Pertolongan Pertama Psikologis: Langkah untuk Membantu Meredam Luka Batin Seseorang

Apabila terdapat istilah pertolongan pertama untuk penyakit-penyakit fisik pada umumnya, penyakit atau gangguan jiwa pun memiliki istilah yang serupa. Pertolongan pertama psikologis, atau biasa yang disebut dengan PFA (Psychological First Aid) adalah serangkaian tindakan yang diberikan guna membantu menguatkan mental seseorang yang mengalami krisis (WHO, 2009). Definisi dari peristiwa krisis itu sendiri memiliki pandangan yang berbeda bagi setiap individu. Hal ini dikarenakan krisis merupakan insiden yang memberikan dampak tekanan dan pengalaman traumatis pada korbannya. Krisis terjadi berdasarkan evaluasi masing-masing individu terhadap suatu peristiwa sehingga tidak bisa disama ratakan.

PFA tidak dapat diterapkan untuk semua orang yang mengalami krisis. Hal ini merupakan hasil dari bagaimana masing-masing individu menanggapi krisis yang alaminya. Sebagian memiliki reaksi yang cenderung ekstrem, namun sebagian juga memiliki reaksi sebaliknya. Sebagai penolong, sangat penting untuk memperhatikan kebutuhan masing-masing individu dengan tidak memaksakan kehendaknya. Adapun para penyintas yang memiliki reaksi ekstrem dan dianggap membutuhkan PFA seringkali menunjukkan perilaku dan perasaan yang sangat tertekan, mengalami cedera yang cukup serius, bahkan tidak mampu untuk merawat dirinya sendiri.

Pada dasarnya, pertolongan pertama psikologis dilakukan bertujuan untuk mengobati luka batin yang membekas pada orang yang baru saja mengalami pengalaman traumatis. Hal ini diterapkan untuk dapat meringankan beban para penyintas dengan mengurangi dampak-dampak psikologis yang dirasakan seperti rasa stress dan tertekan. PFA dilakukan untuk membantu individu mengembangkan koping fungsional dalam jangka pendek maupun jangka panjang yang disebabkan oleh stres yang mereka alami (National Child Traumatic Stress Network and National Center for PTSD, 2006).

PFA juga dapat membantu memainkan peran untuk menumbuhkan harapan dalam diri penyintas dengan membantu mereka merasa lebih tenang, aman, dan terhubung. Penolong tentunya harus memastikan bahwa seluruh penyintas yang ditolong memiliki akses terhadap dukungan sosial, emosional, juga fisik yang memadai. PFA diberikan ketika penolong pertama kali melakukan kontak dengan penyintas yang baru saja mengalami peristiwa traumatis. Adapun waktu pemberiannya beragam, beberapa memilih untuk langsung menolong, namun PFA juga bisa diberikan beberapa hari atau minggu setelah krisis berlangsung. Pemberian PFA akan bergantung pada tingkat keparahan serta lamanya krisis terjadi.

Dalam pelaksanaannya, PFA memiliki tiga prinsip yang berupa proses jalannya pertolongan pertama itu sendiri. Prinsip tersebut terdiri dari:

  1. Look (Amati)
    2Prinsip pertama mencakup bagaimana penolong mengamati lingkungan serta situasi di sekitar penyintas. Dalam hal ini, penolong diharapkan untuk bisa lebih sensitif terhadap penyintas dengan reaksi yang cukup parah.
  2. Listen (Dengar)
    Mendengarkan secara aktif adalah bagian penting dalam prinsip ini. Pada proses kedua, penolong mendekati para penyintas dengan membangun rapport dan mengembangkan kemampuan mendengarkan secara aktif untuk memahami perasaan mereka. Melalui mendengarkan secara aktif, penolong juga dapat lebih mendalami hal-hal yang menjadi kebutuhan utama bagi para penyintas.
  3. Link (Hubungkan)
    Prinsip terakhir ini adalah penerapan dari prinsip sebelumnya, yaitu penolong akan membantu penyintas untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar serta mengatasi permasalahan yang mereka alami. Namun, bukan hanya itu saja, penolong juga dapat memberikan informasi yang mereka ketahui dan mencoba menghubungkan penyintas dengan anggota keluarga dan orang-orang terkasih yang dapat memperoleh bantuan yang dibutuhkan oleh penyintas.

Ketiga prinsip di atas merupakan langkah-langkah yang membantu penolong dalam menggunakan PFA kepada para penyintas. Namun, masih terdapat beberapa hal lain yang yang perlu dipertimbangkan ketika memberikan pertolongan pertama psikologis, di antaranya adalah (National Child Traumatic Stress Network and National Center for PTSD, 2006; WHO, 2009):

  1. PFA bukan merupakan terapi.
  2. PFA bisa diberikan oleh siapa saja yang telah memahami makna serta prinsip-prinsip yang tertera dalam PFA, terutama melalui pelatihan yang diberikan oleh tenaga kesehatan mental profesional.
  3. Penting sekali bagi para penolong untuk menjaga dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum menolong orang lain. Pada saat memberikan pertolongan, menjaga kesehatan mental diri sendiri sebagai penolong merupakan hal yang utama.
  4. Mendengarkan secara aktif adalah kunci utama penolong agar dapat memberikan PFA dengan lancar. Salah satu upayanya adalah dengan tidak memaksakan kehendak penyintas untuk menceritakan kembali seluruh peristiwa yang mereka alami.
  5. Merupakan hal yang wajar jika para penyintas berasal dari budaya yang berbeda dengan penolong. Untuk itu, penolong harus bisa menyesuaikan perilakunya dengan budaya yang dianut penyintas atau dengan penolong lainnya.
  6. Salah satu perilaku yang dapat dihindari adalah dengan tidak membuat asumsi terhadap apa yang dialami oleh penyintas.
  7. Elemen utama dalam PFA adalah membantu para penyintas mengatasi permasalahan yang dialami, sehingga sangat penting untuk membuat penyintas lebih berdaya dan tidak bergantung pada penolong.

PFA atau psychological first aid hadir bertujuan untuk membantu individu yang sedang mengalami musibah dalam hidupnya. Tentu saja luka batin yang dialami tidak boleh dibiarkan terus mengendap dan berujung pada tindakan-tindakan negatif. Oleh karena itu, sangat penting bagi penolong untuk dapat membantu mengenali potensi yang dimiliki penyintas agar dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mengatasi permasalahan yang akan datang.