Universitas Tidar dan Magelang, Rumah Baru yang Penuh Tantangan dan Rintangan
Perjalanan menuju Magelang untuk melanjutkan studi di Universitas Tidar seharusnya menjadi momen yang menggembirakan. Namun, kenyataannya, saya harus menghadapi berbagai kendala yang menguji kesabaran dan tekad. Kesulitan beradaptasi menjadi tantangan utama, terutama karena ini adalah pertama kalinya saya jauh dari orang tua. Perjalanan ini pun dimulai dengan serangkaian pengalaman yang kurang menyenangkan dan penuh tantangan.
Hari itu, saya berangkat dari Jakarta ke Magelang. Sejak malam sebelum keberangkatan, saya sudah mempersiapkan segala sesuatu dengan teliti, seperti dokumen, pakaian, dan barang-barang lain yang diperlukan untuk kehidupan baru di kampus. Perjalanan dimulai dengan mobil yang memakan waktu berjam-jam karena padatnya lalu lintas dari Jakarta ke Magelang. Setibanya di Magelang, saya langsung dihadapkan pada kesulitan mencari kos. Kos-kosan yang dekat kampus sudah penuh, hingga akhirnya saya menemukan kos yang dihuni dua orang, dan saya harus berbagi kamar dengan teman baru.
Hari pertama Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) di Universitas Tidar menjadi pengalaman yang menantang. Saya berkenalan dengan teman-teman baru dari berbagai daerah, namun kendala bahasa Jawa membuat saya agak sulit untuk berbicara dengan mereka. Di sisi lain, saya juga dikenalkan dengan berbagai budaya dan organisasi mahasiswa di Universitas Tidar. Meski harus bangun pagi dan mempersiapkan bekal sesuai arahan panitia, saya tetap menikmati acara PKKMB hingga akhir, termasuk kegiatan papermob yang menyenangkan.
Ketika perkuliahan dimulai, tantangan baru pun muncul. Proses penyesuaian dengan lingkungan kampus, sistem perkuliahan, dan teman-teman baru terasa sulit. Saya merasa terasing di antara teman-teman yang sudah terlihat akrab satu sama lain. Tugas-tugas kuliah yang menumpuk sejak awal membuat saya merasa terbebani dan kesulitan mengikuti pembelajaran. Sistem pembelajaran di universitas juga sangat berbeda dari yang saya alami di sekolah menengah, menambah tekanan yang saya rasakan.
Adaptasi dengan kehidupan di Magelang juga tidak mudah. Kebiasaan, budaya, dan lingkungan yang berbeda membuat saya merasa seperti berada di dunia yang asing. Saya sering merasa rindu rumah, yang membuat semangat saya terkadang surut. Ada banyak malam yang saya habiskan untuk merenung, mempertanyakan keputusan saya untuk datang ke sini. Saya juga sering meragukan kemampuan diri sendiri dan bertanya-tanya apakah saya bisa bertahan di tempat ini.
Meskipun ada rasa penyesalan karena fasilitas kampus dan pertemanan yang terasa sulit, terutama bagi saya yang tidak fasih berbahasa Jawa, saya berusaha untuk beradaptasi. Saya mulai berinteraksi lebih banyak dengan teman-teman sekelas, termasuk teman-teman sesama perantauan.
Selain itu, saya mencoba menikmati keindahan Magelang. Pada akhir pekan, saya mengunjungi kafe-kafe dekat Candi Borobudur yang menawarkan pemandangan gunung yang indah. Saya juga berkeliling daerah Magelang, menikmati suasana yang adem dan asri. Momen-momen kecil seperti ini membantu saya menyadari bahwa meskipun perjalanan ini penuh tantangan, ada banyak kebahagiaan yang bisa ditemukan.
Setiap kesulitan yang saya hadapi memberikan pelajaran berharga tentang ketekunan dan keberanian. Saya belajar untuk tidak hanya mengandalkan diri sendiri, tetapi juga pentingnya dukungan dari orang lain.
Secara keseluruhan, perjalanan ke Magelang untuk berkuliah di Universitas Tidar adalah pengalaman yang penuh pelajaran. Meski banyak tantangan yang harus dihadapi, setiap rintangan mengajarkan saya arti ketekunan dan keberanian. Kini, saya merasa lebih siap untuk menghadapi masa depan dan menjadikan pengalaman ini sebagai bekal dalam perjalanan hidup saya. Magelang, dengan segala keunikannya, telah menjadi rumah baru yang penuh potensi. Magelang bukan hanya tempat untuk belajar, tetapi juga tempat untuk tumbuh dan berkembang.