Cewek kok sispala?
Pertanyaan itu sering terlontar kepada saya ketika saya masih sma. Ya, waktu sma dulu saya mengikuti organisasi sispala di sma. Sispala adalah kepanjangan dari siswa pecinta alam.
Pecinta alam atau penikmat alam?
Pecinta alam jelas beda dengan pecinta alam. Memang ada kesamaannya, yaitu sama-sama hobi menggeluti kegiatan alam bebas. Yang sangat membedakan adalah sikap dari kesehariannya. Emmm… Kita bisa lihat dari hal-hal kecil. Sama-sama suka mendaki gunung, memanjat tebing, menyusur gua, mengarungi sungai bergerak, atau menyelami lautan. Pecinta alam adalah orang yang hidup berdampingan dengan alam dan saling menjaga satu sama lain. Sedangkan penikmat alam tidak ada timbal balik dari kasih sayang tersebut.
Pecinta alam mudah beradaptasi dengan alam tanpa merusak keseimbangan ekosistem yang sudah ada. Ketika disebut sispala tentunya ada sikap intelektual dalam diri pecinta alam. Sebagai siswa yang mencintai alam, tentu akan mempelajari kekayaan alam. Sispala biasanya mencintai kebebasan, bukan berarti bebas atau seenaknya berkegiatan di alam luar. Seorang sispala tentunya tau SOP ketika hendak berkegiatan di alam bebas. Kenyamanan bukan jaminan menuju keselamatan. Seorang sispala harus tau bagaimana berkegiatan di alam secara aman. Karena kalau aman pasti nyaman, tapi nyaman belum tentu aman.
Okeyy… Sekarang sudah ngerti dan paham terlebih dahulu apa dan siapa pecinta alam. Kembali ke topik awal dimana ada perbedaan gender yang saya simpulkan dari pengalaman saya. Banyak yang menyayangkan kenapa saya masuk ke organisasi pecinta alam. Kenapa saya senang menggeluti kegiatan ekstrem… Sebenarnya ibu saya tidak mempermasalahkan, tetapi tante dan sebagian teman-teman saya bertanya dan keheranan kepada saya. Apa yang saya dapatkan dari naik gunung? Mengapa saya saya suka rapling yang jelas-jelas membuat susah diri sendiri (kata teman saya). Pertanyaan demi pertanyaan itu membuat saya malah tambah mencintai dunia petualang. Bukankah jelas dampak dari berkegiatan di alam bebas itu terlebih bagi cewek adalah sesuatu yang tidak diinginkan. Kulit hitam terbakar sinar matahari, kumut-kumut, pergaulan yang tidak jelas, dan lain-lain adalah asumsi dari tante dan teman saya akan dampak dari kegiatan ini.
Perlu diketahui bahwa dengan menggeluti dunia ini justru memberi pengalaman yang sangat berharga bagi saya pribadi. Sebelum saya cerita tentang pengalaman saya di dunia kepecintaalaman saya ini, saya mau menuliskan beberapa pendapat dari teman saya mengenai sisi positif dan negatifnya sebagai seorang sispala perempuan. Kira-kira seperti ini anggapan dari teman-teman saya:
• Sispala laki-laki itu keren, banyak disukai cewek, bisa diandelin. Tapi sispala cewek justru sebaliknya, jadi tomboy, keras kepala, sulit dapet pacar, kulit nggak terawat, fisik biasa aja.
• Sispala itu jorok, kumel, bisa nggak mandi berhari-hari, dan nggak bisa diatur, nggak baik buat cewek jadi sispala.
• Kelebihannya cuma satu bagi teman-teman saya, yaitu sispala cewek itu nggak terlalu ngerepotin, mudah beradaptasi, nggak pilih-pilih makanan, nggak jaim, bisa tidur di manapun dan dalam kondisi apapun.
Beberapa anggapan di atas membuat saya sadar bahwa saya tidak menyesal masuk ke dunia kepecintaalaman. Seorang cewek selalu dilihat oleh laki-laki dari tampilan fisiknya terlebih dahulu. Namun, saya mengambil contoh dari pohon berduri di hutan tidak malu menampakkan durinya. Walaupun begitu masih saja ada burung yang mau bertengger padanya. Menurut saya seorang wanita harus memiliki kemampuan dan kemauan sama halnya dengan laki-laki. Kasihan ibu kartini jika sampai kini gender masih dipermasalahkan, toh baik laki-laki mapun perempuan itu sama-sama manusia. Justru banyak hal positif yang saya yang kini saya rasakan. Saya memiliki mental yang menurut saya lebih baik dari sebelum saya ikut organisasi pecinta alam. Cara berpikir yang logis dan sistematis, mudah beradaptasi dengan tempat-tempat baru, belajar mandiri mebenahi suatu masalah, dan saya pun bisa membagi waktu sesuai dengan yang saya prioritaskan.
Sispala cewek…
Seorang cewek yang masuk sispala, tentunya memiliki nilai lebih. Banyak moment yang dapat kita gunakan untuk berkegiatan. Misalnya saja saat sudah menjadi pengurus ada program kerja diklatsar (pendidkan latihan dasar) selama empat hari tiga malam di alam terbuka (tahura yang lumayan jauh dari pemukiman warga) untuk angkatan baru. Kuncinya adalah sama, semua butuh persiapan yang matang. Dengan rutin melakukan latihan fisik dan koordinasi yang jelas dengan pembentukan kepanitiaan, maka kegiatan pun dapat berlangsung sesuai rencana, aman dan nyaman walaupun panas dan hujan menerjang. Bagi saya kulit hitam tidak masalah asal sehat, dan tidak seperti anggapan bahwa sispala cewek itu dekil. Sekarang kalau mau pilih cewek cewek nggak hanya dari luarnya saja, namun otak dan pengalamannya pun harus dilihat juga. Bukan berarti kami susah diatur, tapi kami tau kapan dan dimana kami harus memakai dan bersikap seperti apa.
So… Cewek jadi pecinta alam?? Kenapa enggak?!