaan.Fungsi tari menjadi wahana upacara bisa dibedakan sebagai tiga, yaitu buat upacara keagamaan, upacara istinorma berkaitan menggunakan insiden alamiah, & upacara istinorma berkaitan menggunakan insiden kehidupan manusia (Jazuli, 1994: 43).
Berdasarkan pola garapannya tari Tanggai termasuk tari masyarakat yg dari berdasarkan Palembang & berkembang pada seluruh kabupaten & kota pada Provinsi Sumatera Selatan. Tari Tanggai dalam zaman dahulu adalah tari persembahan terhadap dewa Siwa menggunakan membawa sesajian yg berisikan butir & beraneka ragam bunga, lantaran tari ini berfungsi menjadi tari persembahan pengantar sesajian maka tari Tanggai dalam zaman dahulu mengkategorikan ke pada tari sakral (Sartono 2007: 7).
Tari tanggai berfungsi menjadi tari sambut pada tradisi melayu pra islam, tari sambut ditampilkan atau dipertunjukkan dalam upacara keagaman yg dipertunjukan menjadi penyambutan tuhan tuhan yg tiba pada candi atau pura sesudah upacara pemagilan selesai.Pada masa islam ketika berkembangnya agama berdasarkan para islam sebagai islam tari sambut ditampilkan buat menyambut kedatangan raja pembesar, pejabat asing yg tiba.
Tari tanggai adalah kreasi pengembangan berdasarkan tari penyambutan yg sudah terdapat pada beberapa daerah. Nama tari menggunakan istilah Tanggai dikarenakan karakteristik spesial dalam penarinya memakai aksesoris tari berupa kuku palsu terbuat berdasarkan perak ataupun kuningan berukuran panjang kuku Tanggai ±6 cm melengkung ke atas misalnya bahtera yg menyimbolkan perahu Bidar yang ada di Palembang, digunakan pada delapan jari tangan penari kecuali ibu jari.