'Sadranan': Tradisi Unik Sambut Ramadhan di Kecamatan Cepogo Boyolali

sadranan-desa-wonodo-2019-5e7f706bd541df7fd454d832
sumber : kompasiana.com

Sadranan adalah rangkaian upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, terutama Jawa Tengah. Salah satu daerah yang melaksanakan upacara sadranan ada di Kabupaten Boyolali, tepatnya di Kecamatan Cepogo. Tradisi sadranan tersebut rutin dilaksankan warga di Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali setiap bulan Syaban atau Ruwah dalam penanggalan Jawa. Sadranan biasanya diadakan sebulan sebelum bulan puasa atau pada tanggal 10 Rajab, atau 15, 20, dan 23 Ruwah. Tujuan acara sadranan yaitu untuk menghormati para leluhur dan mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Sadranan di Kecamatan Cepogo sangat unik, dimana pelaksanaanya tradisi sadranan seperti perayaan Hari Raya Idul Fitri. Warga melakukan ziarah ke makam para leluhurnya kemudian akan saling berkunjung ke rumah-rumah warga setempat. Pada saat acara sadranan biasanya warga yang kerja di luar kota, sekolah atau menempuh pendidikan di luar kota, dan yang merantau akan pulang dan menjadikan tradisi sadranan sebagai bentuk silaturahmi.

Sadranan sudah menjadi agenda rutin dan turun-temurun di Cepogo, dari Pemerintah Kecamatan Cepogo sendiri berusaha mengemas tradisi sadranan menjadi festival yang akan menjadi budaya tahunan. Festival ini dimulai dengan acara Grebek Sadranan sebagai pembuka tradisi sadranan di Kecamatan Cepogo yang dilaksanakan tiap desa secara bergantian. Acara Grebek Sadranan dimulai dengan kirab tenong yang berisi berbagai makanan khas Cepogo, tumpeng seger dan gunungan hasil bumi dan makanan khas. Grebek Sadranan diikuti 15 desa di Kecamatan Cepogo. Setiap desa yang ada di Cepogo membawa 21 tenong dan tiga tumpeng seger. Selain membawa tenong, juga ada 7 gunungan hasil bumi dan 7 gunungan makanan khas Cepogo. Jumlah keseluruhan tenong 315 buah.

Pawai tenong dan gunungan diarak dan dibawa ke kantor kecamatan. Arak-arakan dari dua arah bertemu di depan kantor Kecamatan Cepogo. Barisan paling depan yaitu prajurit bregodo keraton Surakarta, kemudian diikuti tenong dan gunungan serta tumpeng. Sesampainya di kantor Kecamatan Cepogo, 315 tenong itu diletakkan di pinggir jalan. Sedangkan gunungan-gunungan dibawa masuk ke halaman kantor untuk acara seremonial. Setelah itu ada pembacaan doa, gunungan dibawa keluar ke jalan untuk diperebutkan warga. Tenong dibuka dan masyarakat bisa ikut makan bersama atau istilah jawanya Kembul Bujono.

Tradisi sadranan memiliki simbol adanya hubungan dengan para leluhur, sesama, dan Yang Maha Kuasa atas segalanya. Sadranan merupakan sebuah ritual yang memadukan budaya lokal dan nilai-nilai Islam sehingga sangat tampak hadirnya nilai-nilai ke-Islaman di dalamnya. Sadranan sebagai model akulturasi kepercayaan dan kearifan lokal. Akulturasi budaya sangat terlihat nyata dalam tradisi sadranan yang dipraktekkan oleh masyarakat Jawa. Pada awalnya, sadranan merupakan tradisi Hindu-Budha pada abad 15 M. Seiring berjalannya waktu, sadranan mengalami akulturasi dengan Islam. Sadranan yang awalnya digunakan untuk pemujaan roh, kemudian diluruskan niatnya tertuju hanya pada Yang Maha Esa oleh para ulama (wali songo). Selain itu, tradisi sadranan yang lekat nilai-nilai pluralitas bisa menyatukan perbedaan masyarakat Jawa pada umumnya dan masyarakat Kecamatan Cepogo pada khususnya.

Tujuan dari tradisi sadranan ialah sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat atas nikmat yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, terdapat pula tujuan sosial kemasyarakatan, sebab dalam pelaksanaan tradisi sadranan timbul interaksi atau hubungan antar anggota masyarakat. Dari interaksi itulah hadir semangat gotongroyong, kebersamaan, keakraban, persatuan, dan berbagai kebaikan lain di dalamnya. Se,moga masyarakat Kecamatan Cepogo konsisten dalam melestarikan tradisi sadranan.