Sebuah Misi Besar Yang Diwariskan

Perkenalkan aku seorang remaja desa yang terlahir dari golongan keluarga terpandang di desa. Maksud dari itu adalah hampir semua orang di desaku menghormati keluargaku karena jabatan tinggi yang mereka emban. Dari keluarga ayahku, para pendahuluku merupakan pendiri sebuah yayasan Pondok Pesantren yang hingga saat ini digunakan sebagai tempat mengaji bagi anak-anak desa ini. Sedangkan keluarga ibuku yang notabenenya merupakan pendatang, terkenal sebagai haji sekaligus imam masjid. Latar belakang yang menjunjung tinggi ajaran islami dengan gelar kyai dan haji seakan menjadi ciri khas dari keluargaku.

Aku tinggal di daerah kawasan kabupaten Magelang. Tepatnya di desa Soroyudan Jogonegoro, kec. Mertoyudan, kab. Magelang. Desa yang terkenal di kawasan area Mertoyudan karena terdapat Pondok Pesantren sekaligus terdapat beberapa sosok pemimpin yang menduduki kursi jabatan sebagai seorang pengurus lembaga Nahdlatul Ulama. Mulai dari ketua Ansor, ketua Gerakan Pemuda Ansor dan Banser, dan ketua Muslimat Mertoyudan. Beliau yang mempunyai jabatan tersebut merupakan bagian dari keluargaku.

Namun dibalik nama desa yang tersohor, kehidupan masyarakat desa ini berbanding terbalik dengan banyaknya ulama yang ada. Kehidupan desa yang seharusnya erat dengan budaya Islam luntur ketika mereka memasuki usia remaja. Kebanyakan remaja di desa ini masih terbawa arus kehidupan negatif. Tak sedikit dari mereka lepas dari kebiasaan beragama. Hanya beberapa remaja saja yang masih aktif dalam kegiatan keagamaan.

Ayahku dahulu merupakan ustadz atau guru mengaji yang sekaligus menjadi ketua remaja desa. Sosok yang dikatakan masyarakat sebagai pribadi yang humoris, bijaksana, berwibawa, dan karismatik. Beliau diberi peran penting dalam mengubah hidup remaja desa ini. Tak sedikit remaja yang menyegani ayahku karena kebijakan beliau dalam memimpin. Ayahku yang tahu tentang kehidupan remaja saat ini sama sekali tidak melarang mereka melakukan kebiasaan yang mereka lakukan. Terkadang dalam suatu kegiatan besar para remaja diperbolehkan minum minuman keras tapi dengan catatan tidak menyebabkan kerusuhan dan dilakukan ketika kegiatan telah sampai di acara puncak. Sungguh kebijakan yang aneh bagiku, tapi karena itulah para remaja menjadi patuh terhadap ucapan ayahku.

Namun sekarang beliau telah tiada dan aku sebagai anak pertamanya yang dituntut untuk bisa menggantikan posisinya dan merangkul semua agar kembali ke jalan yang benar. Pada dasarnya aku tidak peduli keluargaku seperti apa. Ayahku pernah berpesan agar aku tidak membeda-bedakan seseorang untuk menjadi teman. Ayahku juga berpesan supaya aku bisa membantu masyarakat melalui tenaga, pemikiran, dan harta serta menyerahkan urusan agama menjadi tugas saudara-saudaraku. Dalam bersosialisasi semua orang aku rangkul, entah itu nakal ataupun tidak. Caraku bergaul dengan remaja desa ini yaitu dengan mengikuti segala kegiatan yang mereka lakukan baik itu dibidang olahraga atau hanya sekedar berkumpul dan menongkrong saja. Aku hanya berpikir ketika mereka didekati dengan cara yang mereka suka, maka akan mudah mengajak mereka untuk belajar kembali tentang agama dan mereka tidak merasa malu ketika harus mengikuti kegiatan yang berbau keagamaan. Perlahan tapi pasti kini tak sedikit dari mereka yang mau mengasah kembali kemampuan mereka dalam mengaji. Karena merasa ingin bisa, mereka memulainya dengan belajar iqra walaupun dilakukan di tempat di mana mereka berkumpul dan menghabiskan waktu malam. Serta dilakukan di jam yang berbeda pada umumnya. Mereka belajar mengaji mulai dari jam 23.00 hingga dini hari. Berawal dari itu, kini para remaja mulai aktif kembali berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan yang diselenggarakan oleh desa entah itu menyambut bulan puasa, Idul Fitri, Idul Adha, menyambut tahun baru Islam, dan lain sebagainya. Serta saat ini para remaja mempunyai grup jamaah sholawat sendiri.

Pada dasarnya banyaknya ulama di suatu desa tidak akan bisa mengarahkan kehidupan remajanya kalau hanya dengan nama besar dan jabatannya. Tapi suatu tindakan dengan cara merangkul serta bergaul dengan cara yang mereka suka akan menggerakkan hati mereka secara perlahan. Remaja akan merasa nyaman jika kita menerima apa yang menjadi kebiasaan mereka. Ketika remaja mulai nyaman, tanpa kita suruh maka mereka akan bergerak sendiri. Saat ini mereka hanya sedang menempuh jalan kehidupan yang berkelok-kelok, tapi suatu saat mereka akan menemukan jalan ninjanya sendiri dengan sedikit bantuan.

1 Like