Psikolinguistik dan Pemerolehan Bahasa Anak

Melalui psikologi kita dapat mempelajari mengenai bagaimana sikap dan perilaku siswa dalam
memperoleh dan mempelajari bahasa sedangkan melalui linguistik kita dapat mempelajari
mengenai konsep dan struktur bahasa. Maka hal ini digabung menjadi sebuah kajian ilmu yang dinamakan psikolinguistik.

Menurut Emmon Bach (1964) Psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana
pemakai suatu bahasa membangun dan memahami kalimat-kalimat bahasa tersebut

Peran psikolinguistik pada tahap pemerolehan bahasa ditemukan dalam empat fase
pemerolehan bahasa pada anak yaitu :

  1. Tingkat Membabel (dimulai dari umur 0 sampai1 tahun)

  2. Masa Holofrase (dimulai pada umur 1 sampai 2 tahun)

  3. Masa Ucapan Dua kata (dimulai pada usia 2 sampai 2 tahun 6 bulan)

  4. Masa Permulaan Tata Bahasa (dimulai pada usia 2 tahun 6 bulan±sampai 3 tahun keatas).

Dari ke empat fase tersebut dapat diketahui bahwa Peran Psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa pada anak sangat penting karena dengan memamahami psikolinguistik seorang guru memahami proses yang terjadi dalam diri siswa ketika siswa menyimak, berbicara,membaca, ataupun menulis sehingga jika ada suatu permasalahan dimana kemampuan dalam keterampilan berbahasa bermasalah, guru dapat melihat dari sudut pandang psikologi sebagai alternative solusinya.

Sumber referensi :

Kuntarto, E. (2017). Memahami Konsepsi Psikolinguistik.

Natsir, N. (2017). Hubungan psikolinguistik dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa. RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 10(1).

Harley (Dardjowidjojo, 2003: 7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang proses mental-mental dalam pemakaian bahasa. Sebelum menggunakan bahasa, seorang pemakai bahasa terlebih dahulu memperoleh bahasa. Kemudian, Levelt (Marat, 1983: 1) mengemukakan bahwa psikolinguistik adalah suatu studi mengenai penggunaan dan perolehan bahasa oleh manusia.

Bahasa bisa dipahami melalui linguistik sebagaimana dikemukakan oleh Yudibrata bahwa linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa, biasanya menghasilkan teori-teori bahasa; namun tidak demikian halnya dengan anak sebagai pemeroleh bahasa. Anak sebagai organisme dengan segala perilakunya termasuk proses yang terjadi dalam diri anak ketika memperoleh bahasa tidak bisa dipahami oleh linguistik, tetapi hanya bisa dipahami melalui ilmu lain yang berkaitan dengannya, yaitu Psikologi. Atas dasar hal tersebut muncullah disiplin ilmu yang baru yang disebut Psikolinguistik atau disebut juga dengan istilah Psikologi Bahasa yakni bidang ilmu antardisiplin antara psikologi dan linguistik yang mengkaji perilaku berbahasa, baik perilaku yang tampak maupun perilaku yang tidak tampak: resepsi, persepsi, pemerolehan bahasa, dan pemproduksian bahasa serta proses yang terjadi didalamya.

Penguasaan sebuah bahasa oleh seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa pertama yang sering kali disebut bahasa ibu. Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses yang sangat panjang sejak anak belum mengenal sebuah bahasa sampai fasih berbahasa. Setelah bahasa ibu diperoleh maka pada usia tertentu anak memperoleh bahasa lain atau bahasa kedua yang ia kenal sebagai khazanah pengetahuan yang baru. Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak awal hidupnya melalui interaksi dengan keluarga dan lingkungan masyarakat disekitar anak.

REFERENSI:
Arsanti, M. (2014). Pemerolehan bahasa pada anak (kajian psikolinguistik). Jurnal PBSI, 3(2).
Fatmawati, S. R. (2015). Pemerolehan bahasa pertama anak menurut tinjauan psikolinguistik. Lentera, 17(1). https://doi.org/10.21093/lj.v17i1.429

Psikolinguistik merupakan cabang ilmu gabungan antara psikologi dan linguistik untuk menelaah mengenai pengetahuan bahasa, bahasa dalam pemakaian, perubahan bahasa, dan hal-hal yang berkaitan dengan itu, yang tidak mudah didekati melalui salah satu dari kedua ilmu tersebut (Lado, 1976:220). Kemudian pemerolehan bahasa pada anak berarti proses penguasaan bahasa yang secara natural dilakukan anak saat mereka belajar bahasa ibunya.

