Proses Morfemis Morfem Segmental, Manakah yang Mudah Dipahami dan Dilakukan?

Terdapat Sembilan proses jenis morfemis dalam bahasa Indonesia yakni derivasi Zero, afiksasi, reduplikasi, komposisi, abrevasi, derivasi balik, metanalisis, analogi, dan kombinasi ( Arifin dan Junaiyah, 2009:9). Dari proses-proses morfemis tersebut, menurut saya proses morfemis yang paling mudah untuk dipahami yakni proses afiksasi atau pengimbuhan.

Referensi:
Arifin, Zainal dan Junaiyah. (2009). Morfologi: Bentuk. Makna dan Fungsi Ed. II. Cet: III. Jakarta: Grasindo

Proses morfemis ialah proses pembentukan kata yaitu bagaimana kata-kata dibentuk dengan menghubung-hubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain (Muchtar, 2006:34).

Jenis-jenis Proses Morfemis

1.Afiksasi

Afiksasi merupakan proses pembubuhan afiks pada sebuah bentuk dasar (Chaer, 2003:177). Dalam bahasa Indonesia afiks berupa prefiks, sufiks, infiks,dan konfiks (baca Morfologi, Muhizar Muchtar, 2006:35-39).
Contoh :
Afiks yang diimbuhkan di muka – me- pada kata menghibur yang memiliki kata dasar hibur

2. Reduplikasi
Reduplikasi merupakan proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian, maupun dengan perubahan bunyi (Chaer, 2003:182).
Contoh
Tembak Menembak-nembak
Kata dasarnya berupa „tembak‟

3.Komposisi
Komposisi atau pemajemukan adalah penggabungan dua kata yang menimbulkan suatu kata baru (Ramlan, 2009; 86).
Contoh
baca tulis, makan minum, kaya miskin.

4. Abrevasi

Kridalaksana (2007: 159), memberikan definisi bahwa abreviasi adalah proses penanggalan beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga jadilah bentuk baru yang berstatus kata.
Contoh
Kuliah Kerja Nyata (KKN)

Diantara 4 proses morfemis diatas menurut saya yang paling mudah untuk digunakan adalah afiksasi,karena hanya menambahkan imbuhan saja.

Referensi

Lubis, M. I. (2019). Analisis Kontrastif Proses Morfemis Verba Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia.

Rumilah, S., & Cahyani, I. (2020). STRUKTUR BAHASA; Pembentukan Kata dan Morfem sebagai Proses Morfemis dan Morfofonemik dalam Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia, 8(1), 70-87.

Proses morfemis merupakan suatu proses
mengubah leksem menjadi kata disebut juga sebagai proses morfologis atau pembentukan kata. Dapat dikatakan bahwa leksem merupakan bentuk dasar, dan kata merupakan hasil turunan. Dalam beberapa sumber kajian linguistik, proses morfemis pada fonem segmental dibagi menjadi empat, yaitu pengafiksan, pengklitikan, pemajemukan dan reduplikasi.

Proses afiksasi merupakan proses yang paling umum digunakan dalam bahasa. Menurut Ingguoe (2015:38), leksem mengalami perubahan bentuk menjadi kategori tertentu sehingga berstatus kata dan mengalami perubahan makna pada proses afiksasi. Proses afiksasi terdiri dari lima bentuk yaitu yaitu awalan (prefiks), sisipan (infiks),
akhiran (sufiks), gabungan awalan-akhiran (konfiks) dan imbuhan gabungan (simulfiks). Selanjutnya, Verhaar (1996), mengartikan klitika sebagai morfem yang pendek, terdiri dari satu atau dua silabe, tidak dapat diberi aksen atau tekanan apa-apa, melekat pada kata atau frasa yang lain, dan memuat artri yang tidak mudah dideskripsikan secara leksikal. Jadi, proses pengklitikan adalah proses pengimbuhan klitika pada morfem dasar.

