Psikolinguistik sebagai suatu disiplin ilmu yang bertujuan mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya (Busro, 2016:210).
Kata pemerolehan merupakan kata baru dalam bahasa Indonesia. Kata pemerolehan tidak sama dengan perolehan. Kata pemerolehan mengacu kepada proses, sedangkan kata perolehan mengacu kepada hasil. Jika dipadankan kata pemerolehan ini identik dengan kata bahasa Inggris acquisition (Natsir, 2017)
Ada dua teori tentang pemerolehan bahasa yaitu:
a. Teori aliran Behaviorisme Menyatakan bahwa perkembangan bahasa anak-anak itu melalui penambahan sedikit demi sedikit. Jadi, seolah-olah pemerolahan bahasa itu bersifat linear atau garis lurus. Makin hari makin bertambah juga sampai akhirnya lengkap seperti bahasa orang dewasa.
b. Teori aliran Rasionalisme Dinyatakan Nurasia Natsir, Hubungan Psikolinguistik dalam Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa 25 bahwa perkembangan bahasa anak itu mengikuti suatu pola perkembangan tertentu. Setiap pola perkembangan bahasa itu mempunyai tata bahasa sendiri-sendiri pula, yang mungkin saja tidak sama dengan tata bahasa orang dewasa (tata bahasa yang sebenarnya).
Pada setiap pola perkembangan bahasa berikutnya, tata bahasa yang tidak benar itu secara berangsur diperbaikinya menuju tata bahasa yang benar. Sebagai contoh bahwa tata bahasa anak itu berbeda dengan tata bahasa orang dewasa, sebagaimana penelitian Braine, yang dikutip oleh David Ingram (1989).
Pola-pola atau tingkat-tingkat perkembangan bahasa anak itu, yang biasa disebut dengan tingkat pemerolehan bahasa. Tingkat pemerolehan bahasa yang ditemukan pada penelitian ini terdapat pada 4 fase seperti dibawah ini:
1. Tingkat Membabel (0;0-1;0)
Istilah tingkat membabel ini berasal dari bahasa inggris babbling. Ada yang menerjemahkan dengan menggagah, dan ada pula menyebutkan dengan berleter. Pada prinsipnya masa membabel dibagi atas dua, yakni:
a. Cooing atau mendekut
Masa mendekut yang berlangsung dari umur 0;0 sampai dengan umur 0;6, anak membunyikan bunyi-buyi bahasa sedunia. Bunyi bahasa apa pun di seluruh dunia dibunyikan oleh bayi yang berumur kurang dari enam bulan ini. Tetapi pada akhirnya, oleh karena anak tidak mendengar bunyi-bunyi bahasa selain dari bahasa ibunya sendiri, maka ia pun hanya akan membunyikan bahasa ibunya saja
b. Babbling atau membabel.
masa membabel itu, ialah pada usia 0:6 sampai dengan 1:0 pada saat ini anak mengarah untuk mengucapkan pola suku kata KV (konsonan dan vokal). Suatu hal yang menarik dari masa membabel (cooing dan babbling) ini ialah bahwa anak yang pekak pun ternyata ikut membunyikan bunyi-bunyi bahasa seluruh dunia itu, dan ikut juga mengucapkan pola suku kata KV tersebut. Namun, setelah masuk pada tahap berikutnya pada usia 1:0, maka anak pekak itu secara berangsur-angsur akan berhenti bersuara.
2. Masa Holofrase (1;0 - 2:0)
Masa holofrase yang berlangsung antara umur 1;0 sampai dengan 2;0. Pada masa ini, anak-anak mengucapkan satu kata dengan maksud sebenarnya menyampaikan sebuah kalimat. Saat seorang anak menyebutkan [cucu] [caca] [yaya] [mamma] [tata] [nanna] yang kemungkinan berarti susu, kakak, saya, makan atau mama, kakak. Perlu juga dicatat di sini, walaupun dikatakan bahwa masa holofrase anak mengucapkan sebuah kata, namun tidaklah berarti bahwa katakata yang diucapkan oleh anak itu memang sudah lengkap. Karena seperti yang kita fahami bahwa kata-kata anak itu tentu belum bias seperti ucapan orang dewasa.
3. Masa Ucapan Dua kata (2;0 ± 2;6)
Pada masa ini anak sudah mulai mengucapkan dua buah kata. Pada awalnya ucapan dengan dua buah kata ini mungkin saja gabungan dari dua buah holofrase seperti [ma] dan [cucu] yang berarti “mama sedang membuatkan susu saya” mengucapkan dua buah kata yang sebenarnya seperti [ju di] untuk “yang itu, baju kepunyaan adik”
4. Masa Permulaan Tata Bahasa (2;6 ± 3;0)
Pada Masa Permulaan Tata Bahasa anak mulai menggunakan bentuk-bentuk bahasa yang lebih rumit, seperti penggunaan afiksasi. Kalimat-kalimat yang diucapkan pada umumnya adalah kalimat-kalimat yang hanya berisi kata inti saja dan tidak terdapat kata tugas. Jadi, kalimat kalimat yang mirip dengan kalimat telegram, dan oleh karena itu bisa juga dinamakan telegraphic sentence (kalimat telegram).
Sumber dan Referensi
Natsir, N. (2017). Hubungan psikolinguistik dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa. RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 10(1).
Chandra, A. A. (2019). Peranan Pola Pengasuhan terhadap Pemerolehan Bahasa pada Anak: Sebuah Kajian Psikolinguistik. Literasi: Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, 8(2), 75-83.