Sedia Keamanan Data Pada Sistem Pembayaran Sebelum Terkena Skimming

Di era transformasi digital saat ini, fenomena digitalisasi telah semakin meningkat dan mempengaruhi berbagai sektor kehidupan manusia. Salah satu sektor yang terpengaruh digitalisasi adalah sektor keuangan yang meliputi sistem pembayaran… Saat ini, sistem pembayaran di Indonesia sudah beralih dari sistem pembayaran konvensional yaitu tunai kepada sistem pembayaran non tunai, meliputi Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), serta sistem pembayaran berbasis elektronik (SPBE), meliputi Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) dan Central Bank Digital Currency atau yang biasa disebut sebagai CBDC (Bank Indonesia, 2024).

Evolusi yang terjadi pada sistem pembayaran telah memberikan kemudahan akses dalam bertransaksi. Sistem pembayaran non tunai dan sistem pembayaran berbasis digital telah meningkatkan efisiensi dan simplifikasi bertransaksi bagi masyarakat. Akan tetapi, seiring dengan kemudahan yang diberikan, transformasi sistem pembayaran juga turut menghadirkan potensi ancaman dan tantangan tersendiri. Di Indonesia sendiri, pada tahun 2023, tercatat 279 juta kasus serangan siber (Badan Siber dan Sandi Negara, 2023). Meskipun angka ini menurun dari jumlah kasus serangan siber pada tahun 2022 yang mencapai 370,02 juta serangan siber, tetapi angka tersebut tetap menunjukkan tingkat kasus serangan siber yang tinggi.

Serangan siber juga dapat terjadi pada sistem keuangan yang termasuk di dalamnya adalah serangan pada transaksi menggunakan sistem pembayaran non tunai atau sistem pembayaran berbasis elektronik yang disebut skimming. Menurut Otoritas Jasa Keuangan, skimming didefinisikan sebagai tindakan pencurian informasi kartu kredit atau debit dengan cara menyalin informasi yang terdapat pada strip magnetik kartu kredit atau debit secara ilegal. Skimming adalah salah satu jenis penipuan yang masuk ke dalam metode phishing. Meskipun definisi utama skimming mengarah kepada kasus APMK yakni penggunaan kartu debit ataupun kredit, tetapi saat ini implikasi skimming telah bergeser kepada kasus penipuan pada sistem pembayaran berbasis elektronik seperti QRIS.

Melihat potensi ancaman skimming terhadap penggunaan sistem pembayaran non tunai dan sistem pembayaran berbasis elektronik maka diperlukan strategi pencegahan sebagai langkah preventif untuk meminimalisir potensi bahaya tersebut. Berdasarkan informasi dari Bank Indonesia, terdapat tiga strategi utama untuk menjaga keamanan data pribadi guna mencegah terjadinya skimming pada saat bertransaksi, antara lain yang pertama dengan menghindari tindakan menyebar data pribadi seperti PIN M-Banking, password, kode OTP, nama ibu kandung, atau bahkan KTP. Kedua, menghindari akses terhadap link yang tidak dikenal yang dikirimkan oleh nomor yang tidak dikenal. Dan yang ketiga adalah mengganti PIN secara berkala serta melakukan pembaharuan data dari yang sebelumnya tanpa mengubahnya.

Dengan melakukan langkah preventif dalam menjaga data pribadi dari tindakan skimming, harapannya masyarakat Indonesia menjadi lebih aware terhadap ancaman dan bahaya tersebut, serta concern untuk menjaga keamanan data guna mencegah terjadinya kasus skimming dan penipuan pada transaksi menggunakan sistem pembayaran non tunai ataupun sistem pembayaran berbasis elektronik.