Proses morfemis selanjutnya adalah proses pemajemukan yang diartikan oleh Chaer (2008) sebagai proses penggabungan dasar dengan dasar yang biasanya berupa akar maupun bentuk berimbuhan. Tujuannya untuk mewadahi suatu konsep yang belum tertampung dalam sebuah kata. Sedangkan proses redupliksi, menurut Ramlan (2009: 38), adalah proses pengulangan bentuk kata secara keseluruhan maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak.

Dari keempat proses diatas, menurut saya yang paling mudah dipahami dan kerap ditemukan adalah proses afiksasi. Hal tersebut dikarenakan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari memerlukan imbuhan untuk menjadi kata yang bermakna. Misalkan dalam kata predikat bermain, memerlukan afiks ber- untuk dapat menjadi sebuah kata kerja.

Sumber Referensi:
Rumilah, S., & Cahyani, I. (2020). STRUKTUR BAHASA; Pembentukan Kata dan Morfem sebagai Proses Morfemis dan Morfofonemik dalam Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia, 8(1), 70-87.
Gani, S. (2019). Kajian Teoritis Struktur Internal Bahasa (Fonologi, Morfologi, Sintaksis, Dan Semantik). A Jamiy: Jurnal Bahasa dan Sastra Arab, 7(1), 1-20.
Alek. (2018). LINGUISTIK UMUM. Jakarta: Penerbit Erlangga

Terdapat empat proses morfemis dalam proses morfem segmental yang antara lain adalah pengakfisan, pengklitikan, pemajemukan, dan reduplikasi.

Chaer (2012: 177) mengemukakan afiksasi merupakan proses pembubuhan afiks pada sebuah bentuk dasar. Dalam proses afiksasi melibatkan beberapa unsur yaitu: 1) bentuk dasar, 2) afiks, dan 3) makna gramatikal yang dihasilkan.

Klitika merupakan sebuah imbuhan yang memiliki arti leksikal (Baryadi: 2011). Berdasarkan letak peletakannya pada bentuk dasar. Klitik sendiri dibagi menjadi dua yaitu proklitik dan enklitik. Proklitik adalah klitik yang menempel di awal bentuk dasar, misal: Ku- dan kau-. Sedangkan enklitik adalah klitik yang menempel di akhir bentuk dasar, misal: -ku, -mu, -nya, dan -nda.

Kata majemuk merupakan sebuah kata yang mempunyai makna baru dan tidak merupakan gabungan makna unsur-unsurnya (Sutan Takdir Alisjabana: 2012). Misal: mengatakan ‘kumis kucing’ dengan makna ‘sejenis tumbuhan’ dan mengatakan ‘mata sapi’ dengan makna ‘telur goreng tanpa diaduk atau diacak-acak’.

Pengulangan merupakan sebuah proses pembentukan kata jadian, dengan cara mengulang bentuk dasar. Kata jadian yang dihasilkan dari pengulang tersebut adalah kata ulang. Yang dapat menjadi bentuk dasar pengulangan adalah morfem asal bebas dan kata jadian. Misal: morfem asal dasar adalah anak, akan menghasilkan kata ulang anak-anak. Dan kata ulang jadian adalah melihat akan menghasilkan kata ulang melihat-lihat.

Jadi, dari pendapat diatas saya mendapat kesimpulan bahwa yang paling mudah ialah pengakfisan.

Referensi :
Sulfiana. 2017. Nomina Dalam Novel Tasbih Cinta Di Langit Moskow Karya Indah El Hafidz. Bahasa Dan Sastra. 2(1): 54-55.

Verhaar (1984) mengemukakan bahwa morfologi merupakan bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian kata secara gramatikal. Sejalan dengan itu, Kridalaksana (2008) juga mengemukakan bahwa morfologi yakni bidang linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya, serta bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata, yaitu morfem. Ramlan (2001) memberikan penguatan pada pendapat sebelumnya dengan mengemukakan bahwa morfologi ialah bagian dari ilmu Bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu baik fungsi gramatikal maupun fungsi sematik.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari tentang hubungan antara morfem yang satu dengan morfem yang lain untuk membentuk sebuah kata. Dalam proses morfologis atau yang biasa disebut dengan proses morfemis, salah satunya terjadi pada dua morfem yaitu morfem segmental dan morfem suprasegmental.
Proses morfemis pada morfem segmental ada empat jenis, yaitu:

