Struktur fisik puisi

Pembelajaran bahasa Indonesia untuk jenjang pendidikan menengah atas yang disajikan dalam kurikulum 2013 edisi revisi 2017 secara umum bertujuan agar peserta didik mampu mendengarkan, membaca, memirsa, berbicara, dan menulis. Pembelajaran bahasa Indonesia di kurikulum 2013 adalah berbasis teks. Di dalam pembelajaran bahasa Indonesia terdapat KD (Kompetensi dasar) tentang Teks Puisi.

Puisi sebagai salah satu dari karya sastra yang dikaji dari berbagai aspeknya. Puisi dapat dikaji dari struktur fisik dan struktur batin. Meskipun demikian orang tidak langsung bisa memahami puisi secara sepenuhnya tanpa menyadari dan mengerti bahwa puisi memiliki nilai estetis yang bermakna.

Menurut Pradopo (1987:vi), puisi mempunyai sifat, struktur, dan konvensi-konvensi sendiri yang khusus. Oleh karena itu perlu pemahaman akan konvensi-konvensi tersebut. Di dalam memahami puisi perlu mengerti akan unsur pembangun yang ada. Unsur pembangun puisi itu sendiri terbagi atas struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik adalah salah satu pembangun dalam menulis puisi dan terlihat bentuk atau wujudnya, sedangkan struktur batin adalah unsur pembentuk puisi yang tidak kelihatan wujudnya (tidak terlihat). Struktur fisik terdiri dari tipografi, diksi, imaji, majas, kata konkret, dan rima sedangkan struktur batin terdiri dari tema, rasa, nada, dan amanat. Pentingnya pemahaman unsur pembangun puisi bagi peserta didik, salah satunya dengan memperhatikan struktur fisiknya.

Tipografi atau tata wajah yang digunakan peserta didik dengan menggunakan tipografi konvensional. Tipografi konvensional berarti penulis membuat larik-larik yang ia suka sesuai keinginannya sendiri tanpa ada aturan atau pola tertentu. Dapat dikatakan bahwa tipografi hasil puisi karya peserta didik apa adanya tanpa membentuk gambar atau berbentuk lainnya yang memiliki makna. Bentuk penulisan yang ditampilkan beragam seperti rata kiri, rata tengah, setiap bait terdapat jeda dan menjorok ke dalam.

Analisis diksi adalah pilihan atau pemilihan kata yang biasanya diusahakan oleh penyair/penulis puisi dengan secermat mungkin. Penyair/penulis puisi mencoba menyeleksi kata-kata baik kata yang bermakna denotatif maupun konotataif/bahasa kiasan sehingga kata-kata yang digunakan mendukung maksud puisinya. Diksi yang mengandung makna denotatif adalah “malu” dan “merdeka”. “Malu” yang berarti merasa tidak enak hati (hina, rendah, dan sebagainya) sehingga dalam puisi ini diartikan agar kekasihnya tidak usah malu/tidak enak hati sedangkan “merdeka” diartikan bebas (dari penghambaan, penjajahan, dan sebagainya) dalam konteks di sini kata merdeka diartikan bebas dari belenggu yang membuat penulis memikirkannya. Diksi yang mengandung makna konotatif adalah “aku terbang ke langit bintang” dan “mahkota bunga”. “Aku terbang ke langit bintang” yang berarti dia bahagia.

Imaji atau citraan adalah gambaran atau angan yang keluar dari pengimajian dalam puisi. Adanya sebuah citraan, maka pembaca dapat melihat dan merasakan secara langsung apa yang dimaksud oleh penyair/penulis puisi. Citraan dalam puisi terdiri dari citraan penglihatan, pendengaran, perabaan, gerak, pencecapan, dan penciuman. Puisi “Masih Ada Perjuangan”. Mata yang terpejam tidak memastikan , pembaca memperoleh gambaran bahwa penulis sedang memejamkan matanya, tubuh (raga) dari Andre sudah tak mampu lagi berdiri tegap, dan seolah-olah mata ini terbuka. Tak terhitung tetes keringat yang turun (bait 1, larik 3). Tetesan keringat, rasa panas, dan tertimpa oleh air hujan berkaitan dengan indra peraba (kulit).

Gaya bahasa/majas yang dominan digunakan adalah asonansi, hiperbola, dan aliterasi sedangkan gaya bahasa/majas yang lainnya yaitu personifikasi, metafora, simile, anafora, tautologi, antisipasi, elipsis, erotetis, perifrasis, antitesis, eufemisme, hipalase, pleonasme, litotes, mesodiplosis, simploke, satire, epitet, paradoks, metonimia, dan sarkasme. Terdapat huruf vocal yang sama secara berurutan. Misalnya pada majas asonansi seperti kata kita, siapa-siapa; kita kata diantara koma; kita, serupa, usia; dan Tapi, alergi, bumi, ini, kopi.

Kata konkret adalah kata yang menimbulkan imaji melalui indera manusia. Kata konkret biasanya digunakan dalam puisi untuk mewujudkan suatu benda yang benar-benar ada atau terdapat bukti fisiknya dan bisa dilihat atau dirasakan keberadaanya. Kata konkret bukanlah kata abstrak yang keberadaanya hanya sebatas angan atau tidak jelas. Angin berdesir daun-daun menari , Air gemercik burung-burung dilangit tinggi , Tumbuhan hijau rebahkan diri . “Angin, daun-daunan, air, dan burung-burung merupakan satu kesatuan yang benar-benar ada/nyata di alam ini. Semua berkaitan dengan alam. Kata konkret di atas bisa dimaknai mewakili kondisi seseorang atau perasaan atau suatu keindahan. “Tumbuhan hijau”, melambangkan aku/penyair. Hal itu dikaitkan dengan kata “rebahan” yang berarti beristirahat.

Rima adalah persamaan bunyi di awal, tengah, dan akhir baris dalam puisi. Persamaan bunyi tersebut akan menimbulkan sebuah irama yang sama juga. Rima yang dominan digunakan adalah asonansi, awal, dan aliterasi sedangkan rima yang lainnya seperti rima terbuka, tertutup, bersilang, tak sempurna, patah, rangkai, merdeka, kembar, sempurna, berpeluk, mutlak, dan tengah. Salah satu rima sempurna dalam puisi karya siswa, Sang surya bersiap untuk tenggelam , Memanggil indahnya malam , Menelan cahaya dalam-dalam , Menyempurnakan indahnya malam .

DAFTAR PUSTAKA

Pradopo. 1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta:Gajah Mada University Press.