Referensi:
Kuntarto, E. (2017). Memahami Konsepsi Psikolinguistik.

Chaer (2003:167) mengemukakan bahwa pemerolehan bahasa atau acquisition adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang anak mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya

Lalu bagaimana peran psikolinguistik dalam pemerolehan bahasa pada anak?

Dalam kedwibahasaan dapat muncul alih kode dan campur kode. Indah (2017) berpendapat bahwa pemerolehan dwibahasa pada anak prasekolah terkait dengan proses tumbuh kembang anak normal. Dalam hal ini semua anak mampu mempelajari dua bahasa. Dengan mengetahui bahasa orangtuanya, dapat dikenali komponen identitas budaya anak dan rasa memiliki anak pada bahasanya. Pemerolehan dwibahasa perlu didukung pajanan atau pengalaman berbahasa yang melimpah, beragam dan terus-menerus. Kefasihan dalam kedua bahasa dapat terjadi apabila ada kesinambungan pajanan antara bahasa A yang digunakan di rumah dengan bahasa B di masyarakat. Orangtua dapat memfasilitasi kefasihan dalam dwibahasa dengan menggunakan bahasa yang mereka kuasai betul dengan beragam cara.

Psikolinguistik yang merupakan ilmu interdisipliner menguraikan prosesproses psikologi yang berlangsung jika seorang anak mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh waktu anak berkomunikasi.

Peran Psikolinguistik dalam pemerolehan bahasa anak sangat penting karena dengan memamahami psikolinguistik orang tua atau guru dapat memahami proses yang terjadi dalam diri anak ketika seorang anak menyimak ataupun berbicara sehingga manakala kemampuan dalam keterampilan berbahasa bermasalah, orang tua atau guru dapat melihat dari sudut pandang psikologi sebagai alternative solusinya.

Referensi :

Indah, Rohmani Nur. (2018). Teori-teori psikolinguistik. Presented at Sekolah Linguistik Self Access Center, 2 Mei 2018, Fakultas Humaniora UIN Malang . (Unpublished)

Fatmawati, S. R. (2015). Pemerolehan bahasa pertama anak menurut tinjauan psikolinguistik. Lentera , 17 (1).

Menurut Kridalaksana (1982: 140), psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia serta kemampuan berbahasa dapat diperoleh. Dalam proses berbahasa terjadi proses memahami dan menghasilkan ujaran, berupa kalimat-kalimat. Sejalan dengan pendapat tersebut, Chaer (2009) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.

Berdasarkan pendapat dan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa peran psikolinguistik dalam kaitannya dengan pemerolehan bahasa pada anak pertama kali berasal dari bahasa ibunya. Kemudian dalam proses berbahasa terjadi proses menyimak, memahami lalu menghasilkan ujaran, berupa kalimat-kalimat.

Referensi :
Arsanti, M. (2014). Pemerolehan bahasa pada anak (kajian psikolinguistik). Jurnal PBSI, 3(2).

Natsir, N. (2017). Hubungan psikolinguistik dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa. RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 10(1).

Seperti penjelasan Kridalaksana (1982:140) yang menyatakan bahwa, psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia serta kemampuan berbahasa dapat diperoleh. Kemudian, dijelaskan lebih lanjut mengenai korelasi antara psikolingusitik dengan pemerolehan bahasa pada amak oleh Chaer (2009) yang berpendapat bahwa, pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa merupakan proses yang berlangsung di dalam otak seorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Maka dari itu, peran psikolinguistik dalam hal ini adalah membuat para anak-anak untuk memahami, menyimak, berbicara, membaca, ataupun menulis dalam sebuah objek sehingga jika pada suatu saat kemampuan dalam keterampilan berbahasa bermasalah dapat dilihat dari sudut pandang psikologi sebagai solusi alternatif.

Referensi:

Chandra, A. A. (2019). Peranan Pola Pengasuhan terhadap Pemerolehan Bahasa pada Anak: Sebuah Kajian Psikolinguistik. Literasi: Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, 8(2), 75-83.

Natsir, Nurasia. 2017. Hubungan Psikolinguistik dalam Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa. Retorika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. 10(1), 20-29

Harley (Dardjowidjojo: 2003: 7), mengemukakan pendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang proses mental-mental dalam pemakaian bahasa. Sebelum menggunakan bahasa, seorang pemakai bahasa terlebih dahulu memperoleh bahasa. Dalam kaitan ini Levelt (Marat, 1983: 1) berpendapat bahwa Psikolinguistik adalah suatu studi mengenai penggunaan dan perolehan bahasa oleh manusia.