  1. Pengafiksan
    Pengafiksan merupakan proses penggabungan kata dasar dengan afiks (imbuhan).
  2. Pengklitikan
    Klitika adalah imbuhan yang mengandung arti leksikal (arti sebenarnya; terdapat dikamus)
  3. Pemajemukan
    Pemajemukan adalah proses pembentukan makna baru yang bukan merupakan gabungan makna dari unsur-unsur bahasa itu sendiri.
  4. Reduplikasi
    Reduplikasi adalah proses pengulangan kata dasar baik keseluruhan maupun sebagian.

Setelah mengetahui proses morfemis diatas, dapat diketahui bahwa proses morfemis yang mudah dipahami dan dilakukan adalah reduplikasi. Menurut saya, reduplikasi mudah dipahami karena tidak ada penambahan unsur lain diluar kata pokok dan hanya berupa pengulangan dalam lingkup kata itu saja.

Referensi:
Verhaar, J.W.M. (1984). Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Kridalaksana, H. (2008). Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ramlan, M. (2001). Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: C.V.Karyono

Morfem segmental adalah
morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental.Semua morfem yang
berwujud bunyi adalah morfem segmental.
Morfemis yang mudah dijangkau dan dilakukan adalah afiksasi yang memiliki arti menurut Chaer (2014:177) afiksasi adalah proses pembubuhan
afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Sedangkan Putrayasa (sari, 2015:13) afiksasi atau pengimbuhan adalah proses pembentukan kata
dengan membubuhkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar, bentuk dasar tunggal maupun kompleks. Misalnya, pembubuhan afiks meN- pada bentuk dasar jual menjadi menjual. Kemudian ada reduplikasi yang memiliki arti yaitu sebuah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi
(Chaer, 2014:182).

Referensi :
Mubarak, H., & Normasunah, N. (2018). Analisis Morfologi pada Bahasa Mandar dalam Ruang Lingkup Keluarga di Desa Tanjung Lalak Kecamatan Pulau Laut Kepulauan Kabupaten Kotabaru. CENDEKIA: JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN, 6(1).

Menurut bentuk secara linier, yakni dalam susunan tuturan sebagai yang mendahului dan yang menyusul, morfem dapat dibedakan sebagai morfem yang dapat berdiri sendiri(bebas/segmental) dan morfem yang tidak dapat berdiri sendiri (terikat/nonsegmental). (Wijaya, 2020:15)
Proses morfemis bebas (segmental) menurut Verhaar (2001, 98–99) meliputi empat macam, yaitu:
a. Pengimbuhan atau pengafiksan yaitu peleburan imbuhan atau afiks pada morfem dasar;
b. Pengklitikan, yaitu penambahaan klitika pada morfem dasar.
c. Pemajemukan, yaitu penggabungan dua morfem dasar atau lebih untuk membentuk satu kata majemuk.
d. Reduplikasi yaitu penggabungan dua morfem dasar yang sama (atau sebagaian daripadanya dengan morfem utuh)
Dari empat proses morfemis di atas dapat disimpulkan bahwa pengafiksan merupakan proses yang mudah dipahami dan dilakukan.

Sumber dan Referensi
Wijaya, F. P. R. (2020). Morfofonemik Kata Benda Dan Kata Kerja Bahasa Jawa Dialek Surabaya Dalam Acara Pojok Kampung JTV (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).

Ariyanto. 2009. Linguistik Indonesia I: Morfologi Bahasa Indonesia. Yogyakarta: UGM Press.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bauer (1988:12) berpendapat dalam buku yang berjudul “Introducing Linguistic Morphology”, bahwa proses morfemis dibagi atas morfemis derivasional dan morfemis infleksional. Derivasi menjadi bagian dari leksis karena menyediakan leksem-leksem baru dan infleksi merupakan bagian dalam sintaksis karena bersifat melengkapi bentuk-bentuk leksem. Suatu leksem dapat dibentuk menjadi sebuah kata melalui proses morfemis. Proses morfemis adalah proses pembentukan kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain. Salah satu bentuk dari proses morfemis ialah penggabungan morfem dasar dengan morfem afiks. Setiap bahasa mempunyai peranti pembentukan kata untuk mengembangkan sebuah konsep. Dalam proses pembentukan kata, leksem sebagai unsur leksikon diolah menjadi kata melalui proses morfemis.

