Romantisasi Ondel-Ondel Kala itu di SMA

Riuh suara di dalam kelas 12 IPA 2 yang tandanya siang itu adalah jam kosong. Sudah tentu di jam-jam kosong seperti ini anak-anak melakukan aktivitas seperti bergosip ria, ada yang main uno, ada yang tidur lesehan dilantai, hingga ke kantin hanya sekedar untuk membeli jajan.

“Gais… gais… hallo… ada info nih.” teriak anak MPK kelas yang tiba-tiba muncul di samping pintu kelas.
“Apaan deh.” seru yang lain.
“Sekolah mau ada diesnatalis bulan depan, mau ngadain semacam karnaval kebudayaan gitu, nah perkelas ditugasin untuk ikut berpartisipasi dalam karnaval tersebut” jelas anak MPK panjang lebar.
“Buset bulan depan.” sorak salah satu anak.
“Ya sudah mau bikin apa nih, mepet banget waktunya.” timpalnya selanjutnya.

Setelah huru-hara memikirkan konsep dan tema untuk acara karnaval, banyak usulan yang dipilih dan berbeda-beda. Namun akhirnya kelas sepakat dengan tema kebudayaan dari Betawi dengan konsep membuat ondel-ondel. Sebagian besar tidak yakin dengan konsep yang dipilih. Satu kelas aja belum ada yang pernah pengalaman membuat ondel-ondel, apalagi dengan waktu yang dekat. Ada yang menyarankan untuk membeli saja, tetapi anak laki-laki meyakinkan jika mereka membuatnya sendiri jauh lebih keren.

Hari-hari berikutnya mereka mulai menyusun konsep, mempersiapkan, dan mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat ondel-ondel. Disini anak laki-laki bertugas membuat kerangka ondel-ondel dari bambu, mereka mencari bambu ke kebun-kebun karena membutuhkan banyak bambu untuk ondel-ondel yang cukup besar. Sementara anak-anak perempuan mereka ditugaskan membuat pernak-pernik dari kertas krep untuk membuat bunga manggar, juga menjahit kain yang akan digunakan untuk pakaian ondel-ondel. Setiap hari libur mereka menyicil pembuatan ondel-ondel tersebut.

Proses pembuatan ondel-ondel tidak selalu berjalan mulus. Ada suatu waktu ketika cuaca berubah mendung, saat itu pembuatan kepala ondel-ondel yang dibuat dari bubur kertas baru selesai dan masih basah. Mereka panik karena event karnaval tersebut tinggal beberapa hari. Namun akhirnya, mereka memutuskan menjemurnya di sekolah sembari melukis dan mewarnai ornamen kepala ondel-ondel. Satu hari sebelum event karnaval mereka mengebut menyelesaikannya untuk kemeriahan karnaval besok. Satu hari sebelum acara karnaval tersebut, kami malah menambah properti dengan membuat Bajaj dari gerobak sampah. Rasa lelah sudah terasa karena kami menyelesaikan semuanya hingga larut malam sekitar pukul 9 malam masih di lingkungan sekolah, namun itu semua tidak melunturkan semangat dan kerja sama kami.

Keesokan harinya, hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Rombongan kelas 12 IPA 2 siap memeriahkan acara karnaval kebudayaan dengan ondel-ondel yang berdiri gagah ditengah pawai. Bajaj yang telah kami selesaikan dalam waktu satu hari itu pun ikut masuk ditengah pawai, dengan dikemudikan salah satu anak laki-laki yang mengaitkan motor dan bajaj dari gerobak sampah tersebut. Di terik matahari siang yang cerah, kami tampil dengan warna-warni pakaian khas dari Betawi. Sorak-sorai penonton saat rombongan mulai berjalan semakin memeriahkan ondel-ondel yang mulai bergerak dengan diiringi tarian-tarian dan irama lagu khas Betawi.

Ketika rute pawai hendak selesai menyusuri jalan, tiba-tiba…
“BRUUUUUKKKKK” suara bajaj didepan barisan rombongan.
Spontan kami satu rombongan melihat ada suara apa itu, ternyata hal yang tidak terduga datang, bajaj kami jatuh menabrak rombongan barisan depan yaitu kelas 12 IPA 1. Disana koordinator jalan dari sekolah dan banyak orang lainnya langsung ramai ingin mengetahui apa yang terjadi. Kejadian tersebut mengakibatkan ada beberapa korban yang terluka karena tertabrak bajaj kelas kami, korban-korban tersebut langsung dilarikan ke puskesmas terdekat dengan ambulans. Disini ada yang luka ringan karena tertimpa bajaj hingga terkilir sampai parahnya patah tulang di kaki. Disini kami sekelas sangat syok atas kejadian yang tidak pernah terpikirkan tersebut. Setelah melanjutkan rute perjalanan, kami kembali ke sekolahan. Kelas kami 12 IPA 2 satu kelas meminta permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas musibah yang tertimpa ke kelas 12 IPA 1.

Pengalaman ini membuat kami sekelas sedih, karena yang seharusnya kami bisa bersenang-senang di event ini malah hal yang tidak diingikan terjadi. Pesan yang kami ambil dari kejadian tersebut yaitu kita harus tetap berhati-hati dan waspada dalam hal dan situasi apapun.