Pergeseran makna dan perubahan makna

cara-berbicara-yang-baik-pembicara-yang-handal
PERGESERAN MAKNA DAN PERUBAHAN MAKNA
Pergeseran makna adalah gejala perluasan, penyempitan, pengonotasian, penyinestesiaan, dan pengasosiasian sebuah makna kata yang masih hidup dalam satu medan makna. Sedangkan perubahan makna adalah gejala pergantian rujukan dari simbol bunyi yang sama. Rujukan yang pernah ada diganti dengan rujukan yang baru. Misalnya, kata canggih bahasa Indonesia pernah bermakna suka mengganggu (rebut, bawel, dsb), sedangkan sekarang ini kata canggih mendapatkan makna atau rujukan baru sangat rumit dan ruwet. Makna rujukan awal dan makna baru tidak berada dalam satu medan makna apalagi makna awal tidak pernah hidup lagi dalam pemakaian bahasa Indonesia komtemporer. Kekaburan dan ketidakpastian makna menjadi salah sumber pergeseran dan perubahan makna, Loss of motivation ‘kehilangan motivasi’ juga menjadi salah satu faktor terjadinya pergeseran makna, Faktor salah kaprah juga mempermudah pergeseran dan perubahan makna, Struktur kosakata memegang peran utama dan penting dalam pergeseran dan perubahan makna.
Meiller mencatat ada tiga penyebab terjadinya pergeseran dan perubahan makna (Ullmann, 1977:98)

  1. Sebab-sebab Linguistik
  2. Sebab-sebab historis/kesejarahan
  3. Sebab-sebab sosial
  4. Sebab psikologis
  5. Pengaruh asing sebagai penyebab pergeseran dan perubahan makna
  6. Pergeseran dan perubabahan makna karena keperluan
  7. Pergeseran dan perubahan makna karena kekuasaan
    Asosiasi menjadi dasar pergeseran dan perubahan makna. Teori para penganut dasar asosiasi muncul dalam dua bentuk, yakni pergeseran dan perubahan makna berdasarkan asosiasi antara penangkapan pancaindra, dan pergeseran dan perubahan makna berdasarkan sosiasi nama-nama. Metafora menjadi dan merupakan fenomena terbesar dan terpenting dalam penjelasan tentang hakikat pergeseran dan perubahan makna. Metonimi merupakan sebutan pengganti untuk sebuah objek attau perbuatan dengan atribut yang melekat pada objek atau perbuatan yang bersangkutan. Misalnya, rokok kretek dikatakan belikan saya kretek. Metonimi dapat dikelompokkan berdasarkan atribut yang mendasarinya misalnya, metonimi dengan relasi tempat, relasi waktu, relasi atribur, metonimi berelasi penemu atau pencipta, dan metonimi berdasarkan perbuatan.
    Sebagian besar penulis tentang semantik membagi perubahan makna ke dalam tiga kategori: penulisan makna, pembatasan makna, dan kelompok netral yang tidak mengalami perluasan atau penyempitan makna atau kelompok aneka ragam. Ada kata yang melipatgandakan rentang makna atau mengetengahkan rentang makna. Penilaian negatif terhadap makna kata disebut peyorasi atau adjektifnya peyoratif, dan penilaian positif terhadap makna kata disebut ameliorasi atau adjekttifnya disebut amelioratif. Penilaian amelioratif atau ameliorasi : Gejala yang mengarahkan makna kata kea rah yang menyenangkan dan positif disebut ameliorasi dan adjektifnya amelioratif. Makna kata-kata yang bersifat netral sering mengarah kepada makna positif daripada mana yang negatif. Makna kata nasib dapat mengarah ke makna peyoratif atau makna amelioratif bergantung kepada konteks pemakaiannya.
    Metafora yang adanya masalah penamaan timbul ketika manusia menemukan pengalaman yang lain dan berbeda dengan pengalaman dasar yang pertama. Misalnya, lahir seorang anak baru di dunia, maka anak itu akan mendapat nama pula. Pengalihan dapat pula mengalihkan persepsinya dan dapat pula melakukan perbandingan antara satu persepsi dengan persepsi yang lain. Searle berpendapat bahwa metafora adalah maksud makna. Searle dalam bukunya memberikan kritik terhadap dua teori tentang metafora yang dianut dewasa ini, yakni teori bandingan atau kemiripan antara dua objek, dan teori interaksi semantik yang mengharuskan baha metafora meliputi pertentangan verbal atau interaksi antara dua semantik contents atau isi semantik.