Pengafiksasian

Afikasi atau pengakfiksasian merupakan proses atau hasil penambahan (perangkaian) afiks pada akar, dasar atau alas kata. Ingguoe memaparkan bahwa leksem mengalami perubahan bentuk menjadi kategori tertentu sehingga berstatus kata dan sedikit banyak berubah maknanya (2015:38). Berdasarkan letak distribusi afiks, proses afiksasi dapat dibagi menjadi lima jenis, yaitu awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks), gabungan awalan-akhiran (konfiks) dan imbuhan gabungan (simulfiks).

Pengklitikan

Menurut Baryadi (2011:44), klitika ialah imbuhan yang mengandung arti leksikal. Berdasarkan letak peletakannya pada bentuk dasar, klitik dibedakan menjadi proklitik dan enklitik. Verhaar (2010:119), berpendapat bahwa klitika biasanya adalah morfem yang pendek, paling-paling dua silabe, biasanya satu; tidak dapat diberi aksen atau tekanan apa-apa; melekat pada kata atau frasa yang lain, dan memuat arti yang tidak mudah dideskripsikan secara leksikal. Klitika juga tidak terikat pada kelas kata tertentu biasanya ada keterikatan itu dengan morfemmorfem tertentu.

Pemajemukan

Menurut Sutan Takdir Alisjabana (2012:186), kata majemuk adalah sebuah kata yang memiliki makna baru yang tidak merupakan gabungan makna unsur-unsurnya.

Reduplikasi (Pengulangan)

Pengulangan atau reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatik, baik seluruh, maupun sebagian, baik variasi fonem maupun tidak, hasil pengulangan itu merupakan kata ulang, sedangkan satuan yang diulang merupakan bentuk dasar.

Menurut saya, proses morfemis yang paling mudah dipahami adalah pengafiksasian karena proses ini dapat disebut proses yang paling umum digunakan dalam bahasa. Selain itu, proses ini juga paling mudah untuk dilakukan daripada proses morfemis lainnya.

Referensi:

Rumilah, S., & Cahyani, I. (2020). STRUKTUR BAHASA; Pembentukan Kata dan Morfem sebagai Proses Morfemis dan Morfofonemik dalam Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia , 8 (1), 70-87.

SULFIANA, S. NOMINA DALAM NOVEL TASBIH CINTA DI LANGIT MOSKOW KARYA INDAH EL HAFIDZ. BAHASA DAN SASTRA , 2 (1).

Gani, S. (2019). Kajian Teoritis Struktur Internal Bahasa (Fonologi, Morfologi, Sintaksis, Dan Semantik). A Jamiy: Jurnal Bahasa dan Sastra Arab , 7 (1), 1-20.

Morfem segmental merupakan morfem yang berbentuk bunyi (Chaer, 2012:155). Adapun proses-proses morfemis pada morfem segmental yakni pengafiksan, pengklitikan, pemajemukan, dan reduplikasi. Verhaar (2016) mengatakan dalam bukunya yang berjudul Asas-Asas Linguistik Umum, bahwa “Di antara proses-proses morfemis, yang terpenting adalah afiksasi, yaitu pengimbuhan afiks”.

Berdasarkan kutipan tersebut, untuk menjawab pertanyaan pada diskusi ini, saya menyimpulkan bahwa proses morfemis yang mudah untuk dipahami dan dilakukan adalah proses pengafiksan (pembentukan kata dengan menambahkan imbuhan). Mengapa demikian? Karena afiks (imbuhan) ini sudah sangat familiar di telinga kita, sehingga akan sangat mudah dipahami dibandingkan dengan proses morfemis lain.

