Petani Cilik dan Tikus

Pink and Gray Minimalist Certificate Of Participation - Certificate (Landsacpe)
Sumber gambar : png.pngtree.com dan Canva

Di pinggiran sawah yang subur dan indah, ada seorang anak kecil perempuan sedang menanam padi di sawah milik majikannya. Tugas itu dia lakukan setiap hari dengan perasaan sangat bosan. Untuk mengusir kejenuhan, dia selalu membawa seruling dan seekor anjing peliharaannya. Itu berarti, hanya ada dua hal yang bisa dilakukan sambil mengawasi padinya. Menghibur diri dengan meniup seruling, atau bermain-main dengan anjing.

Suatu hari petani kecil ini membayangkan, apa yang akan terjadi seumpama ada tikus muncul dari dalam sawah untuk memakan padi. Sang majikan pernah berpesan, kalau tikus datang menyerang, dia harus berteriak kencang-kencang untuk memanggil bantuan kepada petani lainnya. Petani lainnya yang ada disitu pasti akan segera datang menolong dia untuk mengusir tikus. Tapi itu tidak pernah terjadi, setidaknya sampai hari ini. Belum pernah ada seekor tikus pun datang mendekat mengincar padinya.

Si petani kecil mulai membayangkan ide jahil. Menurutnya, pasti lucu kalau dia hanya pura-pura melihat tikus, kemudian menjerit memanggil petani disekitarnya untuk datang menolong. Maka dia pun membuka mulut lebar-lebar dan berteriak, “Tikus! Tikus!” Dalam sekejap, para petani pun datang berduyun-duyun, siap melakukan apapun untuk mengusir tikus jahat. Mereka meninggalkan berbagai pekerjaan penting demi membantu si petani kecil.

Tapi yang mereka temukan hanya seekor kadal. Merasa berhasil menipu mereka, petani kecil sangat geli meihat ekspresi petani lainnya yang kaget mendengar ada tikus. Sadar dikibuli, petani yang lain pun bubar dan kembali ke aktivitas mereka. “Aku hanya mengetes, apakah bila tikus nanti datang memakan padi, kalian mau membantuku mengusirnya,” alasan petani kecil, tanpa merasa bersalah.

Beberapa hari kemudian, dia mengulangi kejadian itu. Petani kecil menjerit keras dengan nada panik, “Tikus! Tikus!” Dan lagi-lagi petani yang ada disekitarnya yang baik hati pun segera datang. Mereka berlari sekencang mungkin agar tidak terlambat memberikan bantuan. Tapi, sekali lagi, yang mereka temukan bukan tikus sedang memakan tanaman padi. Melainkan petani kecil jahil sedang menirukan suara tikus.

“Oh, kamu mengelabuhi kami,” geram bu Inah seorang petani. Dia meninggalkan sawahnya begitu mendengar teriakan minta tolong tadi. “Jangan lakukan itu lagi,” pesan seorang petani tua. “Atau kami tidak akan memercayaimu lagi,” ancam petani lainnya. Orang-orang pun bubar sambil bergumam kesal. Petani kecil hanya tertawa puas melihat kemarahan mereka.

Tapi dia tidak juga kapok. Besoknya, ia mengulang berteriak “Tikus! Tikus!” saat tidak ada satu pun tikus yang mendekat. Meski awalnya mereka ragu apakah ini benar atau hanya permainan, petani disekitarnya datang untuk membantunya. Lalu mereka bergegas pulang dengan marah karena bosan dipermainkan si petani cilik.

Suatu sore, saat matahari mulai tenggelam, tak disangka segerombolan tikus benar-benar muncul di pinggiran sawah. Tikus tersebut tampak lapar dan mulai menyambar padi milik petani kecil. Petani kecil sangat panik dan ketakutan. Ia berlari terbirit-birit mencari bantuan. “Tikus! Tikus!” teriaknya, berharap ada yang segera datang untuk menolong.

Tapi meski petani disekitarnya mendengar suara teriakan itu, tak ada satu pun yang mau datang menghampiri. “Dia tidak akan bisa menipu kita lagi,” kata mereka, yakin teriakan itu hanya omong kosong si petani cilik, seperti sebelum-sebelumnya. Tikus itu pun berhasil memakan banyak padi. Petani tidak berdaya mengusirnya sendirian. Kini dia jera, sadar orang-orang tidak datang bukan karena tak ingin membantu. Melainkan karena ulahnya sendiri, yang sering membohongi mereka berkali-kali.

1 Like