Siapa yang Bertanggung Jawab atas Krisis Iklim?

42823347_2194975420746679_3754064519634969226_n
sumber foto: phinemo.com

WHO merilis laporan tentang krisis iklim - ancaman kesehatan terbesar yang dihadapi umat manusia, dalam laporan tersebut WHO bersama dua pertiga tenaga kesehatan global menyebutkan bahaya dari krisis iklim yang dapat mempengaruhi kesehata umat manusia. Laporan terbaru di jurnal The Lancet, “Countdown on Health and Climate Change” membahas tren krisis iklim telah menjadi “kode merah” bagi kesehatan manusia. Deretan permasalah perubahan iklim seolah menjadi alarm urgensi untuk menekan laju perubahan iklim. Krisis iklim telah berdampak banyak pada kesehatan manusia dengan berbagai cara. Cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi, seperti gelombang panas, badai dan banjir, gangguan sistem pangan, peningkatan penyebaran penyakit, dan masalah kesehatan mental merupakan hal yang disebabkan oleh krisis iklim.

Konferensi Tingkat Tinggi perubahan iklim COP26 baru-baru saja berlangsung. Perhelatan ini menindaklanjuti Perjanjian Paris 2015 yang belum optimal.Konferensi Tingkat Tinggi perubahan iklim Conference of the Parties ke-26, disingkat menjadi COP26, berlangsung pada 31 Oktober - 12 November 2021 di Glasgow, Skotlandia. Pertemuan COP26 akan dipimpin langsung oleh Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson dan akan dihadiri oleh 121 kepala negara dan kepala pemerintahan. Perhelatan ini merupakan lanjutan dari Perjanjian Paris pada 2015 untuk menentukan langkah dalam menyusun target dekarbonisasi. Berikut adalah hal-hal penting dari COP26:

Pencegahan pemanasan global

COP26 diadakan untuk memperbarui dan memperkuat tujuan Perjanjian Paris. Pasalnya, kesepakatan yang ditandatangani enam tahun lalu itu dinilai belum mencapai batas pemanasan global. Negosiasi pada acara tersebut akan fokus pada tujuan yang lebih ambisius yang ingin dicapai pada tahun 2030.

Evaluasi pertama dari COP21

Seperti yang dikuti di laman Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan COP21 atau Perjanjian Paris 2015 mengharuskan setiap negara penandatangan untuk mencapai empat tujuan. Setelah tujuan ditetapkan, penilaian dilakukan setiap 5 tahun. Dikatakan, COP26 merupakan pertemuan pertama untuk mengevaluasi Perjanjian Paris yang ditunda hingga 2020 akibat pandemi virus corona (Covid19).

Pentingnya transisi ke kendaraan listrik, karena kendaraan listrik merupakan kendaraan non emisi sehingga tidak menimbulkan polusi atau kerusakan lingkungan. Selain itu energi dari kendaraan listrik murah dan terbarukan tidak seperti kendaraan BBM. Bantuan keuangan untuk mengakhiri deforestasi, deforestasi sendiri adalah penggundulan hutan demi sector non hutan seperti lahan pertanian,perkebunan,dll. Dengan adanya bantuan keuangan kepada Negara yang membutuhkan sektor non hutan dapat meminimalisir deforestasi, sehingga kesuksesan mencegah krisis iklim dapat terpenuhi. Penetapan aturan untuk pasar karbon global, tujuan pasar karbon sendiri adalah untuk menggantikan (offsetting) emisi gas rumah kaca yang dilepaskan akibat kegiatannya. Dengan membeli dan menggunakan kredit karbon, pembeli kredit karbon dapat “menetralkan/menggantikan” emisi gas rumah kacanya. Penggalangan dana untuk negara berkembang perlu diwujudkan di COP26 karena dapat membantu Negara berkembang untuk mewujudkan tujuan menanggulangi krisis iklim.

Hasil yang diharapkan COP26

Memerangi konsekuensi perubahan iklim dan pembiayaan negara maju untuk mitigasi. Kompensasi dari negaranegara maju atas dampak yang akan menimpa mereka Uang dari kelompok negara maju untuk membantu mereka menerapkan ekonomi yang lebih ramah lingkungan Memastikan komitmen setiap negara untuk mencapai target 2050, yaitu nol emisi dan pengurangan karbon secara progresif pada 2030

Ambisi Indonesia

Indonesia sudah sejak jauh hari mempersiapkan diri untuk berkontribusi secara optimal melalui ambisiambisi penanganan iklim yang sudah dicatatkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC), Updated NDC Indonesia, maupun Dokumen Longterm Strategy on Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTSLCCR 2050) yang disampaikan kepada UNFCCC pada Juli 2021, sebagai mandat dari Paris Agreement/Perjanjian Paris. Komitmen ini juga telah diratifikasi menjadi UU Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change.