Sumber referensi:

Chaer, A. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Verhaar, J.W.M. 2016. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Proses morfemis yang terjadi pada morfem segmental ada empat, yaitu pengafiksan, pengklitikan, pemajemukan, dan reduplikasi. Dari keempat proses tersebut, menurut saya proses morfemis yang mudah dipahami dan dilakukan ialah proses pengafiksian, karena dalam proses pengafiksian hanya menambahkan imbuhan pada kata dasar dan merupakan proses yang paling umum dalam Bahasa.

Menurut achmad dan Abdullah (2012:63) afiksasi merupakan proses penambahan pada bentuk dasar. Sedangkan menurut Zaenal dan Junaiyah (2007:9) afiksasi ialah proses morfologis yang mengubah sebuah leksem menjadi kata setelah mendapat afiks. Pengafiksian sendiri dapat dilakukan dengan empat cara yaitu: awalan (prefiks), tengah (sisipan), akhiran (sufiks), dan pada awal dan akhir ( silmufiks dan konfiks atau gabungan)

Referensi

Rumilah, S., & Cahyani, I. (2020). STRUKTUR BAHASA; Pembentukan Kata dan Morfem sebagai Proses Morfemis dan Morfofonemik dalam Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia, 8(1), 70-87.

Proses mofemis pada morfem segmental dibagi menjadi 4 yakni pengafiksan, pengklitikan, pemajemukan, dan reduplikasi. Menurut saya, proses morfemis pada morfem segmental yang paling mudah dipahami dan dilakukan adalah pengafiksan. Afikasi adalah proses atau hasil penambahan (perangkaian) afiks pada akar, dasar atau alas kata. Proses afiksasi merupakan proses yang paling umum dalam bahasa. Proses ini terjadi apabila morfem terikat dibubuhkan atau diletakkan pada sebuah morfem bebas secara urutan lurus (Parera, 2007: 18). Berdasarkan letak distribusi afiks, proses afiksasi dapat dibagi menjadi lima jenis, yaitu awalan, sisipan, akhiran, gabungan awalan-akhiran dan imbuhan gabungan.

Rumilah, S., & Cahyani, I. (2020). STRUKTUR BAHASA; Pembentukan Kata dan Morfem sebagai Proses Morfemis dan Morfofonemik dalam Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia , 8(1), 70-87

Charles F. Hockett (2007: 15), memberikan definisi dan metode penemuan morfem dengan cara yang lebih sederhana. Pada tataran definisi Hockett memberikan pengertian “morphemes are the smallest individually meaningful elements in the uttarances of a language”. morfem adalah unsur-unsur terkecil yang masing- masing mempunyai makna dalam tutur sebuah bahasa.

Berdasarkan jenis fonem yang membentuknya morfem dibedakan atas morfem segmental dan morfem suprasegmental.Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental.Semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental.Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang terbentuk dari nada, tekanan, durasi, dan intonasi. (Chaer, 2008:13)

Referensi :
Rumilah, S., & Cahyani, I. (2020). STRUKTUR BAHASA; Pembentukan Kata dan Morfem sebagai Proses Morfemis dan Morfofonemik dalam Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia, 8(1), 70-87.

Mubarak, H., & Normasunah, N. (2018). Analisis Morfologi pada Bahasa Mandar dalam Ruang Lingkup Keluarga di Desa Tanjung Lalak Kecamatan Pulau Laut Kepulauan Kabupaten Kotabaru. CENDEKIA: JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN , 6 (1).

Menurut Abdul Chaer (2015:25) proses morfemis dapat dikatakan sebagai proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (afiksasi), pengulangan (reduplikasi), penggabungan (komposisi), pemendekan (akronimisasi), dan pengubahan status.
Dari beberapa proses morfem di atas, proses morfemis yang paling mudah untuk dipahami adalah proses pembubuhan afiks (afiksasi), karena proses ini yang paling umum dan hanya perlu menambahkan imbuhan.

Referensi:
Eriyanti, R. W., Syarifuddin, K. T., Datoh, K., & Yuliana, E. (2020). LINGUISTIK UMUM. uwais inspirasi indonesia.