Sepatu Baru Dio

Di suatu hari yang terik, nampak seorang anak laki-laki sedang menjemur sepatunya yang sudah ia cuci. Nama anak laki-laki tersebut adalah Dio. Sudah lama Dio menginginkan sepatu baru seperti teman-temannya, tetapi Dio tidak kunjung dibelikan oleh orang tuanya karena tidak punya biaya untuk membeli sepatu baru. Walaupun begitu, Dio tidak merasa kesal kepada orang tuanya, bahkan setiap pulang sekolah Dio membantu ibunya menjaga warung sembari mengerjakan PR jika ada. Dio juga diberi upah setiap kali membantu ibunya menjaga toko, dengan upah tersebut Dio berharap bisa membeli sepatu yang diidamkannya suatu saat nanti.

Di sekolah Dio selalu diejek karena sepatunya banyak tambalan karena berlubang serta sudah ketinggalan jaman. “Hari begini masih pakai sepatu kaya gitu? Aduh Dio kamu tidak malu apa?” ucap Zidan anak saudagar beras. “Tidak Zidan, lagipula sepatunya masih bisa dipakai jadi kenapa harus beli yang baru kalau sepatu ini masih berfungsi dengan baik” balas Dio. “Aduhh bilang aja kamu tidak mampu beli, dengan begitu aku akan bilang ke ayah untuk membelikanmu sepatu, tapi dengan satu syarat kamu harus mengerjakan semua tugas dan PR-ku, kamu kan anak yang pintar hahaha” ucap Zidan sombong. “Tidak usah Zidan, lagipula aku sudah menabung sedikit demi sedikit” jawab Dio sembari tersenyum. “Huh dasar sombong” balas Zidan sambil memalingkan muka meninggalkan Dio.

Sepanjang perjalanan pulang, Dio teringat dengan perkataan Zidan mengenai sepatunya. Dalam hati kecilnya dia berdoa kepada Tuhan agar dia dapat segera mempunyai sepatu baru yang keren. “Ibu, Dio sudah pulang” ucap Dio. “Iya nak makan dulu yuk, ibu sudah masak makanan kesukaan kamu, sayur kangkung dan tempe goreng pakai sambel” ajak ibunya. “Wah asikk” balas Dio girang. Setelah selesai makan, seperti biasa Dio membantu ibunya menjaga warung. Tetapi karena keperluan mendadak, Ibu Dio meninggalkannya berjaga sendirian. “Dio, kamu bisa kan menjaga warung selama ibu pergi?” tanya ibu kepada Dio. “Bisa dong bu, tenang saja” balas Dio.

Setelah 10 menit berlalu datanglah seorang nenek meminta makanan karena lapar. “Permisi nak, apakah ada sesuap nasi untuk diberikan kepada nenek? Nenek merasa sangat lapar” ucap nenek tersebut dengan suaranya yang lemas. Dio yang merasa iba mengambilkan sepiring nasi dengan lauk dan sayur favoritnya. “Silakan dimakan nek, maaf Dio tidak punya banyak makanan” sembari menyodorkan piring. “Tidak apa-apa nak, nenek ada hadiah karena kamu sudah mau berbaik hati menolong nenek”. Nenek itu mengeluarkan sepasang sepatu yang bagus sehingga membuat Dio terkesima. “Eh, tidak usah nek. Dio ikhlas membantu nenek” ucap Dio dengan nada halus. “Sudah ambilah saja, 2 bulan lalu nenek beli sepatu ini untuk diberikan sebagai hadiah ulang tahun cucu nenek. Tetapi seminggu sebelum ulang tahun ia meninggal karena kanker yang ia derita” ucap si nenek sedih. “Dio ikut prihatin dengan nenek, Dio yakin cucu nenek sudah berada di surga yang indah” balasnya. “Maka dari itu nenek ingin berikan sepatu ini untuk kamu daripada sepatu ini berdebu di pojok rumah”. “Nenek yakin?” tanya Dio memastikan. “Iya nak, coba kamu pakai muat tidak” ucap nenek.

Entah kebetulan atau tidak, sepatu itu muat dengan ukuran kaki Dio. “Wah cocok sekali sepatu itu di kakimu nak Dio” ucap nenek. Dio merasa senang sekali hingga dia menangis karena mendapat sepatu baru. “Huhu terimakasih banyak nek, dari dulu Dio ingin sekali punya sepatu baru tetapi Dio tidak punya uang” ucapnya sambil terisak. Sejak saat itu, Dio merawat sepatu pemberian nenek dengan penuh perhatian.