Keluarga…
Keluarga bukan hanya sekedar beberapa orang yang tinggal bersama dalam satu atap, Tetapi keluarga adalah adanya beberapa orang yang hidup bersama dalam satu atap, berbagi suka dan duka, saling menguatkan di kala lemah, dan tempat terindah untuk saling berbagi, baik di saat senang maupun sedih.
Langit biru yang dibalut dengan kabut dan awan menyambut datangnya pagi. Matahari masih malu-malu menampakkan diri. Semilir angin yang menggoyangkan dahan membuat embun jatuh membasahi rerumputan. Bersamaan angin yang membelai wajahku lembut. Disusul dengan kicauan burung yang saling bersahutan dan ayam yang ikut mengeluarkan suara berkokok nya memecahkan kesunyian pagi hari. Kedua mataku terbuka dari tidur lelapku, biasanya Aku bangun dengan wajah masam karena mendapati bahwa Aku harus sekolah, berbeda dengan hari ini, Aku terbangun dengan perasaan gembira mengingat apa yang akan Aku lalui bersama keluarga ku hari ini. Kemarin Ibu bilang jikalau keluarga kami akan berlibur bersama. Aku sungguh gembira mendengar hal itu. Tibalah hari ini, di mana keluarga ku akan berlibur bersama. Seketika Aku bangun dan mencari keberadaan Ibu. Mendapati Ibu di dapur, Aku langsung menghampiri nya “Ibu, kita jadi pergi berlibur, kan?” tanya ku sembari menoel-noel pinggang Ibu ku, sedikit terkesiap, Ibu ku lantas menjawab “jadi dong, sekarang, ayo bersiap." Aku bergegas mandi dan mengganti pakaian ku. Ayah dan kedua kakak ku sudah siap dengan setelan pakaiannya masing-masing. Kami pun sarapan dan bersiap untuk berangkat. Keluarga ku memilih wisata Candi Gedong Songo sebagai tempat liburan kami. Kami berangkat dari rumah dengan mobil, melewati jalan yang berliku-liku dan pemandangan hijau pegunungan yang menyejukkan mata. Ibu duduk di depan menemani Ayah yang menyetir, sementara di belakang, Kakak sibuk mendengarkan musik dengan earphone-nya, Abang asyik memainkan ponsel, dan Aku memandangi jendela, sesekali berteriak senang melihat sawah-sawah dan hewan-hewan yang kami lewati. Setelah 2 jam perjalanan, kami pun tiba di Candi Gedong Songo, yang terletak di lereng Gunung Ungaran. Begitu keluar dari mobil, udara sejuk pegunungan langsung menyambut Kami. Ayah yang memang gemar sejarah, langsung bercerita panjang lebar tentang candi-candi peninggalan Hindu itu. “Lihat ini, Nak,” kata Ayah sambil menunjuk candi pertama yang Kami datangi. “Ini salah satu candi tertua di Jawa. Zaman dulu, tempat ini mungkin dipakai untuk upacara keagamaan oleh para pemeluk Hindu.” Aku mengangguk meskipun tak sepenuhnya mengerti. Aku lebih tertarik dengan pemandangan gunung yang menjulang di kejauhan dan padang rumput yang luas di sekitarnya. Aku langsung mengajak kedua kakak ku berlari ke arah bukit kecil yang tak jauh dari candi. “Kakak, Abang! Ayo ke sana! Lihat, ada kuda!” teriak ku penuh semangat. Kakak, yang sedikit lebih dewasa, menggeleng sambil tersenyum, “Kamu duluan aja, Dek. Aku capek.” Tapi Abang yang selalu siap untuk bermain, segera mengikuti ku. Kami menyewa dua ekor kuda untuk berkeliling, sementara Ayah dan Ibu memutuskan berjalan kaki menikmati suasana sambil sesekali mengambil foto. “Adek, pegang tali kudanya yang kencang,” kata Abang saat Kami mulai menunggang. “Tenang aja, Bang! Aku bisa!” balas ku, meskipun sebenarnya Aku agak gugup. Sepanjang hari itu, keluarga ku menghabiskan waktu dengan tawa dan cerita. Kami menjelajahi candi-candi lain, beristirahat di bawah pohon sambil menikmati bekal makanan yang Ibu bawa, dan tak lupa berfoto bersama dengan latar belakang pemandangan menakjubkan pegunungan. Saat matahari mulai terbenam, kami kembali ke mobil dengan kaki yang lelah tapi hati yang puas. Saat kami sudah jauh meninggalkan kawasan Candi Gedong Songo, langit mulai berubah warna menjadi jingga keemasan, menandakan senja yang semakin mendekat. Suasana di dalam mobil pun terasa hangat dan nyaman. Ibu, yang duduk di samping Ayah, menoleh ke belakang sambil tersenyum melihat anak-anaknya yang tampak bahagia dan puas setelah seharian bermain. Dia lalu menepuk lembut bahu Ayah, “Liburan ini bagus sekali, ya. Sudah lama kita enggak kumpul sekeluarga seperti ini”. Ayah mengangguk setuju. “Iya, kadang kita terlalu sibuk sama urusan masing-masing, sampai lupa betapa pentingnya waktu bersama.” Kata-kata Ayah menyentuh hati Ibu. Dia tahu, sehari-hari Ayah sibuk bekerja, sementara Aku dan kedua kakak ku mulai sibuk dengan dunia Kami sendiri. Maka, momen seperti ini terasa begitu berharga. Sebuah liburan sederhana yang mengingatkan kami bahwa kebahagiaan tak selalu harus dicari jauh-jauh, kadang cukup dengan berkumpul, tertawa, dan menikmati kebersamaan. Ketika kami hampir tiba di rumah, Aku perlahan terbangun. Mata ku yang masih mengantuk terbuka sedikit, dan Aku bergumam dengan suara kecil, “Kapan kita liburan lagi, Bu?” Ibu tertawa pelan mendengar pertanyaan itu. “Nanti, kalau semua sudah libur panjang, kita pergi lagi, ya.” Aku tersenyum kecil, kemudian kembali menyandarkan kepala ku ke pundak Kakak. Di luar jendela, malam mulai turun perlahan, membawa serta perasaan tenang dan puas.
Kami tahu, meski perjalanan telah berakhir, kenangan indah hari itu akan terus melekat, menjadi cerita yang akan Kami kenang bersama-sama, cerita tentang keluarga, tentang cinta, dan tentang kebahagiaan yang sederhana tapi tak ternilai. Perjalanan menuju rumah terasa lebih singkat dibandingkan keberangkatan, dan saat mobil akhirnya berhenti di halaman rumah, kami semua tersadar bahwa meskipun hari itu telah selesai, momen-momen seperti ini akan terus menjadi bagian dari keluarga kami. Dan setiap kami mengingat Candi Gedong Songo, akan ada senyum kecil yang terukir di wajah masing-masing.