Untuk peran Psikolinguistik dalam pemerolehan bahasa anak bisa dikatakan sangat penting. Hal ini karena dengan memamahami psikolinguistik orang tua atau guru dapat memahami proses yang terjadi dalam diri anak ketika seorang anak menyimak ataupun berbicara sehingga apabila jika kemampuan dalam keterampilan berbahasa bermasalah, orang tua atau guru dapat melihat dari sudut pandang psikologi sebagai salah satu solusi.

Psikolinguistik dapat dipula dipergunakan untuk menelaah pemerolehan bahasa pada anak. Setiap anak yang normal pertumbuhan pikirannya akan belajar bahasa pertama (bahasa ibu; bahasa rumah tangga) dalam tahun-tahun pertama dalam hidupnya, dan proses ini terjadi hingga kira-kira umur 5 tahun. Sesudah itu pada masa pubertas (kira-kira umur12-14 tahun) hingga menginjak dewasa (kira-kira umur 18-20 tahun), anak itu akan tetap masih belajar bahasanya.

Referensi:
Lisnawati, I. (2008). Psikolinguistik dalam Pembelajaran Bahasa. Educare.
Chandra, A. A. (2019). Peranan Pola Pengasuhan terhadap Pemerolehan Bahasa pada Anak: Sebuah Kajian Psikolinguistik. Literasi: Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, 8(2), 75-83.
Natsir, N. (2017). Hubungan psikolinguistik dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa. RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 10(1).

Kridalaksana (1982: 140) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia serta kemampuan berbahasa dapat diperoleh. Chaer (2003: 6) secara lebih rinci menjelaskan bahwa psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. pemerolehan bahasa merupakan sesuatu yang menabjubkan bagi anak yang pertama kalinya memiliki bahasa yang dalam proses pemerolehannya tanpa ada pembelajaran khusus mengenai bahasa tersebut. Hal tersebut contohnya terjadi pada seorang bayi yang hanya merespon ujaran-ujaran yang sering didengarnya oleh lingkungan yang dekat dengannya, seperti ibu, ayah, kakak, adik, atau orang yang dekat dengannya.

Daftar Pustaka:

Natsir, N. (2017). Hubungan psikolinguistik dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa. RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya , 10 (1).

Secara etimologi kata psokolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan linguistik, yaknidua bdang ilmu yang berbeda yang masing-masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan.Sedangkan menurut Lado (1976:220) Psikolinguistik adalah pendekatan gabungan melalui psikologi dan linguistik bagi telaah atau studi pengetahuan bahasa, bahasa dalam pemakaian, perubahan bahasa, dan hal-hal yang berkaitan dengan itu, yang tidak mudah dicapai atau didekati melalui salah satu dari kedua ilmu tersebut secara terpisan atau sendiri-sendiri.

Menurut Fatmawati (2015:74) Peran Psikolinguistik dalam pemerolehan bahasa anak sangat penting karena dengan memamahami psikolinguistik orang tua atau guru dapat memahami proses yang terjadi dalam diri anak ketika seorang anak menyimak ataupun berbicara sehingga manakala kemampuan dalam keterampilan berbahasa bermasalah, orang tua atau guru dapat melihat dari sudut pandang psikologi sebagai alternative solusinya.Jadi dengan adanya psikolinguistik kita dapat mengetahui kejiwaan anak pada saat memperoleh bahasa.Apakah anak itu senang ataupun tidak.

Susiati, S. (2020). Bahan Ajar: Psikolinguistik.

Fatmawati, S. R. (2015). Pemerolehan bahasa pertama anak menurut tinjauan psikolinguistik. Lentera, 17(1).

Menurut Kridalaksana (1982:140), psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia serta kemampuan berbahasa dapat diperoleh. Terdapat mekanisme mengenai bagaimana anak menangkap tuturan dari orang di sekitarnya. Kata-kata itu akan terekam pada otak seiring pertumbuhan kemudian diproses untuk memahami maksud ujaran tersebut. Sebagai hasil akhirnya, anak-anak pun dapat mengucapkan kata. Mulanya hanya satu kata lalu berkembang menjadi satu kalimat dan seterusnya.

REFERENSI:
Natsir, N. 2017. Hubungan Psikolinguistik dalam Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa. Jurnal Retorika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya 10(1).

Menurut Tarigan (1986) psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata linguistik, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing-masing berdiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan namun, keduanya sama-sama bahasa sebagai objek formalnya. Berkaitan dengan itu, psikolinguistik mempunyai peran penting dalam pemerolehan bahasa pada anak.

