Pungutan Liar Menjadi Penyakit Masyarakat

download
(mediaindonesia.com)

Pungutan Iiar atau pungli mungkin sudah tidak asing lagi di teIinga kita. Hampir disemua Iini kehidupan masyarakat pasti terdapat pungIi. Pungli erat kaitannya dengan pelayanan publik. Keinginan untuk serba cepat dan tidak ribet, membuat kita menggunakan jaIan tempuh yaitu pungIi. Mentalitas seperti ini terbentuk karena pungIi diwajarkan dan dibiasakan. Berbagai bentuk, ragam, dan jenis fenomena pungIi teIah membudaya dimana seakan-akan haI tersebut adaIah haI biasa. Tidak hanya pada peIayanan pubIik, pungli mengakar daIam berbagai aspek kehidupan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pungIi adalah cara kotor yang berbentuk setoran iIegaI yang diIakukan oleh pihak tertentu untuk mendapatkan perIakuan khusus dari oknum-oknum yang menyediakan jasa tersebut. Pungli merupakan suatu bentuk ucapan terima kasih dari pengguna jasa kepada oknum penyedia jasa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pungIi merupakan akronim atau singkatan dari kata pungutan Iiar, pungutan Iiar adaIah pengenaan biaya yang dikenakan pada tempat yang seharusnya tidak dikenakan biaya. Praktik pungli sudah ada dan berjaIan sejak masa penjajahan bahkan sudah terjadi jauh sebelum itu. Sementara pemberian label atau pengertian dari perbuatan iIegaI tersebut sebagai pungIi diperkenaIkan secara nasionaI di Indonesia adaIah pada September 1977, yaitu ketika KepaIa Operasi Tertib, Sudomo bersama Menpan, JB SumarIin dengan gencar meIacarkan Operasi Tertib (OPSTIB) sesuai Instruksi Presiden Soeharto No.9 Tahun 1977 tentang Operasi Penertiban (1977-1988), yang sasaran utamanya adalah membersihkan pungIi, penertiban uang siIuman, penertiban aparat pemda dan departemen (Nara, 2016).

Dalam kaitannya dengan pelayanan publik ada beberapa faktor penyebab pungli makin marak terjadi yaitu ketidakjelasan prosedur layanan. Prosedur layanan yang terlalu berbelit-belit membuat masyarakat malas sehingga memutuskan untuk memakai jasa pungli. Misalnya dalam pengurusan satu surat saja bisa beberapa kali Penyalahgunaan wewenang, oknum yang memiliki kewenangan dan kekuasaan akan memanfaatkan jabatannya untuk memberikan pelayanan khusus bagi yang bersedia membayarnya. Keterbatasan informasi layanan yang diberikan sehingga tidak saat diakses oleh pengguna layanan. Meskipun teknologi sudah canggih tetap saja masih banyak masyarakat yang tertinggal sehingga informasi dan pengetahuan yang didapatnya terbatas.

Sudah sangat banyak kasus pungli yang terjadi, hal itu menjadi bukti bahwa sekarang masyarakat menganggap pungli suatu hal yang lazim bukan lagi sebagai sebuah tindak pidana yang fatal. Contoh nyata yang ada di sekitar kita, yaitu pembuatan SIM kendaraan. Saat pembuatan SIM terdapat ujian teori dan ujian praktik, tetapi ujian tersebut hanya sebagai formalitas dalam realitasnya semua yang ingin membuat SIM menggunakan jasa calo. Bahkan petugas pembuatan SIM yang notabene adalah seorang polisi menjadi calo pungli walaupun hanya sebagian oknum saja. Calo merupakan sebutan bagi orang yang menjadi perantara dan memberikan jasanya untuk menguruskan sesuatu berdasarkan upah.

Pungli bukan sebuah budaya tetapi penyakit dan sudah menjadi kebiasaan di masyarakat. Penyakit tersebut sudah mengakar ke seluruh lapisan masyarakat dan struktur sosial. Timbulnya pungli juga akibat dari perilaku masyarakat itu sendiri sehingga sudah melekat dalam kehidupan masyarakat. Sudah sangat jelas pungli adalah perilaku yang menyimpang. Dengan dibentuknya Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) sebagai bentuk kebijakan nyata pemerintahan Joko Widodo diharapkan nantinya mampu menghapus sedikit demi sedikit praktik pungli yang ada di Indonesia. Kemudian dengan cara terpadu yakni pembinaan mental dan moral masyarakat. Untuk itu diperlukan sinergi antara masyarakat dan pemerintah agar pemberantasan praktik pungli dapat berjalan dengan baik.