Perihal Perjalanan Takdir

Perkenalkan, nama panggilan saya Nam. Saya lulus 2 tahun yang lalu, tepatnya di tahun 2019 silam. Tapi, takdir saya untuk bergelut kembali di dunia pendidikan atau yang biasa orang-orang sebut dengan kuliah adalah di tahun 2020. Saya ingin bercerita tentang bagaimana bisa saya memilih prodi yang cukup nyentrik di salah satu Universitas ternama di Surakarta, lalu memiliki pandangan mengenai bagaimana saya harus mengatasi diri saya di dunia perkuliahan untuk semester depan dan seterusnya, strategi apa yang harus saya persiapkan, dan yang terakhir harapan serta doa untuk saya beserta prodi dan segala yang saya tempuh saat ini hingga ke depan nanti.

Dengan banyaknya tekanan karena bosan untuk berjuang lalu gagal, berjuang lagi, gagal lagi. Saya mendapati titik lelah untuk terlalu memaksakan takdir. Yang pada akhirnya, saya menangkap informasi serta dorongan dari teman terdekat saya untuk bergabung di prodi yang telah ia geluti selama satu tahun. Entah kebetulan atau memang Tuhan telah menggariskan takdir seperti ini, saya bersama teman dekat saya sudah sejak di lingkungan taman kanak-kanak selalu bersaing bahkan menjadi teman berjuang. Hingga pada suatu waktu di tahun 2019 kami sama-sama mendaftar di sebuah Kedinasan yang cukup bersaing. Dan pada akhirnya, gagal. Dia berhasil menjadi mahasiswa baru, sedangkan saya terus mengejar apa yang telah menjadi mimpi saya. Di tahun 2020 saya kembali mengikuti tes kedinasan tersebut dan Tuhan menepuk pelan pundak saya dan berbisik, “sudah waktunya kamu mengikhlaskan harapan yang bukan lagi menjadi takdirmu.” Kesempatan tes kedinasan, SBMPTN, Mandiri untuk jenjang S1 sudah terlampaui dan akhirnya saya bergabung dengan prodi tersebut melalui Seleksi Umum Masuk Diploma atau biasa disingkat menjadi SUMD yang mana terbagi menjadi 2 gelombang dan saya bergabung pada gelombang kedua. Saya input semua nilai rapor SMA beserta semua piagam yang sempat saya peroleh di masa SMA. Pada akhirnya, tibalah disaat yang tidak pernah saya duga. Tulisan hijau yang berbunyi “SELAMAT ANDA LOLOS” menyambut saya dengan sangat tidak disangka karena keputus asaan. Bosan dengan tulisan berwarna merah, akhirnya saya mendapati tulisan warna hijau yang bertanda bahwa saya harus berjalan sesuai arah dan langkah yang telah saya terima.

Saya tipikal manusia yang membenci monoton dan selalu merasa bosan terhadap sesuatu yang benar-benar memberi tekanan untuk saya. Terlalu banyak strategi yang saya persiapkan, hingga lupa strategi apa yang telah saya pilih dengan pemikiran matang-matang kemarin malam. Saya memutuskan untuk tidak bergabung pada organisasi apapun dan manapun dengan alasan, saya tidak ingin jenuh, saya selalu butuh waktu “refreshing” untuk mereset otak saya agar kembali segar jika saya mengejar target yang saya inginkan. Semester lalu menjadi awalan yang cukup baik, semester sekarang sedang dimulai proses yang baik, dan semester selanjutnya serta seterusnya telah ditulis juga diharap hal-hal yang baik. Harapan saya untuk diri saya sendiri tentunya agar tidak patah arang dengan permasalahan atau hal-hal yang kompleks di dalam dunia perkuliahan, di lingkup sosial, serta lain-lainnya. Saya telah belajar banyak sepanjang ini mengenai perjuangan dan arti bersyukur. Semoga saya bisa menjaga nama baik prodi yang telah ditakdirkan untuk saya serta penunjang baik bagi masa depan saya dengan cara saya sendiri, serta memenuhi harap dari pejuang-pejuang sebelumnya. Cukup lelah untuk selalu bergelut dengan ego, sekarang saatnya meneguhkan diri pada prodi yang telah menjadi garis awal menuju berbagai capaian atau bahkan prestasi.

Dari landai dan curamnya perjuangan yang telah saya lalui, ada sedikit pesan yang berhasil saya tangkap lalu saya kantongi di dalam saku lusuh yang tetap bertahan yaitu, “lakukan apa yang ingin kamu lakukan, istirahat jika dirasa penat, berjalanlah ketika kamu diharuskan untuk terus berjalan, jangan lengah perihal susah, jangan kecewa perihal lara. Tuhan tengah mempersiapkan segala bahagia, dan kami adalah manusia yang selalu menunggu akhir cerita yang bahagia, karena luka, lara, sedih, dan air mata bukanlah pertanda berakhirnya sebuah cerita.” Sekian dari saya, semoga bahagia selalu menyertai kita.

4 Likes