Proses Kepengarangan Ramadhan KH dalam Bersastra

20210315153950
Sumber gambar :
https://www.kompas.tv/article/155602/mengenang-sastrawan-ramadhan-kh-lahir-dan-meninggal-pada-16-maret

Ramadhan Kartahadimadja atau sering dikenal Ramadhan KH merupakan salah satu sastrawan Indonesia yang lahir di Bandung, 16 Maret 1927. Beliau wafat di Afrika Selatan pada 16 Maret 2006. Ramadhan KH pernah mengenyam Pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB). Selain itu, beliau juga pernah belajar di Akademi Dinas Luar Negeri, namun pendidikan beliau pada kedua perguruan tinggi itu tidak selesai sampai akhir. Terdapat alasan tertentu yang membuat Ramadhan KH tidak ingin melanjutkan pendidikannya. Alasan tersebut yakni beliau ingin mengasah kemampuan akademiknya secara mandiri tidak berdasarkan ketentuan pada instansi pendidikan. Sehingga Ramadhan KH pada saat itu lebih memilih pergi ke luar negeri untuk mencari pengalaman baru dalam bersastra.

Kegemaran Ramadhan KH sejak kecil ialah membaca. Kegiatan ini menjadi pintu gerbang beliau mengenal kesusastraan. Tekad beliau untuk menjadi seorang pengarang di dorong oleh kakaknya yakni Aoh K. Hadimadja dengan mengenalkan Ramadhan ke teman-temannya yang merupakan para pengarang dan seniman. Para pengarang dan seniman tersebut antara lain H.B Jassin, pelukis yang bernama Affandi, pencipta lagu Amir Pasaribu, penyair Waluyati dan masih banyak yang lainnya. Dari hal tersebut membuat Ramadhan KH dekat dengan dengan dunia sastra. Aoh K. Hadimadja sendiri merupakan kakak tiri Ramadhan yang berbeda ibu. Mereka saling mengenal satu sama lain mulai saat Ramadhan masih duduk di bangku SD karena sejak lahir, mereka tidak tinggal bersama.

Saat duduk dibangku SMP, Ramadhan mulai mengenal dunia tulis-menulis. Kegiatan tulis-menulis ia kembangkan dengan cara bertukar-tukaran surat dengan kawan lamanya yang berada di kota lain. Selain itu, bakatnya dalam menulis terutama mengarang, didorong oleh guru Bahasa Indonesia yang dikenalnya bernama L. Hutabarat. Guru tersebut dikenal sebagai guru penggembleng jiwa, penuh dedikasi, tegas dan murah dalam memberi nilai. Selama diajar oleh guru tersebut, Ramadhan sering mendapatkan nilai bagus hingga hasil karangannya berupa sajak pernah muncul di koran Tjahaja yang terbit di Bandung. Pada masa itu juga Ramadhan sering mengunjungi toko buku bersama kakaknya untuk membeli buku-buku terbitan Balai Pustaka dan penerbit-penerbit Medan. Begitu beliau membaca buku-buku karya Hamka, S. Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan lain-lain membuatnya berkenalan dengan buku-buku dari Barat yang kemudian bersama Aoh mengenal kebudayaan Eropa.

Sastrawan Eropa yang menjadi idola Ramadhan adalah Federico Garcia Lorca. Sampai di suatu waktu, Ramadhan berkesampatan untuk pergi ke Eropa pada tahun 1954 untuk mempelajari sajak-sajak karya idolanya serta mencari tempat tinggal Lorca dilahirkan. Disaat Ramadhan merantau di Eropa, beliau menyelesaikan naskah roman yang belum ia tuntaskan jalan ceritanya. Roman tersebut berisi tentang perjuangan seorang pengarang di masa revolusi yang penuh dengan kemelut politik. Penuh perjuangan seorang Ramadhan KH dalam mendapatkan penerbit untuk romannya tersebut. Beliau telah ditolak oleh beberapa penerbit seperti penerbit Sinar Harapan yang pernah menerima namun tidak sanggup melanjutkan diduga karena larangan dari pihak yang berkuasa. Substansi dari roman tersebut mungkin banyak memuat kata-kata sensitif yang menyinggung pemerintahan saat itu sehingga penerbit takut untuk menerbitkan. Begitupun juga dengan penerbit W yang juga tidak sanggup menerbitkan roman tersebut, Proefdruk di coret-coret dan penulis suruh mengganti. Penerbit tersebut berpendapat ” lebih baik merugi dengan sudah mengeluarkan ongkos untuk men-set naskah, daripada harus merugi karena buku diberangus oleh penguasa.” Atas pernyataan tersebut kemudian Ramadhan membaca lagi dan memperbaiki romannya namun tidak disesuaikan dengan keinginan penasehat melainkan berdasarkan perasaan dan pikirannya. Sampai di tahun 1966 setelah pergantian politik, Ramadhan KH mengirimkan roman tersebut ke sayembara yang diadakan oleh UNESCO dan IKAPI dan ternyata roman tersebut mendapatkan juara pertama yang ditetapkan pada tahun 1968. Dari hal tersebut kemudian terbukalah pintu penerbitannya dengan menyerahkan naskah tersebut ke penerbit Gunung Agung dan akhirnya pada tahun 1971, roman tersebut dapat diterbitkan.

Selain sebagai pengarang, Ramadhan juga pernah bekerja menjadi wartawan selama tiga belas tahun (1958-1971). Pekerjaan sebagai wartawan ia tekuni setelah pulang merantau dari Eropa. Dari pengalamannya sebagai wartawan, membuatnya terinspirasi untuk mengarang dengan objek keadaan lingkungan. Dalam mengarang suatu karya sastra mulai dari novel, cerpen, biografi, puisi, dll, Ramadhan KH terinspirasi dari hal-hal yang beliau alami (pengalaman) serta keadaan lingkungan yang beliau lihat, dengar dan diperkaya dengan pengetahuan di lapangan kerja sebagai wartawan. Beliau bekerja tak lepas dari keadaan di sekeliling. Keadaan tersebut di ibaratkan sumur tempat beliau menimba yang mana profesi wartawan menjadi ladang beliau untuk mengarang karya selain sekedar mencari informasi untuk bahan berita.

Selain itu, Ramadhan KH dalam mengarang sastra tidak begitu mengacu dengan teori sastra bahkan beliau mengaku tidak peduli dengan teori sastra dan beranggapan menulis karya itu berdasarkan selera masing-masing pengarang. Kepengarangan Ramadhan KH dalam menciptakan karya sastra ditulis berdasarkan keinginannya dan bahkan beliau tidak tertarik menulis karya berdasarkan pesanan pasaran. Sehingga dapat dikatakan dalam kreatifitasnya dalam menulis karya, beliau menyesuaikan dengan keinginan hati berdasarkan pengalaman dan keadaan lingkungan. Hasil karya Ramadhan KH yang diciptakannya berdasarkan keadaan di sekelilingnya yaitu kumpulan sajak Priangan Si Jelita (1958), Novel Keluarga Permana (1976), Novel Kemelut Hidup (1977). Selain itu adalah karya-karya roman biografi. Adapun karya beliau yang diterjemahkan oleh sastrawan Perancis yakni Spasmes d’une Revolution (Royan Revolusi) dan Priangan La Jolie (Priangan Si Jelita).

Penulis :
Fitri Dwi Rachmawati
Universitas Tidar

1 Like