Apakah Kita Tetap Diam Dan Bergantung Kepada Lembaga Pemerintah dan Lembaga Internasional?

Bumi yang kita pijak ini sama saja adalah rumah kita yang seharusnya kita jaga bersama-sama. Namun sering kali banyak oknum yang sengaja berbuat merusak lingkungan bagi kepentingannya sendiri yang secara tidak langsung merugikan manusia. Banyak sekali penyebab terjadinya krisis iklim bahkan dari hal kecil sekalipun akan berdampak besar bagi masa yang akan datang.

Dimulai dari hal kecil yang hal tersebut sangat berarti,seperti membeli dan menghabiskan makanan yang dibeli. Mengapa hal tersebut termasuk gerakan peduli krisis iklim?, manusia membutuhkan makanan untuk hidup, seperti contoh makanan pokok orang Indonesia adalah nasi. Berawal dari lahan pertanian dari penebangan hutan, polutan dari mesin traktor, mesin pengolah padi menjadi beras, beras yang dikemas, dan polutan dari kendaraan distribusi beras. Belum proses beras diolah menjadi berbagai menu yang perlu listrik dan gas elpigi, dari satu hal saja sudah cukup banyak pemborosan energy. Maka dari itu kita membeli makanan secukupnya,karena jika kita rakus dengan membeli makanan berlebihan(overload) yang berdampak bagi lajunya produktivitas makanan bahkan sampai eksploitasi Sumber Daya Alam.

Selanjutnya hal kecil yang kita anggap sepele adalah memilah sampah. Masih banyak manusia-manusia beranggapan “apasih kotak sampah harus beda-beda, buang-buang duit padahal sama-sama sampah”. Justru hal seperti itu sangat berdampak bagi lingkungan dan juga manusia sendiri. Salah satu penyebab sampah menjadi berbau menyengat adalah proses pembusukan sampah organik yang terperangkap di dalam plastik dan jenis sampah anorganik lainnya, sehingga proses dekomposisi terjadi secara anaerobik dan mengeluarkan gas metana. Apabila jumlah gas metana yang dihasilkan dalam jumlah banyak teroksidasi oleh oksigen, maka dapat menimbulkan ledakan seperti yang dikutip dari laman humas.bandung.go.id pernah terjadi di TPA Leuwigajah pada 21 Februari 2005 dan menelan korban 157 jiwa dan 71 rumah. Sementara itu, sampah sampah anorganik yang sebenarnya masih dapat didaur ulang justru tidak dapat didaur ulang atau nilai ekonomisnya menurun karena telah terkotori oleh sampah organik yang mengandung air dan minyak. Akibatnya sampah anorganik tersebut berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) karena dinilai akan membutuhkan biaya yang lebih besar apabila dilakukan proses daur ulang. Oleh karena itu, pemilahan dari sumber menjadi sangat penting dilakukan untuk meningkatkan persentase daur ulang sampah dan mengurangi jumlah sampah yang berakhir di TPA. Jika setiap orang terbiasa memilah sampah di rumah, maka proses pengelolaan TPS atau TPST 3R akan lebih mudah, meski dilakukan secara terpisah untuk sampah organik dan anorganik. Idealnya, pilah sampah Anda menjadi setidaknya enam jenis, termasuk sampah organik, kaca, B3, kertas atau karton, plastik dan residu.

Sebagai generasi muda perlu menyuarakan kepada masyarakat untuk menjaga lingkungan sekitar. Generasi muda adalah salah satu faktor penting dalam menggerakan masyarakat untuk ikut melestarikan lingkungan, dapat dilakukan dengan membuat seminar baik secara offline maupun online untuk meningatkan masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan untuk melawan krisis iklim. Dengan menyuarakan hal kecil seperti hemat air, hemat listrik, penanaman pohon, berkendara dengan mesin listrik atau sepeda, dapat menjadi peran penting demi menjaga lingkungan bersama-sama.

7 Likes

cukuo mengispirasi dan menambah kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian ingkungan