Cerita ini terjadi saat aku menjadi siswi SMP kelas 2 yang sedang mengalami masa kasmaran. Di kelas aku duduk depan dekat dengan meja guru. Aku duduk depan disebabkan aku datang terlambat sehingga tidak bisa memilih untuk menempati tempat duduk di tengah maupun belakang, hari demi hari berlalu namun aku belum terlalu memperhatikan teman-temanku, tibalah di mana saat aku hendak berbalik mengambil buku, pandanganku teralihkan kepada satu laki-laki tampan duduk di belakang sebelah kiri entah mengapa rasanya seperti dia sedang melihatku, tapi aku tidak mau kegeeran hanya karena dia melihatku. Akhirnya, aku mengabaikan hal-hal tersebut, namun dihari setelahnya diapun masih melihatku dan begitu seterusnya. Bodohnya aku saat itu, padahal dia tidak melihatku melainkan melihat guruku karena posisiku dengan guruku berada pada posisi yang sama sehingga dia seakan-akan melihatku. Waktu itu aku memberanikan diri untuk mengiriminya pesan dan dia merespon pesanku, setelah beberapa kali bertukar pesan ternyata kami saling sefrekuensi. Semenjak itu aku selalu bertukar pesan dengannya. Namun, ada sebab mengapa aku memberanikan mengirim pesan kepadanya, yaitu ada suatu momen yang membuatku yakin bahwa dia juga suka denganku yaitu waktu pemilihan kelompok dia dengan jelasnya menyebutkan ingin berkelompok denganku bahkan setiap kali kami bertemu selalu bercanda gurau dan saling menghibur satu sama lain. Hal itulah yang membuatku selalu semangat ketika berangkat sekolah untuk melihat wajah tampan dan senyuman manisnya.
Namun, aku menduakan diriku sendiri. Semua perhatianku teralihkan pada lelaki tampan dan tidak memperdulikan kesehatanku sendiri. Aku tak pernah peduli dengan kesehatanku yang aku pedulikan hanyalah bagaimana aku bisa bertemu dengannya. Tiba pada suatu hari aku mengalami demam dan izin untuk tidak masuk sekolah, dikemudian hari demamku sudah turun walaupun aku masih merasakan pusing tapi ku paksakan untuk berangkat ke sekolah. Deman yang naik turun tersebut terus berulang-ulang terjadi padaku, pandanganku juga tertutup oleh bintik-bintik hitam di depanku dan rasa pusing yang selalu menghantuiku. Tapi lagi-lagi tidak ku hiraukan gejala-gejala tersebut, orang tuaku juga sudah memaksaku untuk tidak berangkat sekolah dan akan mengantarku berobat tapi aku menolak. Hingga suatu hari aku merasa tubuhku sangat lemas dan tidak bertenaga untuk berjalan sehingga orang tuaku langsung membawaku berobat ke puskesmas. Tenaga medis di puskesmas meminta untuk mengecek darahku, setelah hasil cek darahku keluar menunjukkan trombosit yang sangat menurun jauh dari angka normal. Sehingga aku dirujuk untuk ke rumah sakit, setibanya di sana dokter memeriksaku dan memasangkan infus, selang oksigen, serta alat detak jantung yang menempel di dadaku. Sebenarnya aku masih bertanya-tanya apakah sakit ku ini parah sampa-sampai banyak alat yang digunakan di tubuhku. Hari-hari di rumah sakit ku lalui, dengan dinginnya ruang PICU dan suara monitor lirih pelan. Kebetulan aku mendapatkan ruangan yang ditempati oleh satu pasien dan dilengkapi kamera cctv tepat di atas kasur. Pada malam harinya dengan keadaan kamar yang gelap entah mengapa aku merasakan angin menyentuh seluruh tubuhku sungguh sangat dingin seperti tidak ada tembok yang membatasi angin masuk. Saat itu terlintas cerita menyeramkan kakekku yang didatangi oleh orang-orang berjubah ketika malam hari sebelum kakekku meninggal dunia. Entahlah, mengapa aku menjadi teringat cerita menyeramkan tersebut, tanpa sadar aku membayangkan terdapat beberapa orang berjubah di depan kasurku. Namun, tiba tiba aku sudah terlelap tidur mungkin itu efek dari beberapa obat yang diminum atau bisa juga karena kelelahan. Akan tetapi, aku sontak terbangun pada tengah malam karena mendengar suara monitor di sampingku berbunyi keras, berdenging, dan nyaring. Kulihat monitor menunjukkan garis lurus, aku langsung teringat akan sinetron Indosiar jika garis menunjukkan tanda lurus itu berarti pasien sedang mengalami hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan hati yang gelisah dan takut aku segera memanggil ibuku yang sedang tidur di sampingku, tetapi ibuku tidak mendengar suaraku. Hati dan pikiranku sangat kacau tak terkendali bahkan aku merasa sudah tidak ada. Sungguh sangat sakit hatiku kala itu, disaat kejadian itu aku sempat mencari kehadiran orang berjubah tersebut di depanku. Diwaktu yang hanya beberapa detik atau menit itu aku bisa berpikir dengan cepat, hatiku berdegup kencang namun monitor masih menandakan garis lurus. Akhirnya aku pasrah dengan apa yang aku alami tersebut, seketika pula ibuku terbangun dan melihat monitor yang menunjukkan garis lurus. Ibuku panik dan segera berlari menemui dokter tanpa melihatku. Saat-saat sebelum ibuku kembali ke kamar aku terus bertanya-tanya apakah aku sudah tiada? Apakah ini nyata? Oh gini ya rasanya? Dengan pikiran yang sudah tidak dapat dikendalikan, tibalah dokter dengan santainya melihat monitor kemudian mencari apa yang salah. Ah, ternyata kabel monitor yang seharusnya menempel di dadaku lepas. Aku masih mencerna apa yang terjadi dan merasa lega mengetahui bahwa aku masih ada didunia ini dan bersyukur kepada Allah karena telah memberikan aku kesempatan untuk hidup. Ibuku juga merasa lega dan bersyukur hal-hal buruk itu tidak menimpaku. Setelah kejadian itu, alat monitor tersebut dilepas dari tubuhku dan sehari setelah itu aku sudah dapat berpindah ke ruangan rawat inap biasa.
Mungkin bagi para pembaca ini bukanlah hal yang menakutkan tetapi percayalah bahwa ini sungguh memberikan trauma bagiku dan ibuku. Pesan saya bagi para pembaca adalah untuk selalu menjaga kesehatan karena kesehatanmu adalah yang paling penting. Semoga cerita ini menginspirasi kita semua untuk lebih peduli pada kesehatan diri sendiri.