’’SELAMAT ANDA DINYATAKAN LULUS SELEKSI SNBP 2023’’ tulisan dilayar pada hari pengumuman, 28 Maret 2023. Bingung, antara senang atau sedih yang harus ku tampilkan pada saat itu. Ternyata tangis pecah keluar dari pelupuk mata. Bapak, Ibu dan Mas-mas juga mengiringi tangisku. Hana, si anak bungsu dari tiga bersaudara, dinyatakan lulus untuk kuliah di Universitas Tidar, Magelang.
Bulan sudah menghiasi malam yang cerah penuh dengan bintang-bintang yang menyebar dilangit. Juli hampir selesai, Hana sedang berkemas untuk besok. Yapp, besok adalah hari keberangkatannya untuk pergi merantau. Barang-barang sudah ditata rapi untuk dibawa, mulai dari pakaian, alat kebersihan diri, perlengkapan makan, peralatan tidur, peralatan memasak, obat pribadi, skincare dan masih banyak lagi.
Perjalanan dari Tegal-kampung halaman ke Magelang menempuh jarak kurang lebih empat jam jika menggunakan tol. Waktu yang amat singkat menurutku pada saat itu. Banyak do’a-do’a yang dikirim untuk ku di grup WhatsApp keluarga besar, aku bersyukur masih banyak orang-orang yang menyayangiku. Tak terasa mobil sudah sampai di depan kos. Barang-barang yang banyak itu diangkat ke kamar kos yang sudah dipesan setelah pengumuman kelulusan. Keluarga yang mangantarku memutuskan untuk menginap satu malam. Keesokan paginya kita sarapan soto di Alun-alun Magelang. Selesai sarapan jangan lupa untuk berswafoto di depan I MGL, Ibu suka banget sama yang namanya foto-foto. Walupun anaknya yang satu ini anti sama kamera, dulu.
Waktu sudah menujukkan pukul sebelas siang. Waktunya keluarga untuk pamit, karena besok masih ada pekerjaan yanng diharuskan untuk berangkat. Jalan turun satu per satu menuruni anak tangga, perasaanku mulai bergejolak. Aku ditinggal. Aku sendirian. Tanpa Ibu. Tanpa Bapak. Tanpa keluarga. Aku menepis semua suara-suara yang muncul dipikiranku, berisik. Dibawah aku pamit satu per satu pada keluargaku. Terakhir, aku memeluk Ibu erat, sangat erat. ‘’Hana jangan ditinggal Ibu’’ tangisku pecah. Pelukanku pada ibu belum ku lepaskan, aku gak mau ditinggal sendirian. Ibu berusaha menenangkan si bungsu ini, dan bapak yang menasehatiku akan banyak hal.
Keesokan paginya, mataku sedikit sembab, tapi semangatnya pun belum kembali. Aku tak tahu harus apa. Aku sadar bahwa perjalanan untuk meraih mimpi itu memang gak mudah. Ini adalah salah satu fase yang harus dilewati. Rasa rindu pada keluarga akan selalu ada setiap hari, setiap saat. Aku mulai belajar menerima ini sebagai bagian dari proses ku untuk meraih mimpi.
Besok adalah jadwalku untuk mengambil jas almamater dan topi. Sebelumnya aku sudah mulai berkenalan dengan beberapa teman satu prodi. Aku sudah janjian untuk berangkat bareng. Ternyata kos kita berdekatan. Ia langsung menuju ke kos ku. Kita berjalan kaki menuju kampus. Aku berkenalan ulang dengan dia, namaku, asalku dan lain-lain, walaupun banyak diamnya sih. Ternyata kita sama-sama introvert.
Sedikit demi sedikit aku sudah mulai nyaman di kota ini. Orang-orang yang ramah-ramah. Suasana yang masih asri. Makanan yang sangat terjangkau untuk anak kos. Yahh, meski sesekali air mata masih sering jatuh ketika malam datang dan rasa sepi menyergap. Aku tahu perjuanganku masih belum selesai, masih punya banyak impian yang ingin diwujudkan. Setiap kali merasa capek, aku selalu mengingat senyum ibu dan nasihat bapak. Atau bisa saja langsung memencet tombol video call di kontak ibu. Energiku langsung kembali terisi.
Akhirnya, aku belajar bahwa hidup di tanah rantau memang penuh dengan tantangan, tapi juga penuh dengan pelajaran. Aku mulai menikmati setiap prosesnya, meski kadang masih merindukan rumah. Aku sekarang mulai yakin bahwa pengorbananku akan terbayar suatu hari nanti. Suatu saat, aku akan pulang ke rumah dengan membawa kebanggaan untuk keuarga, bukan hanya gelar di belakang nama yang ku dapatkan, tetapi juga cerita tentang perjuangan yang telah aku lalui di tanah rantau.
Dan di malam-malam berikutnya, ketika rasa rindu itu mulai menyerang lagi, aku hanya bisa tersenyum kecil dan menatap langit yang seakan tau perasaanku saat itu. Aku tahu di balik tangis dan kesulitan, ada setitik harapan yang menunggunya. Tanah rantau telah mengajarkanku banyak hal, dan aku akan terus berjalan di jalannya, meski pelan, aku yakin bahwa suatu hari aku kan di tempat yang selama ini aku impi-impikan.