Psikolinguistik yang merupakan ilmu interdisipliner menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seorang anak mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh waktu anak berkomunikasi (Fatmawati, 2015). Peran Psikolinguistik dalam pemerolehan bahasa anak sangat penting karena dengan memamahami psikolinguistik orang tua atau guru dapat memahami proses yang terjadi dalam diri anak ketika seorang anak menyimak ataupun berbicara sehingga ketika kemampuan dalam keterampilan berbahasa bermasalah, orang tua atau guru dapat melihat dari sudut pandang psikologi sebagai alternatif solusinya.

Yang perlu diketahui yaitu psikolinguistik mempunyai bidang garapan tentang proses berbahasa yang terjadi pada otak seseorang, baik otak pembicara maupun otak pendengar. Sejalan dengan pendapat Chaer (2003) yang memberikan penjelasan bahwa pemerolehan bahasa itu berupa proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Dengan demikian psikolinguistik menghasilkan deskripsi bahasa yang berproses pada diri seseorang yang terlibat dalam komunikasi, meliputi bagaimana proses pengolahan bahasa itu terjadi, bagaimana wujud satuannya, bagaimana makna yang dikandungnya, dan bagaimana proses keterpahaman bahasa tersebut

Referensi:
Chaer, Abdul. (2003). Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Rineka Cipta.
Fatmawati, S. R. (2015). Pemerolehan Bahasa Pertama Anak Menurut Tinjauan Psikolinguistik. Lentera , 17 (1).
Tarigan , H., G. (2009). Psikolinguistik. Bandung Angkasa

Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perilaku berbahasa, baik prilaku yang tampak maupun perilaku yang tidak tampak: resepsi, persepsi, pemerolehan bahasa, dan pemproduksian bahasa serta proses yang terjadi di dalamnya. Contoh perilaku yang
tampak dalam berbahasa adalah perilaku manusia ketika berbicara dan menulis atau ketika dia memproduksi bahasa, sedangkan contoh prilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia ketika memahami yang disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memproses sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya atau ketika dia memahami bahasa. Peran Psikolinguistik dalam Nurasia Natsir, Hubungan Psikolinguistik dalam Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa 29 pembelajaran bahasa sangat penting karena dengan memamahami psikolinguistik seorang guru memahami proses yang terjadi dalam diri siswa ketika siswa menyimak, berbicara, membaca, ataupun menulis sehingga manakala kemampuan dalam keterampilan berbahasa bermasalah, garu dapat melihat dari sudut pandang psikologi sebagai alternative solusinya.

Referensi:
Natsir, Nurasia. 2017. Hubungan Psikolinguistik dalam Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa. Retorika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. 10 (1), 20-29.
Lisnawati, I. (2008). Psikolinguistik dalam Pembelajaran Bahasa. Educare .

Menurut Dardjowidjojo istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah inggris acquisition, yang merupakan suatu proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya. Sementara Chaer memberikan pengertian bahwa pemerolehan bahasa atau acquisition adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung terhadap anak-anak yang belajar menguasai bahasa pertama atau bahasa ibu sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan pemerolehan bahasa kedua, dimana bahasa diajarkan secara formal kepada anak. Peran psikolinguistik dalam pemerolehan bahasa, yaitu mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur itu di peroleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat pertuturan itu.

Referensi

Fatmawati, S. R. (2015). Pemerolehan bahasa pertama anak menurut tinjauan psikolinguistik. Lentera, 17(1).

Psikolinguistik sebagai suatu disiplin ilmu yang bertujuan mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya (Busro, 2016:210).

Kata pemerolehan merupakan kata baru dalam bahasa Indonesia. Kata pemerolehan tidak sama dengan perolehan. Kata pemerolehan mengacu kepada proses, sedangkan kata perolehan mengacu kepada hasil. Jika dipadankan kata pemerolehan ini identik dengan kata bahasa Inggris acquisition (Natsir, 2017)

Ada dua teori tentang pemerolehan bahasa yaitu:
a. Teori aliran Behaviorisme Menyatakan bahwa perkembangan bahasa anak-anak itu melalui penambahan sedikit demi sedikit. Jadi, seolah-olah pemerolahan bahasa itu bersifat linear atau garis lurus. Makin hari makin bertambah juga sampai akhirnya lengkap seperti bahasa orang dewasa.
b. Teori aliran Rasionalisme Dinyatakan Nurasia Natsir, Hubungan Psikolinguistik dalam Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa 25 bahwa perkembangan bahasa anak itu mengikuti suatu pola perkembangan tertentu. Setiap pola perkembangan bahasa itu mempunyai tata bahasa sendiri-sendiri pula, yang mungkin saja tidak sama dengan tata bahasa orang dewasa (tata bahasa yang sebenarnya).
Pada setiap pola perkembangan bahasa berikutnya, tata bahasa yang tidak benar itu secara berangsur diperbaikinya menuju tata bahasa yang benar. Sebagai contoh bahwa tata bahasa anak itu berbeda dengan tata bahasa orang dewasa, sebagaimana penelitian Braine, yang dikutip oleh David Ingram (1989).

