Pada saat aku masih duduk di bangku kelas 5 SD tepatnya pada tahun 2016, aku dan 2 temanku bernama Nabila dan Anggar dipilih untuk mengikuti lomba POPDA di cabang olahraga lari cepat dan lompat jauh. Aku dipilih mengikuti lomba lari cepat, Nabila dipilih mengikuti lomba lompat jauh, dan Anggar dipilih untuk mengikuti lomba lari cepat dan lompat jauh untuk putra. Dan mulai saat itu, kita mulai dilatih setiap pulang sekolah oleh Bu Lilik selaku guru olahraga. Kita diberi waktu latihan hanya satu minggu. Oleh karena itu, waktu yang diberikan tersebut kita gunakan dengan semaksimal mungkin. Tiba waktunya aku dan temanku mengikuti lomba, tempatnya di lapangan depan SMA Negeri 1 Salaman. Pastinya kalian tidak asing mendengar sekolah tersebut, karena merupakan satu-satunya sekolah SMA Negeri yang terdapat di Kecamatan Salaman. Di sana terdapat banyak peserta dari berbagai sekolah yang berada di Kecamatan Salaman dan yang pastinya juga banyak penjual jajanan.
Saat kegiatan lomba akan dimulai, tiba-tiba hujan dan lomba pun diundur.
Setelah cuacanya cukup reda, semua peserta diarahkan untuk mengikuti senam SKJ dan dilanjut lomba. Sekolahku mendapat nomor undian ke-5 di cabang lari cepat dan di cabang lompat jauh mendapat nomor 10 baik putri maupun putra. Sebelum kita berpencar ke tempat atau pos lomba masing-masing, Bu Lilik memimpin doa terlebih dahulu agar diberi kelancaran dan mengingatkan kita untuk berhati-hati karena kondisi lapangan yang becek memungkinkan kita mudah terpeleset. Setelah itu, kita berpencar, ternyata tempat lomba untuk lari cepat lumayan becek. Di situ aku mulai takut tentang pesan yang Bu Lilik sampaikan itu terjadi kepadaku. Sebelum lomba dimulai, panitia menyampaikan mengenai peraturan yang perlu diperhatikan agar tidak mendapat diskualifikasi dan diharapkan untuk duduk sesuai nomor yang didapatkan. Saat menunggu nomornya dipanggil, aku berkenalan dengan peserta di sebelahku nomor 6, namanya Ela, berasal dari SD Negeri Jebengsari. Kita mengobrol cukup lama hingga tidak terasa lombanya sudah sampai urutan ke-3. Aku mulai deg-degan, sebentar lagi aku dipanggil dan melihat peserta sebelumnya agak susah saat berlari di belokan itu juga membuatku tambah takut, tetapi dalam hati aku selalu mengucapkan aku pasti bisa. Tibalah saatnya aku dipanggil oleh panitia untuk maju dan saat itu juga aku melihat Nabila dan Anggar memberi semangat dengan berteriak “Ayo Dewi pasti bisa, semangat!” Mendengar teriakan mereka, aku menjadi semangat dan sedikit tenang. Saat peluit dibunyikan, aku mulai berlari dengan cepat, dan di belokan itu “brukk” aku benar-benar jatuh terpeleset, malu sekali tetapi aku tetap melanjutkan lombanya hingga selesai. Aku sangat malu saat jatuh karena ditonton banyak orang, terlebih lagi aku mendengar sebagian orang tertawa. Setelah mengikuti lomba, aku menghampiri Bu Lilik dan meminta maaf mengenai kejadian tersebut yang pastinya tidak akan mendapat juara. Bu Lilik tidak mempermasalahkan mengenai menang atau tidak karena beliau juga sudah melihat kita berusaha semaksimal mungkin. Beliau menanyakan bagaimana keadaanku setelah melihat bajuku sedikit kotor. Ah, sungguh seorang guru yang sangat dicintai oleh siswanya. Tidak berselang lama, Nabila dan Anggar datang menghampiri. Lihat mereka, mengapa tiba-tiba tertawa setelah melihat aku? Ohhh, aku tahu pasti mereka sedang menertawakan kejadian yang tadi itu. Bu Lilik yang melihat mereka tertawa terus langsung menegurnya untuk berhenti karena kasihan kepadaku. Kita menunggu pengumuman juara di cabang lompat jauh untuk putra karena kemungkinan besar mendapat juara. Sembari menunggu pengumuman, aku dan Nabila pergi membeli jajan crepes yang lumayan banyak antriannya. Aku dan Nabila tetap menunggunya karena penasaran apakah berbeda rasanya dengan crepes yang di sekolah. Saat kita sudah mendapatkannya dan membayar dengan uang 20 ribu untuk berdua, kita menunggu uang kembalian karena harga crepes di sekolah 5 ribu. Aku bertanya kepada penjualnya, “Pak, uang kembaliannya?” Penjualnya menjawab, “Uangnya pas ya dek, tadi bawa 20 ribu kan?” Dengan polos, aku dan Nabila menganggukkan kepala, dan untuk kedua kalinya aku malu dalam satu hari. Setelah itu, kita kembali ke tempat tadi yang ternyata Anggar sudah membawa pialanya. Dia mendapat juara 2 dalam lompat jauh.
Dari kejadian yang aku alami, semoga kalian para 𝘳𝘦𝘢𝘥𝘦𝘳𝘴 tidak pernah mengalaminya, cukup aku saja karena sakitnya tidak seberapa, malunya minta ampun. Oleh karena itu, kalian selalu hati-hati serta teliti dalam melakukan segala sesuatu. Sekian cerita yang dapat saya sampaikan, semoga dapat menghibur kalian ya. Terima kasih.