Pola-pola atau tingkat-tingkat perkembangan bahasa anak itu, yang biasa disebut dengan tingkat pemerolehan bahasa. Tingkat pemerolehan bahasa yang ditemukan pada penelitian ini terdapat pada 4 fase seperti dibawah ini:
1. Tingkat Membabel (0;0-1;0)
Istilah tingkat membabel ini berasal dari bahasa inggris babbling. Ada yang menerjemahkan dengan menggagah, dan ada pula menyebutkan dengan berleter. Pada prinsipnya masa membabel dibagi atas dua, yakni:
a. Cooing atau mendekut
Masa mendekut yang berlangsung dari umur 0;0 sampai dengan umur 0;6, anak membunyikan bunyi-buyi bahasa sedunia. Bunyi bahasa apa pun di seluruh dunia dibunyikan oleh bayi yang berumur kurang dari enam bulan ini. Tetapi pada akhirnya, oleh karena anak tidak mendengar bunyi-bunyi bahasa selain dari bahasa ibunya sendiri, maka ia pun hanya akan membunyikan bahasa ibunya saja
b. Babbling atau membabel.
masa membabel itu, ialah pada usia 0:6 sampai dengan 1:0 pada saat ini anak mengarah untuk mengucapkan pola suku kata KV (konsonan dan vokal). Suatu hal yang menarik dari masa membabel (cooing dan babbling) ini ialah bahwa anak yang pekak pun ternyata ikut membunyikan bunyi-bunyi bahasa seluruh dunia itu, dan ikut juga mengucapkan pola suku kata KV tersebut. Namun, setelah masuk pada tahap berikutnya pada usia 1:0, maka anak pekak itu secara berangsur-angsur akan berhenti bersuara.

2. Masa Holofrase (1;0 - 2:0)
Masa holofrase yang berlangsung antara umur 1;0 sampai dengan 2;0. Pada masa ini, anak-anak mengucapkan satu kata dengan maksud sebenarnya menyampaikan sebuah kalimat. Saat seorang anak menyebutkan [cucu] [caca] [yaya] [mamma] [tata] [nanna] yang kemungkinan berarti susu, kakak, saya, makan atau mama, kakak. Perlu juga dicatat di sini, walaupun dikatakan bahwa masa holofrase anak mengucapkan sebuah kata, namun tidaklah berarti bahwa katakata yang diucapkan oleh anak itu memang sudah lengkap. Karena seperti yang kita fahami bahwa kata-kata anak itu tentu belum bias seperti ucapan orang dewasa.

3. Masa Ucapan Dua kata (2;0 ± 2;6)
Pada masa ini anak sudah mulai mengucapkan dua buah kata. Pada awalnya ucapan dengan dua buah kata ini mungkin saja gabungan dari dua buah holofrase seperti [ma] dan [cucu] yang berarti “mama sedang membuatkan susu saya” mengucapkan dua buah kata yang sebenarnya seperti [ju di] untuk “yang itu, baju kepunyaan adik”

4. Masa Permulaan Tata Bahasa (2;6 ± 3;0)
Pada Masa Permulaan Tata Bahasa anak mulai menggunakan bentuk-bentuk bahasa yang lebih rumit, seperti penggunaan afiksasi. Kalimat-kalimat yang diucapkan pada umumnya adalah kalimat-kalimat yang hanya berisi kata inti saja dan tidak terdapat kata tugas. Jadi, kalimat kalimat yang mirip dengan kalimat telegram, dan oleh karena itu bisa juga dinamakan telegraphic sentence (kalimat telegram).

Sumber dan Referensi
Natsir, N. (2017). Hubungan psikolinguistik dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa. RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 10(1).

Chandra, A. A. (2019). Peranan Pola Pengasuhan terhadap Pemerolehan Bahasa pada Anak: Sebuah Kajian Psikolinguistik. Literasi: Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, 8(2), 75-83.